Tag: Menulis Buku

  • Menulis itu Membuat Bahagia, Bener Nggak?

    Menulis itu membahagiakan. Bener nggak sih?

    Kalau pengalaman pribadi saya sih, iya! Menulis membuatku bahagia. Karena saya bisa mengekspresikan diri dengan leluasa tanpa takut dikritik oleh orang lain.

    Dari 16 tahun pengalaman menulis sejauh ini, ada begitu banyak momen yang semakin membuat saya yakin bahwa menulis itu membahagiakan.

    Pertama, mendapatkan “tiket” beasiswa S1. Berkat menerbitkan buku selepas SMA, saya mendapatkan “keberuntungan” untuk mendapatkan beasiswa penuh senilai Rp 110 juta dari Pak Theodore Permadi Rachmat (Mantan CEO PT Astra International Tbk dan Pendiri Triputra Group). Sebuah kesempatan yang mengantarkan saya bisa belajar Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Paramadina.

    Kedua, membantu saya keluar dari Quarter-Life Crisis. Di usia 27 saya merasa “stuck” dalam hidup. Sehingga mendorong saya untuk Resign dari pekerjaan untuk saya manfaatkan menikmati #CareerBreak selama setahun penuh dalam misi #Sabbatical. Berkat membaca ribuan buku dan (belajar) menulis buku secara otodidak, saya bisa keluar dari masa yang penuh turbulensi tersebut.

    Ketiga, membantu saya keluar dari jeratan utang. Karena pernah terlilit utang yang tidak sedikit, saya mencari berbagai cara untuk mengatasinya. Segala upaya telah saya kerahkan untuk mewujudkannya. Dan pada akhirnya, bukulah yang membantu saya keluar dari “lingkaran setan” bernama utang.

    Berkat menulis bukulah saya bisa meraup ratusan juta dalam hitungan beberapa bulan saja. Bukan tidak mungkin kelak bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan dari #menulis. Suatu hal yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan.

    Keempat, kesempatan berbagi. Berkat menulis saya telah menjelajahi berbagai negara, kota, dan pulau. Sebagai orang yang ketika masih kecil ingin sekali menjadi guru, rasanya menjadi penulis adalah salah satu pencapaian terbaik bagi diri saya meskipun saya akui bahwa saya bukan penulis sempurna. Berkat menulis, saya diundang untuk mengisi berbagai acara seperti pelatihan, seminar, lokakarya, atau event terkait.

    Kelima, meraih pengakuan. Sejujurnya, tujuan saya menulis hanyalah berbagi. Namun tak bisa saya pungkiri, di awal merintis karier menulis, tujuan saya memang mendapatkan pengakuan dari orang lain. Seiring berjalannya waktu, saya merasa tujuan menulis untuk mendapatkan pengakuan itu menyesatkan. Karena itu begitu egois. Dan bisa menjadi bumerang jika tidak tercapai.

    Dalam enam tahun terakhir, saya sama sekali tidak berniat mendapatkan pengakuan sebagai tujuan saya. Namun, ketika saya menulis sebaik mungkin, lalu ada orang yang mengapresiasi itu lain soal, bukan? Saya begitu percaya bahwa biarlah karya yang akan “bersuara” sendiri.  Kalau karya kita bermanfaat untuk orang banyak, bukankah itu lebih dari cukup?

    Keenam, membuat saya terus-menerus membaca. Sejak kecil hobi saya memang membaca. Dari bangku SD sampai perguruan tinggi, saya selalu menjadi pelajar yang paling banyak meminjam buku. Tidak percaya? Silakan cek sendiri ke almamater-almamater saya. Semoga mereka masih menyimpan rekapnya ya 🙂

    Bagi saya, membaca itu membuat kecanduan dalam arti positif. Dan memang sebagai penulis,  hobi membaca itu menurut saya sebuah keharusan – bukan paksaan.

    Ketujuh, membuat saya terus merasa bodoh. Jika Anda menuliskan nama lengkap saya di Google, Anda akan menemukan bahwa topik buku yang saya tulis maupun yang saya tuliskan untuk klien begitu beragam.

