Tag: Penulis

  • Senja Kala Industri Perbukuan

    Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia dihebohkan dengan tutupnya Toko Gunung Agung. Banyak yang menyayangkan tumbangnya jaringan toko buku yang berdiri sejak tahun 1953 tersebut.

    Sebelum menutup seluruh jaringan toko bukunya, Toko Gunung Agung bisa dikatakan pernah mengalami masa kejayaannya di tahun 1990an. Pada periode tersebut, usaha yang dirintis oleh Tjio Wie Tay tersebut menguasai 25% pangsa pasar penjualan buku di tanah air.

    Tutupnya Toko Gunung Agung secara permanen menjadi kabar buruk bagi kemajuan literasi di tanah air. Pasalnya, sebelumnya publik sudah dibuat sedih dengan tutupnya (sebagian) gerai-gerai milik jaringan toko buku kenamaan seperti Books and Beyond, Togamas dan Kinokuniya.

    Faktor Kehadiran Internet
    Harus diakui bahwa perkembangan internet menjadi awal anjloknya bisnis toko buku fisik. Pasalnya, kehadiran internet membuat masyarakat bisa lebih mudah membaca buku versi digital (ebook) dengan biaya jauh lebih terjangkau. Tak mengherankan bila Kindle, Google Play Books atau Gramedia Digital dalam satu dekade terakhir menunjukkan tren perkembangan yang menakjubkan.

    Di sisi lain, budaya membaca buku masyarakat Indonesia memang dapat dikatakan memprihatinkan. Anak-anak muda kita jauh lebih betah berjam-jam menikmati konten digital di YouTube, TikTok, Instagram dan berderet platform media sosial lainnya dibandingkan dengan membaca buku.

    Dari perspektif (sebagian) penulis, pendapatan dari menulis buku juga belum dapat diharapkan banyak. Rendahnya besaran royalti, transparansi angka penjualan buku dari (sejumlah) penerbitan yang meragukan, tingginya pajak royalti, dan lesunya penjualan buku menjadi faktornya. Realita tersebut diperburuk dengan masifnya pembajakan buku yang dijual secara bebas melalui sejumlah ecommerce kenamaan seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan semacamnya.

    Tak mengherankan bila profesi penulis kurang menjanjikan di mata generasi “zaman now” dibandingkan menjadi Content Creator, PNS, pengusaha ataupun karyawan di perusahan multinasional.

    Faktanya adalah kita perlu menjual banyak buku untuk menjadi seorang penulis yang “sukses”. Bagi sebagian besar penerbit tradisional, bisa menjual 2.000 buku dianggap sukses. Angka tersebut adalah rata-rata jumlah eksemplar buku untuk satu periode cetak. Jika ada kebutuhan yang masih tinggi dari pembaca, biasanya penerbit akan mencetak ulang suatu buku.

    Namun, berapa banyak uang yang diperoleh seorang penulis dengan menjual 2.000 eksemplar dalam setahun? Katakanlah harga jual bukunya adalah Rp 50.000 dan royaltinya adalah 10%. Maka, dari satu buku yang diterbitkan, penulis akan mendapatkan Rp 10.000.000 setahun — itupun jika langsung ludes semuanya.

    Bagaimana strategi penulis full time agar bisa bertahan? Tentu saja, dengan menerbitkan semakin banyak buku (best-seller). Tidak sedikit yang menjual keahlian menulisnya menjadi seorang Co-writer, Ghostwriter, Copywriter, hingga Editor.

    Faktanya, jumlah penulis full time di Indonesia masih begitu rendah. Sebagian besar menjadikan penulis sebagai “profesi sambilan” dari pekerjaan utamanya. Kendati harus diakui ada segelintir penulis full time yang bisa eksis atau “sukses”. Namun jumlahnya ada berapa? Bisa dihitung dengan jari.

    “Lonceng Kematian” Industri Perbukuan?
    Dengan rendahnya minat generasi muda untuk menjadi penulis, makin menurunnya minat masyarakat untuk membaca buku, dan gempuran pembajakan buku; apakah itu semua menjadi pertanda tumbangnya industri perbukuan? Sebagian analis memang mengatakan bahwa era kejayaan penerbitan tradisional telah berlalu. Sementara itu, sebagian pihak lain mengatakan bahwa industri perbukuan hanya menyesuaikan diri — bukannya mati — karena fondasi literasi dan penyebaran pengetahuan masih bergantung pada buku — bukan pada konten-konten “murahan” berbasis digital.

    Penting bagi kita untuk memahami bahwa perdebatan mengenai kelangsungan industri perbukuan masih berkutat pada aspek profitabilitas. Akankah industri perbukuan terus menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan operasinya di masa depan, atau apakah industri ini berada di ambang kematian?

    Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor kunci.

    Maraknya digitalisasi tidak diragukan lagi berdampak pada industri perbukuan. Masyarakat semakin beralih ke buku digital dan e-book dibandingkan buku cetak tradisional. Meskipun konten digital diyakini kurang menguntungkan dibandingkan buku bersampul keras, konten digital memiliki jangkauan yang lebih luas dan memenuhi preferensi audiens yang melek teknologi – khususnya generasi milenial, generasi Z, dan kemungkinan generasi-generasi yang lebih muda di masa depan.

