Author: Agung Wibowo

  • Keluar dari Zona Nyaman

    Zona nyaman. Begitulah banyak orang menyebutnya.

    Kata banyak orang, kita perlu keluar dari zona nyaman untuk melejitkan potensi terbaik. Suatu hal yang aku yakini sampai sekarang.
    Zona nyaman membuat kita lengah. Karena kita enggan belajar hal baru. Lantaran kita ter-ninabobok-kan dengan rutinitas.
    Keluar zona nyaman mendorong kita untuk mengetahui batas diri sendiri. Mengejar hal-hal yang awalnya kita pikir mustahil menjadi mungkin.
    Keluar zona nyaman adalah keniscayaan di abad informasi. Karena pribadi pembelajar adalah pemenang di tengah ketidakpastian ini.
    Terus-menerus mengembangkan diri adalah kunci. Dan keluar dari zona nyaman adalah dasarnya.
    Sudahkah kamu keluar dari zona nyaman hari ini?
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 28 September 2021
  • Kematian yang Menginspirasi

    Mati.
    Meninggal dunia.
    Tewas.
    Tutup usia.
    Wafat.
    Beberapa kata di atas begitu terasa menyedihkan bagi sebagian orang. Juga mengerikan bagi sebagian yang lainnya. Namun, ada juga orang yang terinspirasi darinya.
    Ya, kematian memang akhir dari kehidupan di dunia ini. Oleh karena itulah, tidak sedikit orang yang termotivasi untuk memanfaatkan setiap detik waktunya kebaikan.
    Tak mengherankan ungkapan “berkaryalah untuk duniamu, seakan-akan kamu hidup selamanya, berkaryalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu esok tiada.” Bagiku, kematian menjadi pengingat bahwa kita semestinya tidak menyia-nyiakan hidup ini. Karena waktu yang telah berlalu tidak akan pernah kembali.
    Dengan mengingat mati, kita terdorong untuk memprioritaskan hal-hal yang esensial. Kita bisa tersadarkan mana aktivitas yang mendatangkan keburukan, dan mana yang bisa menebarkan manfaat bagi orang lain.
    Kematian memang misteri. Tidak bisa dipercepat, tidak bisa diperlambat. Karena akan datang di saat yang tepat sesuai dengan ketentuan-Nya.
    Jadi, sudahkah kamu menyiapkan kematianmu? Seberapa bernilai bekal yang sudah kamu miliki?
    Depok, 8 Oktober 2021
    Agung Setiyo Wibowo
  • Keyakinan yang Menguatkan

    Yakin. Satu kata ini begitu aku suka. Apa pasal?

    Karena bagiku keyakinan adalah fondasi untuk hidup. Karenanya aku begitu kuat. Tanpanya aku menjadi orang paling rapuh.
    Well, hidup memang tak lebih dari rentetan ujian. Masalah datang silih berganti. Hingga kelak kita mati.
    Keyakinan membuat asa menggelora. Mampu memompa semangat yang kadang hilang sesaat.
    Yakin dengan Tuhan. Yakin dengan diri sendiri.
    Orang lain boleh meremehkan kita. Namun itu semua tak berarti selama kita yakin dengan diri sendiri. Yakin dengan pertolongan-Nya.
    Yakinmu, yakinku. Seberapa besar keyakinanmu?
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 12 Oktober 2021
  • Suratan Takdir

    Hidup ini begitu singkat. Setiap orang memiliki batas yang berbeda-beda. Dari garis start hingga finish. 

    Sayangnya, kita sering kali lupa. Kita mengejar dunia habis-habisan. Seolah-olah kita hidup selamanya.

    Seringkali malah kita mengabaikan keluarga, kesehatan, spiritual, dan yang lainnya. Padahal hidup yang seimbang itu pada akhirnya merugikan kita juga.

    Manusia memang lucu.

    Seringkali kita mengejar kebahagiaan, tapi malah kita lupa menikmati perjalanan dalam proses mewujudkannya. Padahal sejatinya kebahagiaan itu ada dalam proses. Dari detik ke detik. Bukan pada hasil akhir. Tak mengherankan bila kebanyakan dari kita senantiasa bilang bahwa saya bahagia jika sudah punya ini itu, memiliki A hingga Z, atau merasakan X dan Y.

    Oh betapa ruginya orang semacam itu. Mereka lalai bahwa bahagia itu tanpa syarat. Karena yang menentukan bahagia atau tidaknya adalah diri kita sendiri. Ya, bahagia adalah pilihan.

    Bahagia atau tidak bergantung sikap diri kita pada kejadian yang kita alami. Bukan pada orang, benda atau peristiwa yang kita hadapi.

    O ya, yang tidak kalah kita lupakan adalah misteri takdir. Ya, suka atau tidak suka; setiap anak manusia tercipta dengan takdirnya masing-masing.

