“Aku lagi males nih.”
“Hei, apa sih rahasiamu kok kelihatannya tak pernah lelah mengejar ambisi.”
“Kamu itu gimana sih, mapan juga belom. Kok kurang greget?”
Pernahkah mau mendengar atau mengucapkan kalimat di atas? Aku sendiri pernah, bahkan sering.
Dulu, ketika aku masih duduk di bangku SMA, aku begitu naif. Aku yang kutu buku, seringkali memandang rendah teman-temanku yang kelihatannya bandel. Mungkin teman-temanku juga memiliki persepsi tentangku yang kurang gaul atau tidak asyik.
Belakangan, aku baru menyadari. Bahwa semuanya bermuara pada motivasi. Saya menyebutnya bahan bakar kehidupan.
Dulu aku menjadi kutu buku karena kupikir menjadi juara kelas bisa membuatku bahagia. Dulu teman-temanku SMA yang kuanggap bandel ternyata berprestasi di bidang musik, ada yang menempa diri di bidang olahraga hingga agama.
Selepas kuliah, pengaruh motivasi semakin terlihat dari derajat kesuksesan yang sengaja ditampilkan di jagad media sosial. Temanku yang menganggap akademik penting saat ini banyak yang sudah bergelar doktor. Temanku yang mengedepankan uang kini banyak yang sudah menjadi pengusaha. Temanku yang mengagungkan keseimbangan hidup kini banyak yang sudah menetap di kampung halaman, meninggalkan Jakarta. Temanku yang memprioritaskan stabilitas kini sudah menikmati kariernya sebagai PNS. Temanku yang gila jabatan kini banyak yang sudah menduduki kursi di partai X bahkan sebagian menjadi anggota DPR.
Teman, motivasi bersumber dari nilai atau apa yang kamu yakini dan anggap penting. Motivasimu berbeda denganku. Itu mengapa caraku mengartikan kesuksesan dan kebahagiaan tidak sama denganmu.
Sepeda motor membutuhkan bensin untuk bergerak. Kita memerlukan motivasi untuk mengejar impian.
Sudahkah kamu mengetahui bahan bakar hidupmu? Jika sudah, selamat ya! Jika belum, temukan sekarang juga!
Agung Setiyo Wibowo
Jakarta, 5 Maret 2020