    Format digital memungkinkan penyertaan konten tambahan, seperti elemen multimedia dan fitur interaktif, yang meningkatkan pengalaman membaca dan memberikan peluang pendapatan baru bagi penerbit. Memang benar bahwa jumlah pencetakan buku mengalami penurunan secara global namun masih jauh dari punah, khususnya di sektor pendidikan. Buku teks, bahan referensi, dan publikasi cetak terus menjadi penting bagi sekolah, perguruan tinggi, universitas, perpustakaan, fakultas kedokteran, firma hukum, dan berbagai institusi lainnya. Buktinya apa?

    Jika kita perhatikan secara saksama, jumlah penerbitan mayor maupun indie masih begitu subur di kota-kota pelajar seperti Yogyakarta, Malang, Bandung, dan Solo. Itu menandakan masih ada “kue” untuk diperebutkan.

    Di era digital yang berkembang pesat saat ini, perdebatan seputar keuntungan buku fisik versus e-book tetap menjadi topik yang kontroversial dan memiliki banyak segi. Meskipun mungkin tampak intuitif bahwa e-book, dengan kemudahan dan aksesibilitasnya, akan mendominasi pasar, kenyataannya tidak seperti yang terlihat. Masih ada begitu banyak orang yang lebih nyaman melipat, mencoret, atau menandai halaman yang terakhir dibaca melalui buku cetak dibandingkan dengan membaca buku digital dengan segala kepraktisannya.

    Bertentangan dengan anggapan umum, banyak penelitian dan analisis pasar secara konsisten menunjukkan bahwa penjualan buku fisik terus melebihi penjualan e-book. Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center (25 Januari – 8 Februari 2021), “% orang dewasa AS yang mengatakan bahwa mereka telah membaca ____ dalam 12 bulan sebelumnya” adalah sebagai berikut:
    · 32% hanya mencetak buku
    · 9% buku digital saja (termasuk e-book dan buku audio)
    · 23% tidak ada buku
    · 2% tidak tahu menolak
    · 33% buku cetak dan digital

    Sayangnya, saya belum atau tidak menemukan riset serupa untuk pasar Indonesia. Kendati demikian, menurut hemat saya sebagai penulis sekaligus penggemar buku; industri perbukuan masih jauh rasanya jika dikatakan akan tumbang. Penerbit-penerbit lokal kita hanya perlu beradaptasi menyesuaikan kebutuhan pasar. Misalnya, dengan merilis buku cetak dan ebook sekaligus di setiap penerbitan, membuat dan menjual versi audiobooknya, hingga membuat materi-materi pelatihan berbasis konten buku untuk genre buku pengembangan diri khususnya.

    Simalakama Pembajakan
    Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri perbukuan adalah pembajakan. Sama seperti industri musik dan film, pembajakan merupakan ancaman serius terhadap penghidupan penerbit dan penulis. Pembajakan tidak hanya menghilangkan pendapatan yang sah bagi pembuat konten, tetapi juga melemahkan insentif untuk memproduksi konten baru.

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi pembajakan, termasuk tindakan hukum, teknologi manajemen hak digital (DRM), dan kampanye kesadaran masyarakat. Namun permasalahannya tetap ada dan belum ada solusi yang pasti. Penting bagi konsumen untuk memahami dampak negatif pembajakan dan mendukung penulis dan penerbit dengan membeli buku yang sah.

    Selain tantangan digitalisasi dan pembajakan, industri perbukuan juga menghadapi beberapa masalah mendesak lainnya yang berdampak signifikan terhadap operasional dan profitabilitasnya.

    Produksi buku cetak melibatkan berbagai biaya, termasuk biaya kertas, tinta, peralatan pencetakan, dan transportasi. Selama bertahun-tahun, harga komponen penting ini terus meningkat. Meningkatnya harga kertas dan tinta cetak tidak hanya mempengaruhi margin keuntungan penerbit tetapi juga menyebabkan harga buku yang lebih tinggi bagi konsumen. Penerbit sering kali perlu mengambil keputusan sulit mengenai proses pencetakan dan harga untuk mempertahankan daya saing mereka.

    Ketergantungan industri percetakan pada kertas telah menimbulkan permasalahan lingkungan. Produksi kertas melibatkan penggundulan hutan, penggunaan air, dan konsumsi energi. Selain itu, pengangkutan buku di seluruh dunia berkontribusi terhadap emisi karbon. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, penerbit menghadapi tekanan untuk menerapkan praktik yang lebih berkelanjutan. Beberapa penerbit sedang menjajaki opsi seperti kertas daur ulang, metode pencetakan ramah lingkungan, dan penerbitan digital sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan pencetakan tradisional.

    Menerbitkan buku, baik itu novel, karya non-fiksi, atau teks akademis, merupakan investasi yang signifikan bagi penerbit. Sayangnya, tidak semua buku mencapai tingkat kesuksesan yang diharapkan. Beberapa judul gagal mendapatkan daya tarik di pasar, sehingga mengakibatkan kerugian finansial bagi penerbit. Kerugian ini bisa sangat memberatkan bagi penerbit kecil dan independen (penerbit indie). Pasar buku yang tidak dapat diprediksi menyulitkan penerbit untuk mempertahankan profitabilitas yang konsisten.