    Kita tidak pernah tahu rezeki, jodoh, atau umur yang telah ditetapkan pada kita. Memang, kita punya andil berikhtiar atau memperjuangkannya. Tapi, pada akhirnya, takdir itu nyata.

    Jadi, sudahkah kita memaksimalkan sisa umur hidup kita?

    Sudahkah kita menjadi orang baik & benar sesuai alasan kita diciptakan Tuhan?

    Sudahkah kita menjadi versi terbaik diri kita?

    Takdirmu, takdirmu tidak mungkin sama.

    Masalahmu, masalahku tentu berbeda.

    Jalan hidupmu, jalan hidup kita semua ditakdirkan beragam.

    Cintai takdirmu.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Bandung, 15 Juni 2022

     

     

    Sumber gambar: Inc.com

  • Sering Merasa Kekurangan? Ini Cara Jalani Hubungan yang Sehat dengan Uang

    Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak dari kita yang sering merasa kekurangan dalam hal rezeki.

    Apalagi untuk kita yang sedang berada di usia produktif saat ini, bekerja rasanya semata-mata untuk bertahan hidup dan tanpa bisa menikmatinya.

    Setelah mendapatkan gaji, sering kali kita merasa uang yang ada sangat cepat habis karena tersedot untuk membayar biaya sewa tempat tinggal, cicilan, dan memenuhi kebutuhan utama.

    Rasanya uang hanya menumpang lewat saja di dompet kita dan tidak bisa bertahan lama.

    Apakah Anda adalah salah satu yang merasakan hal tersebut?

    Jika iya, mungkin selama ini Anda belum menjalin hubungan yang baik dengan uang Anda.

    Masing-masing dari kita memiliki respons yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan uang.

    Ada yang merasa sangat bahagia hingga susah untuk mengontrol dirinya, ada juga yang takut dan cemas ketika akan mendapatkan uang.

    Semua itu berasal dari pembelajaran yang diberikan kepada kita mengenai uang, bisa jadi dari orang tua, lingkungan, tempat kerja, dan lain sebagainya.

    Lalu, bagaimana cara yang paling tepat untuk menghadapi uang agar bisa memiliki hubungan yang baik sehingga kita tidak lagi merasa kekurangan?

    Cara Hadapi Uang agar Tidak Merasa Kekurangan

    1. Menyembuhkan Luka Masa Lalu

    Kebanyakan orang memiliki hubungan yang buruk dengan uang karena bertahan pada pekerjaan yang mereka benci atau bisnis yang dilakukan hanya karena gaji.

    Akibatnya, kebahagiaan sulit direguk dan tanpa disadari perasaan stres, galau, takut, sakit, atau jengkel muncul setiap kali mereka menggunakan atau berpikir tentang uang, sehingga Anda harus mengubah pola pikir terlebih dahulu agar luka masa lalu Anda sembuh.

    2. Meraih Masa Depan dengan Menghargai Masa Lalu

    Banyak orang tidak menyadari banyaknya perjuangan yang dilaluinya untuk mencapai titik saat ini.

    Anda harus mampu melihat diri Anda sendiri dalam rangkaian yang luas, di masa lalu dan masa depan, sehingga Anda akan cenderung berperilaku dan bertindak dengan rasa tanggung jawab untuk generasi mendatang.

    3. Menerima Dua Sisi Uang

    Uang memang senantiasa memiliki dua sisi, dicintai tapi juga dibenci karena ia bisa memberikan ketakutan yang penuh dengan kontradiksi dan bisa mengantarkan kita pada mimpi terindah sekaligus mimpi terburuk yang tak pernah kita bayangkan.

    Sama seperti apa pun di dunia ini, jika kita ingin memiliki hubungan yang baik dengan uang, kita harus dapat menerimanya apa adanya.

    Namun jika Anda sudah melakukan hal tersebut dan masih merasa kekurangan, mungkin Anda harus memperdalam lagi pengetahuan Anda tentang uang dan tentang bagaimana cara untuk menarik rezeki yang berkelimpahan pada buku Seni Mengubah Nasib.

    Buku ini tidak hanya mengajak Anda mengenali keyakinan kita terhadap uang yang sebagian besar diwariskan dari orang tua kita, melainkan juga mengajak Anda menghilangkan keyakinan negatif yang menghancurkan dan menguatkan keyakinan positif yang memberdayakan berdasarkan arketipe uang Anda.

    Kemudian menggunakan wawasan tersebut untuk menciptakan tidak hanya hubungan yang lebih baik dengan uang, tetapi juga kekayaan dan kemakmuran yang membahagiakan.