    Nah, itu artinya saya terpacu untuk terus belajar berkat menulis. Dan itu membuat saya bahagia bukan main. Karena bukankah jika merasa pintar kita tidak bisa #LevelUp?

    Kedelapan, mendapatkan ucapan terima kasih. Saya rasa inilah yang paling utama. Mendapatkan ucapakan terima kasih dari orang lain tidak pernah terlintas dari pikiran saya.

    Namun, sudah tidak terhitung orang yang mengucapkan terima kasih karena mereka merasa mendapatkan “sesuatu” dari buku saya. Dari yang menjadikan buku saya sebagai referensi tesis, skripsi, maupun disertasi di kampus-kampus dalam negeri dan luar negeri; hingga tiba-tiba mendapatkan surat elektronik, SMS maupun pesan singkat di Whatsapp karena buku saya dianggap “mengubah hidup?

    Karena menulis membuat saya bahagia, saya akan terus melakukannya. Karena harta tak dibawa mati, namun buku akan membuat nama kita abadi.

     

    Setiabudi, 24 November 2023

    Agung Setiyo Wibowo

  • Buku yang “Menyelamatkan” Hidupku

    Buku telah menyelamatkan hidup saya . .

    Ungkapan di atas mungkin terdengar begitu berlebihan. Namun faktanya itu yang saya alami.

    Terlahir dari keluarga petani gurem, sejak kecil saya didorong oleh kedua orang tua saya untuk mencapai apa yang disebut dengan “kesuksesan” versi orang desa. Apa itu?

    Ya  minimal tidak menjadi pengangguran selepas sekolah. Syukur-syukur kalau bisa membanggakan orang-orang di sekitar.

    Lahir dan dibesarkan di pelosok desa yang warganya mayoritas sebagai buruh tani, TKI dan petani gurem; sejak belia saya memiliki dorongan untuk mengubah nasib. Meskipun pada kenyataannya, perjalanan saya untuk menggapai mimpi tidak selalu berjalan dengan mulus.

    Mengapa buku saya anggap telah menyelamatkan hidup saya?

    Karena dari bukulah saya terinspirasi untuk maju. Dari bukulah saya bisa melihat dunia. Dari bukulah saya terdorong untuk terus-menerus mengembangkan diri. Dan dari bukulah tentu saja saya terdorong untuk mengubah nasib.

    Berikut alasan saya menyebut buku sebagai “penyelamat” hidup saya.

    Pertama, mendapatkan “tiket” beasiswa S1. Saya begitu bersyukur bisa menerbitkan buku pertama saya di tahun 2007, tahun kelulusan SMA saya. Dan buku itulah yang saya rasa menjadi pertimbangan pewawancara untuk meloloskan saya sebagai penerima beasiswa penuh S1 bernama Paramadina Fellowship. Sebuah kesempatan emas yang mengantarkan saya untuk belajar ilmu hubungan internasional di Universitas Paramadina.

    Mungkin buku memang bukan satu-satunya faktor yang membuat saya “beruntung”  menjadi penerima beasiswa tersebut. Karena ada unsur penilaian lain seperti nilai rapor, rekam jejak organisasi, prestasi memenangkan perlombaan dan seterusnya. Namun, entah mengapa saya begitu yakin bahwa bukulah yang membuat para dosen akhirnya memberikan “tiket” bernama beasiswa. Terima kasih diriku yang telah berinisiatif untuk menerbitkan buku pertama selepas SMA.

    Kedua, keluar dari jeratan Quarter-Life Crisis. Berkat membaca dan menulis buku, saya bisa berhasil dari masa kegalauan yang mengerikan. Salah satu fase terburuk yang mengantarkan saya pada titik terendah dalam hidup sebelum akhirnya menemukan titik balik. Sebuah periode yang begitu fluktuatif.  Sebuah pengalaman hidup yang mendorong saya untuk menulis buku menjadi Mantra Kehidupan

    Ya, berkat membaca ribuan bukulah saya pada akhirnya menyadari bahwa menulis buku merupakan salah satu panggilan hidup saya. Membaca buku terbukti membantu saya mengenal diri sendiri lebih baik. Begitu pun proses menulis buku.

