Bayangkan kamu sedang berdiri di tengah ruangan gelap, semua lampu mati, dan kamu mencari saklar. Kamu tahu pernah ada cahaya di situ, tapi sekarang hanya kegelapan yang menyelimuti. Itu saya, beberapa tahun lalu. Saya sudah “berhasil”: jabatan naik, proyek besar, penghargaan—tapi entah kenapa saya merasa kosong. Saya bertanya: “Apa yang sebenarnya saya kejar? Apa yang membuat saya betul-betul merasa hidup?”
Tiba-tiba, saya menutup buku tugas malam itu dan menangis sendiri karena sadar: saya tidak merasa “menyala” lagi. Saya merasa hanya mengikuti alur, bukan memilih. Semua pencapaian terasa seperti checklist kosong.
Itulah momen klimaks saya—di mana saya akhirnya buka buku What Lights You Up? dan megap-megap (ya, secara emosional) menyadari bahwa: cahaya saya padam bukan karena saya gagal, tapi karena saya lupa mana saklar saya.
Dari titik itu saya mulai perjalanan baru. Dan saya ingin berbagi ke kamu—karena mungkin kamu juga pernah berdiri di ruangan gelap yang sama.
Mari kita bongkar dulu beberapa mitos yang sering bikin kita jalan di tempat.
Mitos #1: “Sukses berarti punya segalanya: jabatan, uang, pengakuan.”
Banyak dari kita mengejar checklist sukses tanpa memeriksa apakah kita merasa hidup. Buku ini mengingatkan bahwa “cahaya” di dalam diri kita adalah yang lebih penting daripada status.
Mitos #2: “Passion dan pekerjaan ideal itu hanya untuk ‘orang beruntung’.”
Salah kaprah: kita berpikir kalau kita belum menemukan pekerjaan impian, berarti kita belum sukses. Padahal What Lights You Up? menyatakan bahwa setiap orang punya “light source” yang bisa dinyalakan, apapun keadaan mereka.
Mitos #3: “Hidup itu linear: sekolah → kerja → sukses → bahagia.”
Bukan. Buku ini menunjukkan bahwa jalur kita sering zig-zag, penuh pengalaman yang tercecer, dan tugas kita adalah menemukan benang merahnya—keluar dari logika linear.
Dengan membongkar mitos-mitos itu, kita membuka ruang untuk “menyalakan kembali cahaya kita” dengan cara yang lebih otentik. Dan sekarang, kita masuk ke analogi yang bisa memudahkan pemahaman.
Bayangkan kamu naik ke loteng rumahmu dan melihat rangkaian lampu gantung yang tadinya terang, tapi sekarang beberapa lampu padam. Kamu bisa tetap hidup di bawah beberapa lampu yang masih menyala—tapi ruangan akan terasa redup, bayangan mulai muncul, kegiatan jadi kurang jelas.
Lampu-lampu itu adalah simbol dari passion, nilai, bakat, pengalaman hidupmu—semuanya adalah “cahaya” yang membentuk suasana ruangan hidupmu. Buku What Lights You Up? mengajak kita untuk naik ke loteng, lihat rangkaian lampu itu, periksa mana yang mati, mana yang bisa dinyalakan, dan bagaimana kita bisa mengganti bohlam atau memperbaiki kabel agar ruangan kita kembali terang dan terasa hangat.
Dengan analogi ini, kita bisa melihat: bukan soal menambah lampu baru terus-menerus, tetapi merawat rangkaian yang sudah ada, menghubungkan kabel-kabel pengalaman kita, dan memastikan semua lampu punya fungsi yang terang.
Inti: Pelajaran dari What Lights You Up?
Saya akan menjabarkan empat dimensi inti yang saya pelajari dari buku tersebut, serta langkah aplikatif yang bisa kamu mulai sekarang juga.
1. Temukan “light source”mu: apa yang benar-benar menyala di diri
Mary Olson-Menzel menekankan bahwa setiap orang punya sumber cahaya — kombinasi dari bakat, nilai, pengalaman yang membuat kita merasa “hidup”.
Penerapan:
-
Kalimat refleksi: “Kapan terakhir kali saya merasa penuh energi dan waktu berjalan cepat karena saya sedang melakukan sesuatu yang saya suka?”
-
Buat “light log”: catat 7 hari ke depan satu aktivitas per hari yang membuatmu merasa hidup, dan satu yang membuatmu terasa kelelahan.
-
Identifikasi tren: aktivitas mana yang terus muncul sebagai “menyala” dan mana yang “padam”.
Contoh nyata:
Saya menyadari bahwa saya merasa sangat menyala ketika saya memfasilitasi sesi diskusi antar departemen—bukan ketika saya hanya membuat laporan. Maka saya mulai alokasikan waktu mingguan khusus untuk memfasilitasi, bukan hanya mengejar KPI. Dan energi saya meningkat secara signifikan.
2. Hubungkan “light source” itu dengan narasi pribadimu
Buku menekankan bahwa kita tidak hanya menemukan cahaya, tapi kita menceritakan cahaya itu—dalam profil LinkedIn, dalam pertemuan, dalam presentasi.
Penerapan:
-
Perbarui About/Profil kamu dengan narasi: “Saya adalah orang yang… karena saya pernah… dan sekarang saya ingin membantu…”.
-
Gunakan format cerita untuk menjelaskan pengalamanmu: ambil satu momen ketika cahayamu menyala, ceritakan tantangan, dan hasilnya.
-
Posting story di LinkedIn yang ringkas tapi menunjukkan licht-moment: “Hari ini saya merasa hidup ketika…”.