    Preferensi pembaca terus berkembang. Meskipun banyak pembaca yang menyukai e-book dan konten digital, beberapa masih lebih menyukai pengalaman membaca buku fisik. Penerbit harus menavigasi perubahan preferensi ini dengan menawarkan beragam format. Hal ini memerlukan investasi pada platform penerbitan digital, strategi pemasaran, dan saluran distribusi untuk melayani spektrum pembaca yang luas.

    Epilog

    Kesimpulannya, industri perbukuan menghadapi banyak tantangan selain digitalisasi dan pembajakan. Meningkatnya biaya kertas, tinta, dan transportasi, ditambah dengan permasalahan lingkungan, memberikan tekanan pada model pencetakan tradisional. Hasil pasar yang tidak dapat diprediksi dan perubahan preferensi konsumen menambah kompleksitas industri ini.

    Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, industri perbukuan tetap tangguh dan mudah beradaptasi, dan industri ini bukanlah industri yang sedang sekarat. Penerbit terus menemukan cara inovatif untuk mengatasi hambatan, seperti mengeksplorasi praktik ramah lingkungan dan mendiversifikasi penawaran produk mereka. Permintaan akan buku dan penyebaran pengetahuan tetap tinggi, sehingga memastikan adanya kebutuhan yang berkelanjutan akan layanan penerbitan. Digitalisasi mungkin telah mengubah lanskap, namun juga membuka jalan baru untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dan menghasilkan pendapatan.

    Selama ada permintaan akan pengetahuan dan penyampaian cerita, industri perbukuan akan menemukan cara untuk berkembang dalam lanskap yang terus berubah, memastikan bahwa buku terus menjadi bagian penting dari masyarakat kita. Sebagai konsumen, dukungan kita terhadap konten yang sah sangat penting dalam mempertahankan industri perbukuan. Pada akhirnya, kemampuan industri untuk beradaptasi terhadap perubahan tren dan memanfaatkan teknologi baru akan menentukan keberhasilan jangka panjangnya. Penerbitan mungkin terus berkembang, namun masih jauh dari kepunahan. Industri perbukuan mungkin mengalami fluktuasi yang begitu besar, namun sepertinya masih jauh dari lonceng kematian.

    Bagaimana dengan Anda?
    Kapan terakhir kali Anda membaca buku cetak?
    Apakah kehadiran YouTube, TikTok, Instagram dan platfom-platform media sosial lain telah membuat Anda makin enggan membaca buku?

  • Bangga Menjadi Ghost Writer

    Ghost Writer.
    Kata ini sama sekali tidak pernah masuk dalam “radar” saya ketika masih berstatus sebagai pelajar. Lahir dan besar di sebuah dusun kecil di pelosok Magetan, Jawa Timur; impian kebanyakan teman-teman saya adalah menjadi PNS, guru dan tentara.
    Namun, takdir berkata lain.
    Setelah mencoba “mencicipi” beberapa profesi seperti Humas, Dosen, Desainer Pembelajaran dan Konsultan SDM; saya merasa cukup cocok menjadi seorang Penulis. Dari yang awalnya sebuah ketidaksengajaan, kini saya merasa bangga dan menikmati proses menjadi seorang penulis.
    Bukan Sebuah Kebetulan?
    Sejujurnya, buku pertama yang lahir dari tangan saya terbit pada saaat usia saya 19 tahun. Meskipun buku tersebut tidak diterbitkan penerbit besar, saya merasa karya pertama tersebut menjadi hal yang membuat diri saya berharga.
    Setelah berhasil menelurkan belasan buku, saya baru menyadari bahwa menjadi penulis bagi saya bukanlah sebuah kebetulan. Melainkan suratan takdir yang perlu saya syukuri.
    Ya, saya mengamini bahwa manusia bisa memilih. Namun toh pada akhirnya, jalan hidup orang memang misteri.
    Dari Penulis ke Ghost Writer
    Berkat dedikasi saya sebagai penulis, pelan tapi pasti saya menikmati profesi sebagai Ghost Writer. Melihat klien bahagia karena bukunya terbit atau diterbitkan penerbit besar merupakan kepuasan tersendiri bagi saya.
    Memang, sebagai penulis kita mungkin akan lebih bangga jika melihat buku karya kita sendiri “tampil” di rak-rak toko buku ternama. Namun, kini saya jauh lebih bangga jika bisa “menembuskan” buku yang saya tulis untuk klien ke penerbit-penerbit terkemuka.
    Apakah Anda berminat menjadi Ghost Writer?
    Mau belajar menjadi penulis profesional?
    Jangan sungkan untuk menghubungi saya.
  • Kesalahan Fatal dalam Memilih Ghostwriter

    Apakah Anda sedang mencari Ghostwriter profesional?

    Jika ya, apakah Anda memiliki kendala?

    Di zaman sekarang, Anda begitu dimudahkan untuk menemukan Ghostwriter. Ketik saja di Google dengan kata kunci apa pun. Anda akan mendapatkan daftar Ghostwriter yang begitu berlimpah ruah.

    Sayangnya, memilih Ghostwriter dari ribuan atau mungkin puluhan ribu pilihan tidaklah mudah. Tak mengherankan bila memilih Ghostwriter itu gampang-gampang susah.

    Saat Anda memilih Ghostwriter, tentu Anda tidak ingin salah pilih bukan? Saya yakin Anda tidak ingin kecewa di kemudian hari karena mendapaktan hasil yang di luar ekspektasi.

