Menulis itu Membuat Bahagia, Bener Nggak?

Menulis itu membahagiakan. Bener nggak sih?

Kalau pengalaman pribadi saya sih, iya! Menulis membuatku bahagia. Karena saya bisa mengekspresikan diri dengan leluasa tanpa takut dikritik oleh orang lain.

Dari 16 tahun pengalaman menulis sejauh ini, ada begitu banyak momen yang semakin membuat saya yakin bahwa menulis itu membahagiakan.

Pertama, mendapatkan “tiket” beasiswa S1. Berkat menerbitkan buku selepas SMA, saya mendapatkan “keberuntungan” untuk mendapatkan beasiswa penuh senilai Rp 110 juta dari Pak Theodore Permadi Rachmat (Mantan CEO PT Astra International Tbk dan Pendiri Triputra Group). Sebuah kesempatan yang mengantarkan saya bisa belajar Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Paramadina.

Kedua, membantu saya keluar dari Quarter-Life Crisis. Di usia 27 saya merasa “stuck” dalam hidup. Sehingga mendorong saya untuk Resign dari pekerjaan untuk saya manfaatkan menikmati #CareerBreak selama setahun penuh dalam misi #Sabbatical. Berkat membaca ribuan buku dan (belajar) menulis buku secara otodidak, saya bisa keluar dari masa yang penuh turbulensi tersebut.

Ketiga, membantu saya keluar dari jeratan utang. Karena pernah terlilit utang yang tidak sedikit, saya mencari berbagai cara untuk mengatasinya. Segala upaya telah saya kerahkan untuk mewujudkannya. Dan pada akhirnya, bukulah yang membantu saya keluar dari “lingkaran setan” bernama utang.

Berkat menulis bukulah saya bisa meraup ratusan juta dalam hitungan beberapa bulan saja. Bukan tidak mungkin kelak bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan dari #menulis. Suatu hal yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan.

Keempat, kesempatan berbagi. Berkat menulis saya telah menjelajahi berbagai negara, kota, dan pulau. Sebagai orang yang ketika masih kecil ingin sekali menjadi guru, rasanya menjadi penulis adalah salah satu pencapaian terbaik bagi diri saya meskipun saya akui bahwa saya bukan penulis sempurna. Berkat menulis, saya diundang untuk mengisi berbagai acara seperti pelatihan, seminar, lokakarya, atau event terkait.

Kelima, meraih pengakuan. Sejujurnya, tujuan saya menulis hanyalah berbagi. Namun tak bisa saya pungkiri, di awal merintis karier menulis, tujuan saya memang mendapatkan pengakuan dari orang lain. Seiring berjalannya waktu, saya merasa tujuan menulis untuk mendapatkan pengakuan itu menyesatkan. Karena itu begitu egois. Dan bisa menjadi bumerang jika tidak tercapai.

Dalam enam tahun terakhir, saya sama sekali tidak berniat mendapatkan pengakuan sebagai tujuan saya. Namun, ketika saya menulis sebaik mungkin, lalu ada orang yang mengapresiasi itu lain soal, bukan? Saya begitu percaya bahwa biarlah karya yang akan “bersuara” sendiri.  Kalau karya kita bermanfaat untuk orang banyak, bukankah itu lebih dari cukup?

Keenam, membuat saya terus-menerus membaca. Sejak kecil hobi saya memang membaca. Dari bangku SD sampai perguruan tinggi, saya selalu menjadi pelajar yang paling banyak meminjam buku. Tidak percaya? Silakan cek sendiri ke almamater-almamater saya. Semoga mereka masih menyimpan rekapnya ya 🙂

Bagi saya, membaca itu membuat kecanduan dalam arti positif. Dan memang sebagai penulis,  hobi membaca itu menurut saya sebuah keharusan – bukan paksaan.

Ketujuh, membuat saya terus merasa bodoh. Jika Anda menuliskan nama lengkap saya di Google, Anda akan menemukan bahwa topik buku yang saya tulis maupun yang saya tuliskan untuk klien begitu beragam.

Nah, itu artinya saya terpacu untuk terus belajar berkat menulis. Dan itu membuat saya bahagia bukan main. Karena bukankah jika merasa pintar kita tidak bisa #LevelUp?

Kedelapan, mendapatkan ucapan terima kasih. Saya rasa inilah yang paling utama. Mendapatkan ucapakan terima kasih dari orang lain tidak pernah terlintas dari pikiran saya.

Namun, sudah tidak terhitung orang yang mengucapkan terima kasih karena mereka merasa mendapatkan “sesuatu” dari buku saya. Dari yang menjadikan buku saya sebagai referensi tesis, skripsi, maupun disertasi di kampus-kampus dalam negeri dan luar negeri; hingga tiba-tiba mendapatkan surat elektronik, SMS maupun pesan singkat di Whatsapp karena buku saya dianggap “mengubah hidup?

Karena menulis membuat saya bahagia, saya akan terus melakukannya. Karena harta tak dibawa mati, namun buku akan membuat nama kita abadi.

 

Setiabudi, 24 November 2023

Agung Setiyo Wibowo

Share on FacebookShare on Google+Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn

Leave a Reply