    Terima kasih diriku yang telah mau berjuang melewati fase yang tidak mudah. Dan membaca buku maupun menulis buku telah “menyelamatkan” masa depan saya.

    Ketiga, menjadi sumber penghidupan. Sebagai manusia biasa, saya tidak terlepas dari yang namanya kesulitan keuangan. Saya pernah merasa begitu pesimis untuk bisa keluar dari jeratan utang yang mirip “gali lubang, tutup lubang”.

    Saya sempat Down. Saya mencari segala cara untuk bisa keluar dari “lingkaran setan” bernama utang. Saya mencari segala peluang yang ada di depan mata. Dari meminta umpan balik dari teman dekat hingga browsing  di internet, saya sempat “tergiur” untuk menjalani (berbagai) profesi yang nampaknya menjanjikan untuk dijalani.

    Long story short, saya tidak bisa bertahan lama di profesi-profesi baru tersebut. Meskipun memang saya kerjakan secara paruh waktu a.k.a sambilan.

    Entah “energi” dari mana yang mendorong saya, saya lagi-lagi diselamatkan oleh buku. Saya merasa menulis buku merupakan aktivitas yang mengasyikkan dan menghasilkan. Setelah fokus di situ, ternyata memang benar adanya. Ratusan juta saya dapatkan hanya dalam hitungan beberapa bulan.  Dan tentu saja peluang mendapatkan milyaran atau triliunan dari menulis buku bukan tidak mungkin kelak terjadi. Nikmat mana lagi yang saya dustakan?

    Ini bukan tentang profit. Bukan tentang ego atau kebahagiaan semu dari aktivitas bernama menulis buku. Namun  bagi saya, ini adalah tentang amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

    Dan menulis bagi saya merupakan cara saya untuk mensyukuri sisa umur yang diberikan Sang Khalik. Kini, saya begitu bangga menyebut diri saya sebagai seorang penulis buku. Karena ini bukan semata-mata untuk mendapatkan cuan. Namun lebih dari itu. Menulis buku bagi saya merupakan panggilan yang bahkan jika tidak dibayar pun, saya ikhlas melakukannya. Karena saya menyukainya.

    Setidaknya  itulah tiga alasan yang membuat buku menjadi “penyelamat” hidup di mata saya. Entah masih ada berapa banyak alasan lagi di masa depan.

    Tulisan ini saya sengaja saya buat sebagai wujud terima kasih kepada diri sendiri yang tak pernah lelah untuk menulis. Terima kasih diriku.

    Teruslah menulis, Agung!

  • Ingin Nulis 1 Buku Dalam 30 Hari? Tulis Ini!

    “Apa sih rahasia menulis buku cepat Mas Agung?”

    “Gimana cara mengatasi Writer’s Block?”

    “Aku udah berusaha menulis, tapi stuck di tengah jalan.”

    3 item di atas sering ditanyakan kepada saya di berbagai sesi pelatihan yang saya adakan. Manusia memang. Karena toh memang pertanyaan pemula.

    Berdasarkan pengalaman saya menulis buku 16 tahun terakhir, berikut tips menulis buku dengan cepat. Bahkan bisa kurang dari 30 hari.

    Lakukan riset dasar sebelum Anda mulai membuat draf
    Penulis suka membaca. Begitu Anda berhenti membuat draf untuk menemukan penelitian yang diperlukan, Anda tergoda untuk membaca tidak hanya penelitian itu tetapi juga artikel berikutnya dan penelitian berikutnya dan penelitian berikutnya. Lebih cepat dari yang Anda kira, Anda telah kehilangan tiga jam untuk membaca data penelitian menarik yang sebenarnya tidak Anda perlukan untuk menulis buku Anda.

    Pakar produktivitas akan memberi tahu Anda bahwa pola mulai-berhenti, mulai-berhentilah yang membuang-buang waktu dalam aktivitas apa pun: Mengalihkan otak Anda dari satu proses ke proses lainnya. Berpindah lokasi untuk melakukan tugas. Beralih alat untuk melakukan tugas. Intinya, lakukan riset sebelum Anda membuat draf.

