Author: Agung Wibowo

  • Bahan Bakar Kehidupan

    “Aku lagi males nih.”

    “Hei, apa sih rahasiamu kok kelihatannya tak pernah lelah mengejar ambisi.”
    “Kamu itu gimana sih, mapan juga belom. Kok kurang greget?”
    Pernahkah mau mendengar atau mengucapkan kalimat di atas? Aku sendiri pernah, bahkan sering.
    Dulu, ketika aku masih duduk di bangku SMA, aku begitu naif. Aku yang kutu buku, seringkali memandang rendah teman-temanku yang kelihatannya bandel. Mungkin teman-temanku juga memiliki persepsi tentangku yang kurang gaul atau tidak asyik.
    Belakangan, aku baru menyadari. Bahwa semuanya  bermuara pada motivasi. Saya menyebutnya bahan bakar kehidupan.
    Dulu aku menjadi kutu buku karena kupikir menjadi juara kelas bisa membuatku bahagia. Dulu teman-temanku SMA yang kuanggap bandel ternyata berprestasi di bidang musik, ada yang menempa diri di bidang olahraga hingga agama.
    Selepas kuliah, pengaruh motivasi semakin terlihat dari derajat kesuksesan yang sengaja ditampilkan di jagad media sosial. Temanku yang menganggap akademik penting saat ini banyak yang sudah bergelar doktor. Temanku yang mengedepankan uang kini banyak yang sudah menjadi pengusaha. Temanku yang mengagungkan keseimbangan hidup kini banyak yang sudah menetap di kampung halaman, meninggalkan Jakarta. Temanku yang memprioritaskan stabilitas kini sudah menikmati kariernya sebagai PNS. Temanku yang gila jabatan kini banyak yang sudah menduduki kursi di partai X bahkan sebagian menjadi anggota DPR.
    Teman, motivasi bersumber dari nilai atau apa yang kamu yakini dan anggap penting. Motivasimu berbeda denganku.  Itu mengapa caraku mengartikan kesuksesan dan kebahagiaan tidak sama denganmu.
    Sepeda motor membutuhkan bensin untuk bergerak. Kita memerlukan motivasi untuk mengejar impian.
    Sudahkah kamu mengetahui bahan bakar hidupmu?  Jika sudah, selamat ya! Jika belum, temukan sekarang juga!
    Agung Setiyo Wibowo
    Jakarta, 5 Maret 2020
  • Buah dari Pengasuhan

    Apa yang ada di benakmu ketika mendengar pengasuhan?

    Aku sendiri baru belajar sungguh-sungguh ketika mengetahui bahwa istriku hamil. Lebih rajin lagi ketika anak pertamaku lahir.
    Pengasuhan seringkali dianggap remeh. Padahal ini jauh lebih penting daripada pendidikan formal dan pengaruh lingkungan.
    Memang, pendidikan dan pergaulan tidak kalah penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Namun, yang terpenting sejatinya adalah pola asuh orang tua. Karena di rumahlah cetak biru hingga peta jalan kehidupan dirancang.
    Kamu tahu mengapa perbedaan pendapat pada pasangan suami istri kerap terjadi? Tak lain adalah pola asuh orang tua yang tidak sama. Secara alami, anak akan meniru apa yang dilihat, didengar, dirasakan atau diajarkan orang tuanya.
    Anak ibarat kertas putih yang siap dilukis orang tuanya. Anak laksana masakan yang resepnya diracik oleh ayah ibunya.
    Tak terhitung berapa banyak masalah orang dewasa yang bersumber dari pola asuh orang tua. Dari LGBT, kebimbangan memilih karier, narkoba, pembunuhan, pencurian, KDRT hingga keputusan untuk menjomblo seumur hidup.
    Bagi kamu yang saat ini menjadi orang tua, bersyukurlah. Karena di luar sana banyak pasangan yang tidak kunjung diberi momongan. Namun, kamu perlu ingat bahwa anak adalah ujian yang kelak diminta pertanggungjawaban di alam akhirat.
    Tabik.
    Agung Setiyo Wibowo
    Jakarta, 5 Maret 2020
  • Hanya Memberi, Tak Harap Kembali