    Nah, dalam kapasitas saya sebagai seorang Ghostwriter. Berikut beberapa kesalahan fatal kebanyakan orang ketika memilih Ghostwriter.

    Pertama, tidak memeriksa buku yang mereka terbitkan.  Apakah calon Ghostwriter memiliki buku yang telah diterbitkan? Jika ya, siapa penerbitnya?

    Seorang penulis profesional yang layak harus memiliki beberapa karya yang diterbitkan. Jika editor tidak mau mengambil risiko, mengapa Anda harus melakukannya? Oleh karena itu, periksalah latar belakang mereka secara saksama. Seberapa baik keterampilan menulis mereka? Apakah pekerjaan mereka sebelumnya?

    Kedua, tidak meminta referensi.  Anda tentu tidak ingin membeli kucing dalam karung bukan? Oleh karena itu, Anda perlu mendapatkan referensi jika memungkinkan.  Bisakah mereka memberikan referensi dari klien sebelumnya? Adakah ulasan di internet yang membeberkan kualitas mereka?

    Ketiga, hanya menemukan penulis – bukan Ghostwriter. Seorang penulis belum tentu bisa menjadi seorang Ghostwriter. Tapi seorang Ghostwriter tentu merupakan seorang penulis profesional.

    Anda perlu memastikan bahwa Ghostwriter Anda memiliki pengalaman menuliskan buku orang lain sebelumnya. Lebih ideal lagi jika Ghostwriter yang Anda pilih memiliki latar belakang minat, kesamaan profesi atau keterampilan yang tidak jauh berbeda dengan Anda. Ingat, Anda membayar mereka. Oleh karena itu pastikan mereka dapat melepaskan ego mereka untuk keinginan Anda.

    Keempat, tidak membaca contoh tulisan yang relevan. Mintalah dari Ghostwriter contoh tulisan mereka sebelumnya. Melalui cara ini, Anda bisa mengetahui gaya penulisan mereka.

    Kelima, tidak bertemu tatap muka. Anda perlu bertemu dengan Ghostwriter secara langsung meskipun Anda bisa melakukannya secara virtual. Bertemu langsung bisa membangun kepercayaan Anda kepada mereka. Sebaliknya, mereka pun bisa mengenali lebih dekat diri Anda. Kedekatan tersebut menjadi kunci suksesnya penulisan buku.

    Keenam, tidak ada proses penyuntingan. Seorang penulis yang baik belum tentu piawai menjadi seorang Editor. Oleh karena itu, pastikan Ghostwriter Anda memiliki kecakapan dalam menyunting tulisan.

    Ketujuh, tidak menetapkan tenggat waktu yang jelas. Komunikasi adalah kuncinya. Perjelas kapan Anda ingin buku Anda selesai dari awal – dan cari tahu apa yang perlu Anda lakukan untuk mematuhi jadwal tersebut. Jika Anda perlu memberikan masukan pada tahap tertentu, pastikan Anda memasukkannya ke dalam buku catatan Anda agar tidak menjadi penghalang dalam prosesnya. Dengan begitu Anda dapat dengan mudah menghindari waktu yang lebih lama dari yang dibahas sebelumnya.

    Kedelapan, tidak mengetahui seluruh  biaya produksi buku Anda. Anda mungkin telah menerima penawaran untuk menulis buku Anda. Namun tahukah Anda seluruh biaya proyek Anda, termasuk pengeditan, pengoreksian, desain, pencetakan, dan pengiriman ataukah Ghostwriter hanya membantu menulis saja? Sangat menggoda untuk hanya melihat biaya yang penulis usulkan, dan mengabaikan apa yang perlu Anda lakukan untuk benar-benar menghasilkan buku yang Anda banggakan.

    Kesembilan, jangan terbuai dengan janji palsu. Semua Ghostwriter mungkin akan mengklaim bahwa mereka adalah yang terbaik di bidangnya. Mereka mengaku memiliki relasi yang kuat dengan banyak penerbit besar. Atau mungkin ada yang menjanjikan bahwa buku Anda dijanjikan “pasti tembus” penerbit besar.

    Jika Anda mendapati Ghostwriter seperti itu, jangan gampang percaya. Anda perlu lebih hati-hati. Karena berdasarkan pengalaman saya diterima atau tidaknya naskah kita ditentukan oleh penerbit.

    Nah, apakah Anda masih memiliki keraguan dalam memilih Ghostwriter? Atau pernah memiliki pengalaman kurang baik dalam menggunakan jasa Ghostwriter? Mari berdiskusi.

  • Buku yang “Menyelamatkan” Hidupku

    Buku telah menyelamatkan hidup saya . .

    Ungkapan di atas mungkin terdengar begitu berlebihan. Namun faktanya itu yang saya alami.

    Terlahir dari keluarga petani gurem, sejak kecil saya didorong oleh kedua orang tua saya untuk mencapai apa yang disebut dengan “kesuksesan” versi orang desa. Apa itu?

    Ya  minimal tidak menjadi pengangguran selepas sekolah. Syukur-syukur kalau bisa membanggakan orang-orang di sekitar.

    Lahir dan dibesarkan di pelosok desa yang warganya mayoritas sebagai buruh tani, TKI dan petani gurem; sejak belia saya memiliki dorongan untuk mengubah nasib. Meskipun pada kenyataannya, perjalanan saya untuk menggapai mimpi tidak selalu berjalan dengan mulus.