    Buku Seni Mengubah Nasib ditulis langsung oleh motivator ulung Indonesia, yaitu Coach Yudi Candra, dan Agung Setiyo Wibowo yang sudah melahirkan puluhan buku pengembangan diri lainnya. Buku ini sudah bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.

    Sumber: Kompas.com

  • 4 Hal yang Kupelajari Selama Melewati Quarter-Life Crisis

    Quarter-Life Crisis.

    Frase ini begitu populer bagi kawula muda. Khususnya yang baru memulai perjalanan kariernya.

    Ya. Quarter-Life Crisis memang paling banyak dialami oleh mereka yang saat ini berusia antara 25-35. Mereka yang saat ini tengah digalaukan dengan berbagai pilihan hidup. Tak heran beberapa pertanyaan berikut kerap mereka.

    Kapan nikah?

    Kapan lanjut S2?

    Haruskan berpindah industri?

    Bisnis apa yang mau ditekuni?

    Beranikah banting setir profesi?

    Perlukah pulang kampung sejenak sebelum bekerja lagi? 

    Beranikah menjadi Self-Employee atau Freeelancer penuh waktu? 

    Dan seterusnya. Dan seterusnya. 

    Saya pribadi, mulai merasakan gejala Quarter-Life Crisis sejak 2012 – tahun ketika saya menamatkan jenjang S1. Jika saya ingat-ingat lagi, “turbulensi jiwa” itu saya alami hingga tahun 2018. Jadi, sekira enam tahun saya mengalaminya dengan puncak kegalauan terjadi di tahun 2016 ketika saya memberanikan diri untuk menikmati jeda selama setahun alias Sabbatical.

    Lantas, apa yang kupelajari selama masa pancaroba itu? Kira-kira berikut hikmahnya.

    Mengenali Diri Sendiri Itu adalah Kuncinya

    Kebanyakan anak muda yang mengalami Quarter-Life Crisis tidak memahami dirinya sendiri. Mereka buta dengan kelebihan, kekurangan, bakat, minat, passion, atau kepribadian sendiri. Tak mengherankan mereka terjerembab bertahun-tahun menghadapi Quarter-Life Crisis yang seolah-olah tak berkesudahan. Saya sendiri memanfaatkan Sabbatical untuk mengenali diri sendiri lebih baik.

    Menikmati Proses itu Penting

    Tak sedikit Gen Y maupun Gen Z yang ingin “terburu-buru” sukses di usia muda. Tidak salah memang. Namun, yang salah adalah ketika mereka tidak mau menikmati proses. Tidak ada progress tanpa proses. Oleh karena itu, kita harus ikhlas menikmati segala hal yang ditawarkan oleh hidup pada diri kita. Seberat apapun tantangan yang kita miliki.

    Bahagia itu Tanpa Syarat

    Sesungguhnya semua orang mendambakan kebahagiaan. Karena segala hal yang kita lakukan memang mencerminkan apa yang menurut kita bisa membawa kebahagiaan. Sayangnya, seringkali anak muda justru tergiur dengan kebahagiaan semu. Mereka pikir bahagia itu ditentukan oleh cuan, jumlah likes atau followers di media sosial, ketenaran, pangkat, atau prestas duniawi lainnya. Padahal, siapapun bisa bahagia tanpa ditentukan oleh benda atau kejadian yang di luar kontrol kita.

    Setiap Orang Memiliki Jalan Masing-Masing

    Mungkin ini terdengar begitu klise. Namun toh memang begitu kenyataannya. Seringkali anak muda galau karena merasa insecure ketika melihat teman sebayanya kelihatan lebih tampan/cantik, sukses, terkenal, bahagia,  atau memiliki sesuatu yang wah. Mereka tidak menyadari bahwa hampir semua orang hanya memperlihatkan hal-hal yang indah saja di media sosialnya. Mereka kurang menyadari bahwa semua orang memiliki jalan masing-masing. Maka, membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya malah membuat diri kita tidak bahagia. Mereka lupa bahwa yang perlu dibanding-bandingkan adalah pencapaian diri kita sendiri saat ini dengan sebelumnya. Apakah ada kemajuan? Apakah lebih baik? Atau justru sebaliknya? Ini nih yang perlu dievaluasi.

    Nah, itulah 4 hal yang kupelajari selama “mengidap” krisis seperempat baya. Saat ini, Alhamdulillah aku mulai menikmati perjalanan hidup yang digariskan oleh Tuhan.

    Saat ini aku merasa bahagia. Karena aku tahu, bahagia adalah pilihan.

    Bagi teman-teman yang saat ini sedang mengalami Quarter-Life Crisis, nikmati saja prosesnya. Karena kelak kamu pasti akan melewatinya.

    Cintai takdirmu. Hidup hanya sekali.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Jakarta, 10 Juni 2022