    Buat garis besar keseluruhan buku sebelum Anda mulai
    Anda akan bersemangat untuk memulai setiap hari baru karena Anda akan tahu persis kemana tujuan Anda selanjutnya. Anda juga akan melihat di mana mungkin ada tumpang tindih dan menghilangkan bagian-bagian yang berlebihan sebelum Anda meluangkan waktu untuk menyusunnya.

    Jangan pernah membaca ulang apa yang Anda tulis sehari sebelumnya
    Membaca ulang dapat membuang waktu berkreasi Anda yang berharga selama berjam-jam! Teruslah melaju ke depan. Baca ulang hanya ketika Anda sedang dalam tahap pengeditan.

    Pertimbangkan maraton menulis
    Siapkan diri Anda secara fisik dan mental.  Jauhkan diri Anda dari gangguan, dan jadikan fokus total Anda menulis buku, 10 hingga 14 jam sehari, 6 hari seminggu hingga selesai. Segera setelah Anda bangun di pagi hari, buka komputer Anda dan mulailah membuat draf. Saat Anda memerlukan istirahat pertama, jadikan waktu istirahat tersebut sebagai waktu istirahat yang fungsional: Sarapan, berpakaian, atau menyikat gigi—apa pun rutinitas harian Anda. Dengan kata lain, maksimalkan “istirahat” Anda untuk melakukan apa yang diperlukan untuk menjalani 12 atau 14 jam hari menulis.

    Periksa email Anda hanya sekali sehari: di malam hari sebelum tidur
    Anda akan sangat lelah dan akan merespons segala sesuatu dengan sangat cepat hanya karena kelelahan. Orang-orang akan menunggu tanggapan Anda keesokan paginya.

    Gunakan media sosial secara bijak
    Jadwalkan postingan terlebih dahulu. Jangan berlama-lama berselancar di media sosial.

    Berkomitmenlah dengan rencana Anda
    Sangat sulit untuk menjelaskan mengapa Anda menjawab bel pintu setelah Anda mengumumkan kepada tetangga, teman, dan kerabat Anda bahwa Anda akan mengikuti maraton menulis dan tidak bisa hadir hingga tanggal X. Akuntabilitas berhasil.

    Tulis saja terlebih dahulu

    Pengenalan perangkat lunak berfungsi untuk sebagian orang. Saya lebih suka melihatnya di atas kertas atau di layar saat saya menulis, dan saya mengetik dengan sangat cepat. Menuliskannya di atas kertas memungkinkan saya melihat di mana saya memerlukan judul, ketika paragraf menjadi terlalu panjang, di mana poin-poin adalah ide yang bagus. Meskipun demikian, Anda selalu dapat memperbaiki atau menambahkan hal-hal pemformatan tersebut pada tahap pengeditan.

    Catat jam kerja, kata-kata, dan halaman-halaman Anda saat Anda membangun momentum
    Di penghujung hari, catat jam kerja, kata-kata yang ditulis, halaman-halaman yang diselesaikan. Dua alasan: Pertama, motivasi: Melihat pekerjaan Anda meningkat hari demi hari menginspirasi Anda untuk terus maju. Kedua, prediktabilitas: Setelah sekitar satu minggu, Anda akan memiliki gagasan yang kuat tentang hasil harian Anda.

    Output harian rata-rata tersebut kemudian menjadi kuota Anda—dan imbalan Anda. Tulislah setiap hari setidaknya sampai Anda mencapainya. Jika Anda mengalami hari yang sulit dalam menulis dan Anda mencapai kuota di awal hari, Anda dapat memberi penghargaan pada diri sendiri dan berhenti lebih awal.

    Lakukan penyusunan dan pengeditan dalam dua langkah berbeda
    Jangan pernah berhenti membuat draf untuk mengoreksi tata bahasa atau merevisinya agar jelas atau ringkas. Jika Anda menyadari adanya masalah saat membuat draf, cukup tambahkan inisial Anda di tempat dan buat catatan. Kemudian lanjutkan. Pertahankan momentumnya.

     

    Bagaimana? Apakah Anda tertarik menulis buku? Jika iya, tak ada salahnya membaca buku panduan menulis buku berjudul Write First berikut.

    Punya pertanyaan lebih lanjut? Hubungi saya.

  • Sudah Dapet Apa Aja Dari Buku?