    Mengapa buku saya anggap telah menyelamatkan hidup saya?

    Karena dari bukulah saya terinspirasi untuk maju. Dari bukulah saya bisa melihat dunia. Dari bukulah saya terdorong untuk terus-menerus mengembangkan diri. Dan dari bukulah tentu saja saya terdorong untuk mengubah nasib.

    Berikut alasan saya menyebut buku sebagai “penyelamat” hidup saya.

    Pertama, mendapatkan “tiket” beasiswa S1. Saya begitu bersyukur bisa menerbitkan buku pertama saya di tahun 2007, tahun kelulusan SMA saya. Dan buku itulah yang saya rasa menjadi pertimbangan pewawancara untuk meloloskan saya sebagai penerima beasiswa penuh S1 bernama Paramadina Fellowship. Sebuah kesempatan emas yang mengantarkan saya untuk belajar ilmu hubungan internasional di Universitas Paramadina.

    Mungkin buku memang bukan satu-satunya faktor yang membuat saya “beruntung”  menjadi penerima beasiswa tersebut. Karena ada unsur penilaian lain seperti nilai rapor, rekam jejak organisasi, prestasi memenangkan perlombaan dan seterusnya. Namun, entah mengapa saya begitu yakin bahwa bukulah yang membuat para dosen akhirnya memberikan “tiket” bernama beasiswa. Terima kasih diriku yang telah berinisiatif untuk menerbitkan buku pertama selepas SMA.

    Kedua, keluar dari jeratan Quarter-Life Crisis. Berkat membaca dan menulis buku, saya bisa berhasil dari masa kegalauan yang mengerikan. Salah satu fase terburuk yang mengantarkan saya pada titik terendah dalam hidup sebelum akhirnya menemukan titik balik. Sebuah periode yang begitu fluktuatif.  Sebuah pengalaman hidup yang mendorong saya untuk menulis buku menjadi Mantra Kehidupan

    Ya, berkat membaca ribuan bukulah saya pada akhirnya menyadari bahwa menulis buku merupakan salah satu panggilan hidup saya. Membaca buku terbukti membantu saya mengenal diri sendiri lebih baik. Begitu pun proses menulis buku.

    Terima kasih diriku yang telah mau berjuang melewati fase yang tidak mudah. Dan membaca buku maupun menulis buku telah “menyelamatkan” masa depan saya.

    Ketiga, menjadi sumber penghidupan. Sebagai manusia biasa, saya tidak terlepas dari yang namanya kesulitan keuangan. Saya pernah merasa begitu pesimis untuk bisa keluar dari jeratan utang yang mirip “gali lubang, tutup lubang”.

    Saya sempat Down. Saya mencari segala cara untuk bisa keluar dari “lingkaran setan” bernama utang. Saya mencari segala peluang yang ada di depan mata. Dari meminta umpan balik dari teman dekat hingga browsing  di internet, saya sempat “tergiur” untuk menjalani (berbagai) profesi yang nampaknya menjanjikan untuk dijalani.

    Long story short, saya tidak bisa bertahan lama di profesi-profesi baru tersebut. Meskipun memang saya kerjakan secara paruh waktu a.k.a sambilan.

    Entah “energi” dari mana yang mendorong saya, saya lagi-lagi diselamatkan oleh buku. Saya merasa menulis buku merupakan aktivitas yang mengasyikkan dan menghasilkan. Setelah fokus di situ, ternyata memang benar adanya. Ratusan juta saya dapatkan hanya dalam hitungan beberapa bulan.  Dan tentu saja peluang mendapatkan milyaran atau triliunan dari menulis buku bukan tidak mungkin kelak terjadi. Nikmat mana lagi yang saya dustakan?

    Ini bukan tentang profit. Bukan tentang ego atau kebahagiaan semu dari aktivitas bernama menulis buku. Namun  bagi saya, ini adalah tentang amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

    Dan menulis bagi saya merupakan cara saya untuk mensyukuri sisa umur yang diberikan Sang Khalik. Kini, saya begitu bangga menyebut diri saya sebagai seorang penulis buku. Karena ini bukan semata-mata untuk mendapatkan cuan. Namun lebih dari itu. Menulis buku bagi saya merupakan panggilan yang bahkan jika tidak dibayar pun, saya ikhlas melakukannya. Karena saya menyukainya.

    Setidaknya  itulah tiga alasan yang membuat buku menjadi “penyelamat” hidup di mata saya. Entah masih ada berapa banyak alasan lagi di masa depan.

    Tulisan ini saya sengaja saya buat sebagai wujud terima kasih kepada diri sendiri yang tak pernah lelah untuk menulis. Terima kasih diriku.

    Teruslah menulis, Agung!

  • Tips Menemukan Ghost Writer yang Cocok

    Menemukan Ghost Writer yang cocok memang gampang-gampang susah. Setuju kah teman-teman?

    Ya, seperti menemukan pekerjaan yang cocok atau jodoh yang cocok lah ya. Serupa tapi tak sama.

    Saya jadi teringat dengan salah satu klien yang notabene merupakan seorang petinggi BUMN Perbankan. Sebelumnya, ia pernah mencoba 2 Ghost Writer berbeda untuk menuliskan pemikirannya menjadi sebuah buku. Namun menurut beliau, kualitas buku yang dihasilkan tak sesuai dengan harapan. Sehingga, aku orang ketiga yang dipercaya untuk mewujudkannya. Dan ternyata aku berjodoh. Buku beliau berhasil menembus penerbit beken sekelas Elex Media Komputindo tanpa biaya sepeser pun.

