“Saya juga pernah merasa sendirian di feed LinkedIn…”
Oke, sebelum kita masuk ke substansi, saya mau jujur dulu. Beberapa bulan lalu saya scroll LinkedIn—lihat koneksi banyak, endorse banyak skill, posting-an bagus pula—tapi saat saya kirim DM atau komentar, ada perasaan: “Udah connect kok kok ya tetap saja saya nggak merasa ‘terkoneksi’.” Rasanya seperti: saya berdiri di tengah kerumunan, semua orang bicara, tapi saya nggak tahu gimana caranya bicara yang bikin orang mendengar.
Saya merasa… vulnerable. Sebagai seseorang yang tiap hari berhadapan dengan transformasi budaya dan networking profesional, saya sadar: jaringan bukan cuma soal kartu nama digital. Tapi saya belum tahu ceritanya. Saya belum tahu bagaimana narasi saya di LinkedIn bisa berbicara ke orang dengan cara yang meaningful, bukan hanya “silakan connect saya”.
Dan akhirnya saya buka buku Building a StoryBrand. Saya pikir, buku ini kan buat brand bisnis—tapi ternyata, ya, banyak yang bisa kita adaptasi ke networking pribadi dan LinkedIn. Saat saya baca, ada momen “wow” dimana saya sadar mitos koneksi saya selama ini ternyata salah. Kita akan bongkar bersama, kita akan analogikan, lalu kita akan ke inti: bagaimana saya dan kamu bisa terapkan supaya LinkedIn jadi ruang relasi yang bermakna — bukan cuma like & comment kosong.
Sebelum kita ngulik framework, mari kita bahas tiga mitos besar yang sering bikin networking LinkedIn jadi hambar:
Mitos #1: “Semakin banyak koneksi makin sukses.”
Banyak dari kita terjebak: kita ingin connect sebanyak-banyaknya, impresi tinggi, endorsed skill, posting viral. Tapi koneksi tanpa narasi yang jelas akhirnya bikin kita “ada banyak… tapi nggak terpahami”.
Mitos #2: “Personal brand di LinkedIn harus jadi hero—aku yang spesial, aku yang paling berhasil.”
Kita pikir: aku harus tampil luar biasa supaya orang tertarik. Tapi dari buku, kita belajar: “the customer is the hero, not your brand.” Kalau diterjemahkan: di konteks networking, bukan kita yang harus jadi hero dalam cerita kita—orang lain (relasi kita) bisa jadi hero, kita bisa jadi guide.
Mitos #3: “Posting banyak, share banyak, maka otomatis relasi jadi kuat.”
Padahal posting tanpa arah, share tanpa konteks, da-da-da, bisa jadi hanya noise. Dari buku: “The more simple and predictable the communication, the easier it is for the brain to digest.”Artinya: klarifikasi dulu narasi kita supaya relasi kita di LinkedIn bisa ‘mendengar’ kita.
Oke—mitos dibongkar. Sekarang kita masuk ke analogi yang akan bikin kerangka kita lebih gampang dicerna.
Bayangkan kamu masuk ke sebuah panggung teater besar. Di atas panggung, ada aktor utama—yang jadi pusat perhatian. Tapi di belakang panggung, ada sutradara, lighting, sound, kostum—yang semuanya membantu aktor utama tampil maksimal. Penonton mungkin hanya melihat aktornya, tapi tanpa para “guide” di balik layar, pertunjukan gak bakal jalan.
Dengan berpindah dari “aku harus jadi aktor utama” ke “aku jadi sutradara/backstage yang membantu relasi jadi bintang”, networking kita akan berubah: dari “buanyak connect tapi nggak ngobrol” menjadi “relasi yang merasa didengar, digerakkan, dihargai”. Itu hook-nya. Sekarang kita ke inti: bagaimana buku Building a StoryBrand mengajarkan kerangka storytelling yang bisa kita pakai di LinkedIn, dan bagaimana langkah praktisnya.