    “Hanya memberi, tak harap kembali …”

    Apakah kamu mengenali penggalan lirik di atas?
    Lirik di atas mengingatkanku pentingnya memberi tanpa mengharap balas budi. Sebuah pesan sederhana namun bermakna begitu dalam.
    Memberi merupakan tindakan yang dapat mendatangkan kebahagiaan jika kita ikhlas. Sebaliknya, justru bisa mendatangkan kesengsaraan jika kita pamrih.
    Sunggug, mengharapkan balas budi hanya bisa mendatangkan petaka. Kekecewaan, kemarahan, penyesalan dan mungkin kekesalan. Ujung-ujungnya hal negatif yang kita terima.
    Sejatinya, hidup ini untuk memberi. Dari apa yang kita miliki dan ketahu. Dari apa yang dapat kita lakukan.
    Memberi tak harus dalam bentuk materi. Namun bisa umpan balik berwujud gagasan hingga tenaga.
    Sudahkah kamu memberi hari ini?
    Tabik.
    Agung Setiyo Wibowo
    9 Maret 2020
  • Hanya Perlu Dijalani

    Kecewa?

    Marah?
    Takut?
    Ragu?
    Galau?
    Menyesal?
    Apakah kamu pernah mengalami enam poin di atas? Jika ya, kamu tidak sendirian. Kita semua pernah mengalaminya.
    Hidup ini hanya perlu dijalani, teman. Dengan keikhlasan. Dengan kesungguhan.
    Jika semua telah dituliskan-Nya, apa guna bersikap negatif? Bukankah itu justru menjauhkanmu dari bahagia?
    Manusia hanya perlu berupaya sebaik mungkin. Berharap boleh, tapi hasil bukan menjadi kendali kita.
    Manusia perlu bersyukur. Bahwa segala hal di dunia ini sudah ada skenarionya. Kita hanyalah aktor yang memainkan peran.
    Jadi, apa guna merasa paling sengsara? Apa manfaat galau, stres, khawatir, takut atau kecewa?
    Sandarkan dirimu pada Sang Pencipta. Cintai takdirmu.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 9 Maret 2020
  • Tamu Dunia

    Teman.

    Tahukah kamu bahwa hidup manusia itu laksana tamu?
    Sesederhana itu memang.
    Seorang tamu biasanya mampir ke rumah orang lain dalam waktu singkat. Tuan rumah memberikan makanan, minuman atau fasilitas lain seperlunya.
    Mana mungkin seorang tamu berhak memiliki apa yang ada di dalam rumah tersebut?
    Itu hanyalah perumpamaan.
    Sebagian besar manusia berusaha mati-matian memperjuangkan sesuatu yang kelak tidak dibawa di alam keabadian. Padahal, dunia seisinya hanyalah titipan. Bukan milik kita.
    Teman.
    Sudahkah kamu menyadari posisimu? Untuk apa kamu hidup? Ke mana kamu ingin pergu setelah nyawa sirna?
    Kita hanyalah tamu dunia yang tidak lama mampir. Sewaktu-waktu kita kembali kepada-Nya.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 10 Maret 2020
  • Bahagia yang Sesungguhnya

    Bahagia. Apakah kamu mendambakannya? Aku kira ya. Setiap orang memang mengharapkannya.

    Hanya saja, definisi kebahagiaan beragam. Ada yang menghubungkannya dengan harta, tahta, ketenaran, anak yang sukses, pasangan yang mencintai, pekerjaan idaman, ibadah dan seterusnya.
    Teman, kamu memang memiliki definisi bahagia sendiri. Yang perlu kamu ingat, bahagia yang hakiki hanya milik orang-orang yang dekat kepada-Nya.
    Jadi, jika orientasimu masih dunia, coba kamu merenungkannya kembali. Karena semua yang di dunia ini fana. Kamu justru mendapati kekecewaan, penyesalan, kecemasan atau ketakutan jika bersandar kepadanya.
    Teman, hidup ini singkat. Marilah kita persembahkan kepada Tuhan. Karena Dialah sumber kebahagiaan yang sesungguhnya.
    Tabik.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 10 Maret 2020