    Selidik demi selidik, petinggi BUMN tersebut mengaku bahwa dua Ghost Writer kurang mampu menyesuaikan gaya bahasanya dengan bahasa bidang industri atau profesi tersebut. Dengan kata lain, tidak ada kecocokan antara Ghost Writer  dengan klien.

    Nah, bagaimana cara Menemukan Ghost Writer yang cocok dong? Kan itu ibarat mencari jarum dalam tumpukan sekam bukan?

    Pertama, dan mungkin ini yang termudah, baca salah satu buku karya Ghost Writer tersebut. Apakah gaya bahasa yang digunakan kamu sukai? Bagaimana gaya storytelling-nya?

    Kedua, amati latar belakangnya. Apa profesi Ghost Writer sebelumnya? Apakah ia jurnalis? Ataukah ia profesional yang pernah menekuni bidang tertentu?

    Jika ia seorang jurnalis atau copywriter, pastikan kamu yakin betul mereka adalah penulis yang handal. Karena pengetahuan cepat diperoleh, tapi “penjiwaan” pada topik tertentu belum tentu bukan?

    Sebisa mungkin, kamu mendapatkan Ghost Writer yang memiliki pengalaman langsung di bidang yang ingin kamu tulis. Jika memungkinkan loh ya.

    Ketiga, ajak ngobrol lebih jauh. Jika kamu berada di kota yang berbeda, ajak Ghost Writer yang kamu bidik untuk bertemu secara virtual via Zoom, Teams atau platform sejenis. Jika kamu tinggal di area yang sama, sebisa mungkin kamu bertemu tatap muka. Tanyakan secara detil mengenai pengalaman, mekanisme kerja, biaya, dan seterusnya.

    Nah, itulah 3 tips menemukan Ghost Writer yang cocok versi saya. Apakah kamu tertarik menulis buku dan menerbitkan buku guys?

     

  • Butuh Jasa Ghostwriter? Kamu Perlu Pahami Ini

    Ghostwriter membantu orang sibuk atau non-penulis menceritakan kisah yang ingin mereka bagikan kepada dunia. Entah mereka membantu orang-orang terkenal dalam menceritakan kisah hidup mereka, membantu wirausahawan sibuk berbagi wawasan bisnis mereka, atau membimbing penulis yang kurang terampil melalui proses mewujudkan konsep, Ghostwriter bekerja keras, dan mereka berkomitmen kepada Anda untuk menulis buku.

    Bagaimana Anda bisa yakin bahwa seorang Ghostwriter tepat untuk proyek Anda? Bagaimana Anda mengidentifikasi Ghostwriter yang tepat untuk membantu Anda mewujudkan buku impian Anda?

    Kapan harus menggunakan Ghostwriter?
    Bagaimana Anda tahu jika menggunakan Ghostwriter profesional untuk proyek Anda masuk akal?

    Beberapa keuntungan paling signifikan dari menyewa seorang Ghostwriter adalah tulisan berkualitas tinggi, penghematan waktu, dan kemungkinan besar proyek akan selesai sesuai keinginan Anda. Seorang penulis untuk orang lain yang baik akan membantu memastikan bahwa ide-ide Anda bisa dituliskan dengan baik dan tidak hanya tinggal di kepala Anda selamanya.

    Anda dapat menggunakan Ghostwriter untuk proyek dengan ukuran berapa pun. Beberapa Ghostwriter berspesialisasi dalam proyek-proyek kecil. Misalnya, mereka mungkin menulis buku biografi, novel, pengembangan diri atau postingan blog untuk orang-orang yang memiliki keahlian khusus tetapi tidak memiliki waktu, keterampilan menulis, atau pengalaman SEO untuk membuat postingan yang menghasilkan prospek untuk blog perusahaan. Ghostwriter bahkan dapat membantu membuat profil media sosial atau postingan LinkedIn yang menarik untuk para Direktur yang sibuk.

    Penulis untuk orang lain juga dapat dipekerjakan pada proyek-proyek besar seperti penulisan buku fiksi atau nonfiksi berdurasi penuh. Misalnya, seorang wirausahawan yang sibuk mungkin memiliki konsep menarik yang ingin mereka tawarkan sebagai buku bisnis yang diterbitkan sendiri untuk dijual di Amazon, namun mereka mungkin menyewa penulis untuk orang lain untuk melaksanakannya.

    Bagaimana menemukan dan mempekerjakan seorang Ghostwriter?
    Jika Anda siap untuk mencari penulis lepas untuk membantu proyek Anda, berikut adalah beberapa langkah yang harus Anda ikuti untuk memilih dan mempekerjakan penulis lepas yang tepat, yang paling cocok untuk mencapai tujuan Anda:

    • Tentukan proyek Anda
    • Tentukan anggaran Anda
    • Cari Ghostwriter
    • Setujui biaya dan persyaratan proyek
    • Mulailah dan pertimbangkan kemitraan jangka panjang

    Tentukan proyek Anda
    Langkah pertama adalah memahami dengan jelas apa yang diperlukan dalam proyek Anda. Apakah proyek tersebut akan berupa fiksi atau nonfiksi? Berapa banyak konten yang telah Anda kumpulkan, dan apakah Anda siap membagikannya kepada penulis? Apakah Anda memerlukan penelitian khusus untuk meletakkan dasar bagi proyek Anda?