Apa yang saya pelajari dari Building a StoryBrand & bagaimana diterapkan di LinkedIn
Buku ini mengenalkan kerangka yang disebut SB7 Framework — tujuh bagian cerita: karakter, masalah, guide, rencana, aksi, kegagalan yang dihindari, keberhasilan. Kita akan terapkan tiap komponen ke realm networking LinkedIn:
1. Karakter (Character) → Relasi / target koneksi
Dalam cerita, karakter adalah hero. Di LinkedIn, karakter bisa jadi relasi yang kamu target bantu: misalnya “manager muda yang ingin scale timnya”, atau “freelancer yang ingin transition ke corporate”. Kuncinya: identifikasi satu tipologi relasi yang ingin kamu layani / kenal.
Step: Tuliskan satu atau dua persona relasi yang ideal. Contoh: “Senior transformation leader yang merasa kultur perusahaan stuck” atau “early career profesional yang takut muncul di LinkedIn”.
2. Has a Problem → Identifikasi masalah eksternal & internal
Buku memperjelas: masalah bukan hanya eksternal (contoh: bisnis butuh branding), tapi internal (contoh: merasa nggak dihargai, takut gagal).
Di LinkedIn, relasi kita bisa punya masalah seperti: “saya connect banyak tapi nggak ada engagement” (eksternal) dan “saya merasa ga credible, mikir posting saya ga berpengaruh” (internal).
3. And Meets a Guide → Kamu sebagai guide
Di framework, brand menjadi guide, bukan hero. Dalam networking: kamu bisa menjadi orang yang punya pengalaman, resources, insight, atau koneksi yang bisa bantu relasi tersebut. Empati + authority dibutuhkan.
Empati: “Saya tahu rasanya connect banyak tapi engagement sedikit.”
Authority: “Saya sudah mencoba strategi narrative baru di LinkedIn dan melihat engagement naik 40%” (real data jika ada)
Ketika relasi merasa kamu “mengerti saya” dan “bisa bantu saya”, maka relasi akan lebih terbuka.
4. Who Gives Them a Plan → Rencana konkret untuk relasi
Guide memberikan plan supaya hero tahu langkah apa yang harus diambil. Dalam LinkedIn networking: jangan hanya “ayo connect”, tapi “ini 3 langkah yang bisa kita coba untuk meningkatkan engagement/connections meaningful”.
Contoh plan sederhana:
-
Langkah 1: tweak headline & “About” kamu agar jelas target persona & value yang kamu tawarkan.
-
Langkah 2: kirim satu pesan personalized ke 5 koneksi baru minggu ini, tanyakan “apa tantangan terbesar Anda di LinkedIn sekarang?”
-
Langkah 3: di minggu depan, posting satu artikel/insight berdasarkan hasil chat, mention minimal satu koneksi, lalu tag relevan.
5. And Calls Them to Action → Ajak untuk bertindak
Tanpa ajakan, relasi akan tetap “oke nanti aja”. Buku menyebut pentingnya call to action.
Di LinkedIn: bisa ajakan eksplisit dan transisi. Contoh: “Jika Anda merasa engagement LinkedIn Anda stagnan, ayo kita jadwal 15 menit call atau saya kirim template gratis. Mau nanti saya share?”
6. That Helps Them Avoid Failure → Tunjukkan apa yang dihindari
Framework mencakup kegagalan yang bisa terjadi apabila mereka tidak bertindak.
Contoh di LinkedIn: “Jika Anda terus posting tanpa strategi, Anda akan tetap stuck, koneksi cuma jadi nomor, dan Anda kehilangan kesempatan relasi yang sebenarnya bisa bantu karier Anda.”
Dengan menunjukkan risiko, relasi merasakan urgensi.
Step: Saat ngobrol atau posting, sisipkan: “Kalau saya dulu tetap posting tanpa polesan, saya akan tetap invisible. Tapi saya coba ini dan…”
Gunakan data atau cerita pribadi untuk memperkuat.
7. And Ends in Success → Visualisasikan hasil positif
Buku mengajarkan: jangan anggap orang tahu sendiri apa hasilnya—kita harus ceritakan.
Contoh LinkedIn: “Setelah kita tweak profil dan mulai pesan personalized, Anda akan mulai melihat koneksi yang benar-benar engage, menawarkan kolaborasi, atau bahkan membuka peluang pekerjaan/klien baru. Anda bukan cuma slide di LinkedIn—Anda jadi figura yang dicari orang.”
