Hari gini masih nulis buku?
Emang masih ada yang mau baca ya Mas?
Pertanyaan itu sering kudapatkan di berbagai kesempatan. Sebagai orang yang sudah belasan tahun menulis buku, menurutku buku masih dan tetap akan relevan di tengah gempuran dunia digital.
Buku tidak akan pernah tergantikan dengan kehadiran TikTok, YouTube, atau Reels Intagram. Kalau berbagai konten media sosial melengkapi itu benar. Tapi jika menggantikan menurutku tidak bisa ya karena tingkat kedalaman buku berbeda dengan konten-konten di media sosial.
Lantas, bagaimana sih agar buku yang kita kirim ke penerbit itu bisa “autotembus” Gramedia Mas?
Jawabnya sederhana. Tulislah buku yang ingin kamu baca. Artinya apa?
Tuliskan buku yang ada nilainya. Bukan sekadar menulis.
Jika buku kita tidak memberikan solusi, tentu saja peluang untuk ditolak itu sungguh besar. Sebaliknya, jika kehadirannya begitu berfaedah, ya tinggal menunggu waktu untuk diterbitkan.
Kuncinya di sini adalah riset. Teruslah membaca apa yang dibutuhkan pasar. Teruslah mencari tahu topik-topik apa yang belum pernah dibahas oleh penulis sebelumnya. Perbanyaklah mendengarkan masalah orang lain.
Menurutku itu saja kuncinya. Sebisa mungkin tulis buku yang kelak bisa membuat dirimu bangga.
Nothing worth comes easy. So, selamat mencoba ya.