    Sebelum menginvestasikan waktu dan uang Anda, Anda juga harus memahami dengan jelas apa yang ingin Anda capai dengan produk akhir. Anda dapat menemukan penulis untuk orang lain dengan pengalaman relevan dalam penerbitan mandiri, SEO, atau keterampilan khusus lainnya yang dapat membantu membedakan mereka sebagai yang paling cocok untuk pekerjaan tersebut.

    Mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda menyesuaikan kebutuhan Anda dengan pengalaman calon kolaborator Anda.

    Tentukan anggaran Anda
    Anda harus memiliki gambaran yang jelas tentang kisaran anggaran Anda sebelum mulai mencari Ghostwriter. Penulis berpengalaman mengenakan biaya yang bervariasi. Namun, Anda harus memiliki gagasan yang jelas dan akurat tentang jumlah yang dapat Anda bayar pada awalnya—atau jumlah yang bersedia Anda bayarkan—sebelum memulai pencarian.

    Memiliki anggaran juga akan berguna jika Anda berencana memposting proyek Anda secara online untuk menarik calon penulis. Menyertakan kisaran anggaran Anda akan menghemat waktu Anda saat meninjau proposal dari penulis yang meminta bayaran lebih tinggi untuk karyanya daripada yang Anda rencanakan untuk dibayar.

    Cari Ghostwriter
    Setelah Anda menentukan proyek dan anggaran, Anda dapat mencari profesional menulis berpengalaman. Anda  dapat membaca karya-karya beberapa kandidat Ghostwriter  untuk melihat apakah gaya mereka sesuai dengan apa yang Anda bayangkan. Setelah Anda menemukan dua atau tiga penulis yang dapat Anda ajak bekerja sama, Anda akan dapat menghubungi mereka secara langsung untuk mengetahui apakah proses dan gaya komunikasi mereka cocok dengan Anda.

    Jika Anda sedang mempertimbangkan kerja sama dengan seorang Ghostwriter atau ingin memastikan kemitraan tersebut akan menguntungkan Anda berdua, Anda mungkin ingin memulai dengan memesan sampel tulisan berbayar sebelum terjun ke salah satu proyek utama Anda. Membayar sampel menunjukkan kepada penulis itikad baik Anda, dan ini memberi Anda kesempatan untuk mengevaluasi karya mereka sebelum berkomitmen pada proyek yang lebih besar bersama mereka.

    Jika Anda ingin menyelesaikan proyek buku, salah satu teknik yang mungkin Anda terapkan untuk menemukan Ghostwriter adalah dengan mencari buku yang ditulis dengan gaya yang Anda cari, lalu mencari kontaknya

    Setujui biaya dan persyaratan proyek
    Setelah Anda menemukan Ghostwriteryang tepat, inilah saatnya menyetujui biaya dan ketentuan proyek. Saat membuat persyaratan proyek, menguraikan dengan jelas hasil proyek dan persyaratan pembayaran sangatlah penting.

    Persyaratan proyek harus menentukan hal berikut.

    • Perjanjian larangan pengungkapan informasi rahasia. Setiap kontrak penulisan untuk orang lain harus memuat NDA untuk memastikan bahwa penulis tidak mengungkapkan sifat hubungan atau informasi lain apa pun tentang karya yang akan datang kepada pihak ketiga.
    • Penagihan dan revisi. Persyaratan penulisan proyek biasanya ditetapkan dalam salah satu dari tiga cara: harga tetap untuk proyek yang diselesaikan, per kata, atau per jam. Jika penulis perlu memberikan layanan tambahan—seperti penelitian, wawancara, SEO, atau desain grafis—hal ini juga harus dirinci dalam kontrak. Sejumlah penulisan ulang atau revisi tertentu juga harus dimasukkan sebagai bagian dari perjanjian awal.
    • Hak cipta. Kekayaan intelektual buku harus menjadi milik pembeli setelah proyek selesai dan dibayar. Cantumkan secara spesifik apakah Ghostwriter berhak mereferensikan proyek tersebut dalam portofolio karyanya atau hak untuk menggunakan konten tersebut dengan cara lain.
    • Royalti. Jika Anda terbuka untuk membagi royalti dari buku Anda dengan Ghostwriter, Anda harus menyertakan persyaratannya terlebih dahulu. Anda juga dapat mempertimbangkan untuk memanfaatkan royalti bersama untuk mendapatkan harga karya yang lebih rendah pada awalnya. Ini bisa sangat membantu jika Anda baru memulai dengan anggaran kecil. Apa pun pilihannya, jika Anda berniat membagi royalti, tuliskan detailnya ke dalam kontrak.
    • Aturan untuk penghentian. Ada kemungkinan kemitraan penulisan untuk orang lain berakhir sebelum produk jadi dikirimkan. Jika ada komplikasi yang menyebabkan proyek terhenti atau berakhir sebelum seharusnya, Anda harus dapat kembali pada seperangkat aturan penghentian yang telah disusun sebelumnya jika salah satu pihak ingin menghentikan pengerjaan proyek sebelum proyek selesai.