Contoh nyata:
Seorang rekan saya mengganti profil LinkedInnya menjadi: “Saya membantu profesional transformasi budaya yang merasa stuck agar mereka menemukan pola unik dan makna di pekerjaan mereka – karena 10 tahun lalu saya sendiri berada di titik itu.” Posting pertama dengan narasi ini mendapat engagement yang lebih tinggi, komentar bahwa orang merasa “ya, saya di situ juga”.
3. Rangkai pola unikmu: benang merah dari pengalaman tercecer
Sering kita berpikir pengalaman silih berganti itu tidak punya benang merah. Buku ini mengajak kita menggali dan merangkai pola pengalaman kita agar menjadi sebuah “blueprint” hidup.
Penerapan:
-
Buat timeline hidupmu (5-10 tahun) dan beri warna tiap pengalaman penting: pekerjaan, hobi, pengajaran, kegagalan.
-
Carilah pola: apa persamaan antara semua titik itu? Misalnya: “selalu di situ saya menghubungkan orang dan proses”.
-
Tuliskan pernyataan: “Benang merah saya adalah…” lalu ubah menjadi aksi: “Oleh karena itu saya akan…”.
Contoh nyata:
Di timeline rekan saya muncul: menjadi fasilitator retreat, jadi Culture Transformation Manager, mengajar workshop di X. Polanya: “hubungkan manusia, proses, perubahan”. Ia kemudian menjadikan tagline: “Saya merancang blueprint transformasi manusia-proses agar organisasi dan individu sama-sama menyala.” Ini memberinya arah dan fokus baru.
4. Selaraskan passion, nilai hidup, dan panggilan terdalam — lalu bertindak
Buku mengingatkan bahwa cahaya sejati muncul ketika passion kita (apa yang kita suka), nilai kita (apa yang kita hargai) dan panggilan kita (apa yang dunia butuh) bersatu.
Penerapan:
-
Tulis tiga list:
-
Passion: apa yang membuatmu lupa waktu.
-
Nilai: apa yang paling kamu hargai dalam hidup/kerja.
-
Panggilan: masalah atau kebutuhan yang kamu lihat di dunia/organisasi.
-
-
Temukan irisan ketiganya: itu “zona menyala”mu.
-
Buat aksi konkret: misalnya minggu ini “hubungi seseorang yang bisa bantu saya jalankan aksi di zona itu”, dan “posting cerita kecil di LinkedIn tentang langkah awal”.
Contoh nyata:
Passion rekan saya: memfasilitasi dialog antar orang yang berbeda latar. Nilai saya: inklusivitas dan pertumbuhan bersama. Panggilannya: perusahaan besar di Indonesia yang punya banyak anak perusahaan namun kultur terfragmentasi. Jadi ia memilih: “Minggu ini saya akan mem-fasilitasi sesi 60 menit mini-workshop dengan tim anak perusahaan yang belum terkoneksi, lalu saya posting hasilnya (tanpa rahasiakan nama) di LinkedIn.” Hasilnya: salah satu anak perusahaan lain melihat postingannya dan muncul permintaan kolaborasi—cahaya mulai menyala.
Kenapa ini bisa membawa sukses dan kebahagiaan?
Karena ketika kita hidup dalam “cahaya kita”—kita bukan hanya bekerja, tetapi menyala.
-
Sukses: bukan hanya soal pencapaian eksternal, tapi soal arah yang jelas, energi yang stabil, relasi yang autentik.
-
Bahagia: karena kita merasa otentik, merasa kita punya makna, merasa kita dipakai untuk sesuatu yang lebih besar dari diri kita.
Buku What Lights You Up? mengubah cara kita melihat karier dan hidup: dari “apa yang bisa saya raih” menjadi “apa yang membuat saya menyala”.
Dan ketika kita mulai menyala—orang lain akan melihat itu. Aura kita akan berubah. Relasi kita akan bertumbuh. Peluang akan muncul bukan hanya karena kita mengejar, tapi karena kita menarik.
Inilah kenapa saya ingin ajak kamu ke langkah berikutnya.
Epilog
Saya ingin ajak kamu untuk langkah praktis yang lebih dalam: saya akan adakan webinar 2 jam berjudul “Uncover Your Life Blueprint”. Di dalamnya kita akan:
-
Mengenali pola unik dalam dirimu yang selama ini mungkin kamu anggap kebetulan.
-
Menemukan benang merah dari pengalaman hidupmu yang tercecer.
-
Menghubungkan antara bakat, passion, nilai hidup, dan panggilan terdalammu.
Kalau kamu merasa: “Saya tahu saya harus melakukan sesuatu… tapi saya belum tahu apa”, atau “Saya punya passion tapi nggak yakin bagaimana mengarahkannya”, atau “Saya ingin hidup yang lebih bermakna daripada sekadar rutinitas”—maka webinar ini sangat relevan buatmu.
Klik ini segera untuk mendaftar karena tempat terbatas. Jangan lewatkan kesempatan untuk menyalakan kembali cahaya dalam dirimu.
Terima kasih sudah membaca dari hati ke hati. Semoga kamu menemukan saklarmu, menyalakan cahaya itu, dan melihat dunia (termasuk LinkedIn, pekerjaan, relasimu) dengan lensa yang baru — lensa yang berkata: ini saya, ini panggilan saya, ini hidup saya menyala.
Sampai jumpa di webinar — dan sampai jumpa dalam cahaya yang kita nyalakan bersama.
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
#LinkedInHacks #LinkedInStorytelling #LinkedInThatWorks #Networking #PersonalBranding #LifeBlueprint #FindYourLight #SuccessAndHappiness #PurposeDriven #PersonalNarrative #GenZLeadership
Leave a Reply