    “Hari gene masih nulis buku, emang ada yang (masih mau) baca?”
    “Sebanding nggak sih perjuangan lo nulis buku dengan cuan?”
    “Emang udah dapet apa aja dari nulis bro?”
    Tiga pertanyaan di atas sering banget ku dapetin ketika teman lama maupun kenalan melihat betapa aku konsisten menulis dalam satu dekade terakhir. Aku sih sama sekali nggak tersinggung ya. Karena bukannya setiap orang berhak berkomentar?
    Jadi, udah dapet apa aja dari nulis buku? Banyak. Banyaaaaaak tentunya.
    Pertama dan yang paling penting. Aku merasa bahagia. Kebayang nggak seorang ibu yang berhasil melahirkan bayinya setelah 9 bulan mengandung bagaimana perasaannya? Kira-kira begitu pula perasaanku setiap “anak” intelektualku lahir. Plongggg, bahagia banget.
    Kedua, aku merasa hidupku bermakna. Entah sudah berapa kali aku mendapatkan ucapan terima kasih melalui SMS, pesan masuk di email atau Whatsapp, dan platform lainnya dari pembaca. Mereka merasa buku-buku saya bermanfaat. Entah bisa mengubah pola pikir, menginspirasi, membuat makin produktif, atau bisa menjadi solusi.l
    Yang paling berkesan. Banyak pembaca yang menjadikan buku aku sebagai referensi utama untuk tesis S2-nya di Jerman. Juga untuk skripsi maupun tugas akhir untuk beberapa kampus dalam negeri. Meleleh hatiku 🙂
    Ketiga, pendapatan. Motivasiku menulis adalah untuk berbagi. Ini sudah kupegang teguh dari menulis buku pertama hingga kini, tak berubah. Jadi, bagiku mau bukunya laku atau tidak bodoh amat. Diundang sebagai pembicara “gara-gara” menulis juga kujalani dengan riang. Karena bagiku mendapatkan cuan hanyalah bonus, bukan tujuan akhir.
    Keempat, jalan-jalan. Entah sudah berapa negara, kota, atau pulau yang ku datangi karena “meracik konten”. Puji Tuhan, alhamdulillah. Ini merupakan “efek samping” dari konsisten berbagi kalau kurasa.
    Kelima, warisan. Bagiku, semakin banyak buku yang kuterbitkan; semakin banyak pesan yang bisa kubagi tidak hanya kepada pembaca secara luas, namun paling penting adalah kepada anak cucuku.
    Menulis adalah berkarya untuk keabadian. Tak berlebihan bahwa buku bagiku adalah Legacy. 
     
    Nah, itu adalah beberapa hal yang kudapatkan dari menulis buku selama ini. Bagi kamu yang ingin menulis buku tapi masih bingung mau mulai dari mana, tak ada salahnya membaca Write First.
    Jadi, beranikah kamu menulis (minimal satu) buku selama hidupmu?
    Jika Tuhan memberikanmu kesempatan menulis buku, kira-kira buku tentang apa yang ingin kamu tulis?
  • Menulis Buku Mulai Dari Mana?

    “Cepet banget sih lu nulis buku, gimana caranya?

    Pertanyaan tersebut seringkali saya dapatkan secara virtual maupun ketika bertatap muka langsung dengan kenalan atau sahabat lama.

    Well, saya yakin dengan jam terbang. Jadi, prinsip “bisa karena terbiasa” dari dulu saya anut.

    Kembali ke pertanyaan tersebut, berikut “jawaban jujur” saya berdasarkan pengalaman beberapa tahun terakhir sebagai penulis profesional.

    Tulis yang Anda sukai

    Dengan menulis apa yang kita sukai, kita akan lebih bersemangat. Apa sih yang menjadi passion, hobi atau minat kita? Coba deh tulis. Saya yakin Anda akan jauh lebih cepat menulis apa yang Anda sukai.

    Tulis yang Anda kuasai

    Setiap orang tentu memiliki keterampilan andalan yang membuatnya bisa meraup cuan. Apa sih yang Anda kuasai? Bidang apa yang menjadi area Anda? Coba renungkan lagi profesi Anda. Aspek apa yang bisa Anda kembangkan untuk menjadi tulisan?