    Mulailah dan pertimbangkan kemitraan jangka panjang
    Setelah Anda mulai berhasil bekerja dengan Ghostwriter, pertimbangkan gagasan untuk menjalin kemitraan jangka panjang dengan mereka. Anda dan Ghostwriter mungkin telah menginvestasikan banyak waktu untuk menyempurnakan gaya penulisan. Anda dapat memanfaatkan suara yang telah Anda ciptakan dengan susah payah di media lain seperti podcast, postingan blog, atau buku masa depan.

    Berapa biaya penulis untuk orang lain?
    Tiga cara paling umum yang dikenakan penulis untuk layanan penulisan hantu adalah berdasarkan kata, per jam, atau berdasarkan proyek. Harga dasar umumnya hampir sama dengan cara apa pun yang dipilih penulis untuk ditagih.

    Jadi, bagaimana Anda mengetahui berapa banyak Anda harus membayar seorang pengarang untuk orang lain?

    • Pengalaman. Penulis dengan lebih banyak pengalaman akan mengenakan biaya lebih dari seorang pemula.Untuk biaya jasa penulisan sebuah buku di Indonesia berkisar dari Rp 20-8o juta perbuku.
    • Ruang lingkup dan kompleksitas proyek. Apakah penelitian diperlukan? Apakah penulis akan melakukan atau mengedit wawancara? Apakah penulis perlu mencari individu untuk diwawancarai? Sebuah proyek dengan garis besar yang telah ditentukan dan penelitian yang telah selesai akan memakan biaya lebih murah daripada proyek yang harus dibangun dari awal. Penulis dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menambah nilai proyek Anda akan mengenakan biaya lebih banyak sebagai kompensasi atas keahlian dan waktu yang diperlukan.
    • Keahlian khusus. Jika subjek Anda adalah bidang teknis, misalnya buku kedokteran atau teknik, Anda mungkin ingin mencari penulis yang berpengalaman dan memiliki rekam jejak yang terbukti di bidang tersebut. Para ahli di bidang teknis kemungkinan besar akan mengenakan biaya lebih banyak dan sepadan dengan biaya tambahannya.
    • Jenis konten. Penulisan buku membutuhkan lebih banyak waktu untuk menguraikan, mengoreksi, dan mengatur daripada satu posting blog, misalnya. Namun, biaya yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh lebih dari sekedar penambahan panjang. Seorang Ghostwriter juga dapat mengembangkan strategi blogging SEO yang menambah nilai pada proyek yang lebih kecil.
    • Audiens. Jika tulisannya menargetkan khalayak umum, harga biasanya akan lebih rendah dibandingkan konten yang ditujukan untuk khalayak dengan pemahaman tingkat lanjut tentang suatu topik. Sebagai contoh, seorang Ghostwriter yang membuat buku anak-anak mungkin mengenakan biaya kurang dari seorang penulis buku cara meretas website. Semakin teknis atau terlibat penulisannya, semakin sedikit orang yang dapat menghasilkan konten berkualitas di bidang tersebut. Tentu saja, pekerjaan akan lebih mahal jika lebih terspesialisasi.

    Pro dan kontra menggunakan penulis untuk orang lain
    Menggunakan penulis untuk orang lain untuk membuat proyek menulis Anda memiliki pro dan kontra. Mari kita bahas beberapa di antaranya:

    Kelebihan menggunakan pengarang untuk orang lain
    Anda akan menghemat banyak waktu Anda
    Anda dapat mendongkrak kepakaran Anda
    Proyek ini kemungkinan besar akan selesai tepat waktu
    Anda tidak perlu belajar menjadi pemilik bisnis dan penulis pada saat yang bersamaan
    Ini akan menghasilkan tulisan yang berkualitas lebih tinggi (jika Anda sendiri bukan seorang penulis)
    Kontra menggunakan penulis untuk orang lain
    Pengarang untuk orang lain yang baik bisa jadi mahal
    Anda mungkin kesulitan menemukan orang yang cocok dengan pemikiran Anda
    Menemukan dan memilih penulis yang tepat untuk kebutuhan Anda mungkin memerlukan waktu

    Bagaimana cara mengetahui apakah penulis untuk orang lain cocok untuk proyek Anda?
    Anda tidak hanya mencari Ghostwriter yang berbakat; Anda sedang mencari seseorang yang cocok untuk Anda dan kebutuhan spesifik proyek Anda. Sebaiknya Anda fokus mencari calon Ghostwriter yang sesuai dengan visi Anda. Ingat, pekerjaan mereka akan secara langsung mencerminkan Anda dan apa yang Anda lakukan, meskipun hanya nama Anda yang tercantum di sampul buku.

    Berikut adalah atribut utama yang harus Anda cari ketika memilih Ghostwriter yang sesuai dengan kebutuhan Anda:

    Pastikan mereka cocok dengan pemikiran dan “energi” Anda
    Carilah seseorang yang berkomunikasi dengan jelas dan tepat waktu
    Mereka harus dapat menavigasi teknologi atau metode kolaborasi pilihan Anda
    Ghoswrter harus transparan mengenai biaya atau biaya tambahan di muka
    Pastikan mereka secara konsisten menyelesaikan kiriman tepat waktu

    Nah, Apakah Anda ingin memakai jasa Ghostwriter? Atau ingin menulis buku tapi belum tahu caranya? Ingin didampingin dalam menulis buku? Hubungi saya.

    Sumber: Upwork.com