    Tulis yang Anda ingin ketahui

    Saya, Anda, dan kita semua memiliki keingintahuan pada bidang-bidang tertentu. Apa sih yang membuat Anda kepo? Cobalah menuliskannya menjadi sebuah buku. Karena itu pertanda Anda akan siap habis-habisan melakukan riset untuk mengabulkan “kekepoan” tersebut.

    Tulis yang dibutuhkan orang lain 

    Dunia ini tempatnya masalah. Dan buku merupakan salah satu solusi yang dapat kita tawarkan. Nah, jika Anda ingin buku Anda diterima atau laris di pasaran; Anda perlu melakukan riset. Cermati apa yang saat ini atau masa depan akan sangat dibutuhkan. Amati tren. Belajarkan untuk lebih peka dengan dunia di sekitar kita.

    Tulis yang Anda gelisahkan

    Jika uang bukan menjadi masalah, apa yang ingin Anda suarakan? Anda ingin menjadi “Pahlawan” dalam bidang apa? Bidang apa yang membuat Anda gregetan atau memancing Anda untuk turun lapangan? Pendidikan, teknologi, lingkungan, politik, kuliner, fesyen, atau apa?

    Nah, sekarang Anda sudah memiliki gambaran bukan?

    Apakah sudah memiliki ide untuk dituangkan?

    Berpikir boleh, tapi kalau kebanyakan mikir; Anda justru tidak akan mulai. Tulis aja dulu! Ngeditnya belakangan aja!

    Ayo menulis buku! 

     

  • Mengapa Kita Perlu Menulis Buku?

    Buku adalah salah satu perangkat untuk membantu Personal Branding yang paling ampuh. Meskipun  kini kita hidup di abad digital, “daya magis” buku tak tergantikan. Buku telah, sedang, dan akan selalu menjadi faktor pembeda yang membuat penulisnya menonjol di tengah kerumunan.
    Namun, tidak semua orang mau atau mampu menulis buku dengan berbagai dalih.
    • Aku tidak punya waktu!
    • Saya terlalu muda untuk menerbitkan buku sendiri!
    • Gue bukan ahli dalam hal apa pun, siapa yang mau baca buku gue?
    • Aku bukan siapa-siapa
    • Saya tidak kaya
    • Saya tidak pandai menulis
    • Ntar aja deh kalau gue udah pensiun
    • Saya terlalu tua untuk memulai
    • Saya nggak pede Mas!
    • Saya tak berbakat nulis Mbak!
    • Saya tidak tahu bagaimana menerbitkannya!
    Mengapa kita perlu menulis satu buku setidaknya sekali seumur hidup?
    Buku adalah rahasia yang digunakan para Public Figure untuk mengembangkan bisnis mereka, membangun Personal Branding mereka, membangun kredibilitas, berbagi perspektif, dan menceritakan kisah mereka sendiri di bidang pilihan mereka – secara langsung atau tidak langsung.

    Dokumentasikan perjalanan kita segera mungkin. Karena kita saat ini hidup di abad internal yang “banjir konten”. Semakin kita mampu memengaruhi Follower kita, semakin banyak kemungkinan pelanggan maupun calon klien dan mitra yang dapat kita jangkau.

    Inilah sebabnya, kita harus menulis buku.

    Buku adalah ‘kartu nama’
    Sebagian besar dari kita tahu bahwa membuat konten itu sangat penting, terutama di era persaingan untuk mendapatkan perhatian. Jejaring dan media sosial adalah peluang besar bagi kita untuk “memamerkan” Personal Branding dan memperkenalkan bisnis kita.

    Buku kita akan menjadi kartu nama kita saat kita tidak hadir. Saat kita menerbitkan buku, itu artinya dipamerkan ke seluruh dunia. Siapa saja dan dari mana saja dapat memilih buku kita dan mengenal kita tanpa bertemu dengan kita.

    Otoritas dan Bukti Kepakaran
    Kemungkinan besar orang yang mengambil buku kita sedang mencari sumber yang kredibel untuk membantu mereka memecahkan masalah dalam kehidupan profesional atau pribadi mereka. Ketika buku kita dapat memecahkan masalah, kita secara otomatis menjadi kredibel dan dipandang ahli oleh publik.

    Menerbitkan buku adalah cara yang efektif untuk menumbuhkan status kepakaran kita dan meningkatkan kredibilitas kita di pasaran. Umumnya, sebagian besar penulis dianggap ahli. Ketika kita menulis buku tentang subjek atau bidang tertentu, orang lain menganggap mereka ahli di bidang itu.

    Bagaimana menulis buku dapat menguntungkan bisnis atau karier kita secara positif?

    Jejaring sosial untuk kesuksesan bisnis
    Menjadi penulis membantu memudahkan kita memanfaatkan Network. Oleh karena itu, kerap kali saya pergi ke acara apapun yang tidak terkait dengan buku, saya selalu membawa buku saya sebagai “cinderamata”. Harap dicatat bahwa menerbitkan buku tidak selalu hanya tentang penghasilan tambahan, tetapi platform yang lebih besar untuk menciptakan jalan bagi pendapatan multisumber.

    Media untuk mempromosikan diri
    Saya telah mengenal dan bekerja dengan pemilik bisnis atau pakar di bidang tertentu yang merupakan pembicara yang luar biasa tetapi tidak dapat mengembangkan “karier pembicara” mereka tanpa memiliki buku. Namun, begitu mereka menerbitkan buku; peluang untuk diundang sebagai pembicara, trainer, coach maupun konsultan terbuka lebar. Ini mungkin tidak berlaku untuk setiap industri; tetapi dalam kebanyakan kasus, sebuah buku benar-benar dapat meningkatkan “karier untuk berbagi”.

    Membantu membangun reputasi dan kredibilitas 
    Begitu kita menambahkan kata ‘Penulis’ di depan nama kita, semuanya berubah. Tiba-tiba, kita dapat “menonjol” dari keramaian. Kita adalah pakar yang diakui di domain kita, orang ingin mendengarkan apa yang kita katakan.

    Konsumen tidak suka ditawari
    Buku adalah cara yang jauh lebih baik untuk memanfaatkan dan meningkatkan jangkauan dan interaksi klien kita. Sebuah buku, sebagai kartu nama, adalah alasan yang bagus untuk menerbitkannya dan menjangkau klien kita tanpa terlihat seperti kita memaksakan produk atau jasa pada mereka. Saya telah mendapatkan sebagian besar klien saya saat ini karena mereka “menemukan” saya melalui buku secara online maupun dari toko buku yang dapat memberi mereka solusi untuk masalah mereka.

    Berbagai sumber pendapatan
    Menjadi penulis  memungkinkan kita memiliki sumber pendapatan lain dan mendapatkan royalti seumur hidup. Menerbitkan buku juga membantu kita dalam  dunia Public Speaking karena kita adalah penulis dengan otoritas, kredibilitas, dan keahlian.

    Tidak mudah menjadi pembicara bayaran profesional tanpa buku. Orang-orang sudah mulai berbicara karier tanpa buku. Tentu saja, sebagian besar pembicara profesional akhirnya menulis satu atau dua buku; dan ketika mereka melakukannya, biaya berbicara mereka biasanya meningkat.

    Selain berbicara, banyak konsultan dan pembicara juga mengadakan lokakarya maupun pelatihan. Selain itu, tidak sedikit yang menjadikan buku mereka sebagai dasar untuk membuat pelatihan online.

    Di luar aspek cuan, menulis merupakan salah satu cara untuk mendapatkan “amal jariyah”. Selama ada pembaca atau orang yang mendapatkan manfaat dari buku, kita terus akan mendapatkan “pahala”.

    Tidak hanya itu, buku juga bisa kita wariskan kepada anak, cucu atau keturunan kita. Bukankah mereka akan bangga jika memiliki orang tua, kakek/nenek, atau leluhur yang notabene sebagai penulis?
    Jadi, kapan Anda ingin menulis buku pertama Anda?
    Apa yang membuat diri Anda belum menerbitkan buku?
    Apakah Anda telah berjuang untuk menulis buku akan tetapi kesulitan menyelesaikannya?
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 21 April 2023