Step: Gambarkan hasil spesifik, misalnya: “3 bulan dari sekarang Anda akan punya minimal 3 relasi aktif dari 5 pesan personalized yang Anda kirim.”
Jika kamu punya bukti, tambahkan: “Saya sudah lakukan ini dan saya dapat dua peluang speaking dari relasi baru.”
Oke, supaya nggak cuma teori, saya ceritakan kisah saya sendiri di LinkedIn dengan framework ini:
Saya sadar: saya punya target relasi yakni “manajer transformasi di perusahaan BUMN yang merasa perubahan budaya jalan di tempat”. Itu karakter (hero) saya.
Masalah mereka: banyak meeting, banyak inisiatif tapi sedikit hasil; internal mereka: “saya takut gagal, saya merasa saya tidak punya support”, eksternal: “struktur lama, anak perusahaan jalan sendiri”.
Saya memilih posisi guide: saya punya pengalaman sebagai Management Consultant di salah satu consulting firm—saya tahu tantangannya.
Rencana: saya buat posting mingguan “3 hal yang saya pelajari dari rutinitas transformasi yang bisa kamu coba”, lalu saya personal message ke beberapa manajer: “Halo X, saya baca posting Anda tentang … Saya juga pernah di situ dan saya wonder: apa hal terbesar yang bikin Anda berhenti tahun ini? Kalau Anda mau, saya bisa share 1 skrip sesi 60 menit yang kami pakai di X”
Call to action: “Mau saya kirim skripnya? Gratis kok, saya cuma pengen dengar apa refleksi Anda setelah pakai.”
Avoid failure: “Kalau proses ini terus jalan sendiri tanpa intervensi, Anda bisa jadi stuck dan target transformasi meleset.”
Success: “Bayangkan dalam 3 bulan Anda punya minimal satu anak perusahaan yang aktif bersinergi, bukan jalan sendiri, dan Anda punya modul repeatable yang bisa dikembangkan.”
Hasilnya? Beberapa manajer respons, kita ngobrol, salah satu bahkan minta saya jadi mentor kecil. LinkedIn saya bukan cuma connect banyak, tapi ada interaksi bermakna.
Dan saya bahagia: karena saya merasa membantu orang, bukan cuma posting demi jumlah.
Tips praktis yang bisa kamu mulai besok pagi
Agar kamu langsung action, berikut 5 tips spesifik untuk LinkedIn-mu:
-
Ubah headline + About kamu
Gantilah dengan format: “Saya bantu [tipe profesional] yang [masalah spesifik] agar mereka bisa [hasil].” Contoh: “Saya bantu manajer transformasi yang roadblock integrasi anak perusahaan agar mereka bisa meluncurkan satu modul budaya dalam 90 hari.”
Ini membuat relasi potensial tahu: “Oh, dia ngerti saya.” -
Post cerita dengan struktur SB7
Posting bukan hanya fakta dan tips, tapi tuliskan: “Saya dulu … (masalah) → lalu saya ketemu … (guide) → saya coba ini 3 langkah → hasilnya …”
Relasi akan lebih engage karena mereka ‘terlibat’ dalam narasi. -
Kirim pesan personalised ke koneksi baru
Jangan generic “hi, let’s connect”. Tapi: “Saya liat Anda… saya juga pernah punya challenge ini… saya pingin tahu: apa hal terbesar yang sekarang menghambat Anda?”
Dengan penuh empati, menunjukkan bahwa kamu perhatian terhadap cerita mereka. -
Beri value gratis dan ajak kolaborasi
Bisa berupa template, insight, webinar kecil. Tujuannya bukan jualan langsung, tapi “saya sebagai guide siap bantu”. -
Lacak dan ulang narasi sukses-mu
Catat hasil: siapa yang merespons, siapa yang mulai ngobrol, siapa yang minta bantuan. Dari situ bikin ‘case’ kecil dan share sebagai testimoni (ini memperkuat authority).
Ulang siklus: identifikasi karakter baru, masalah baru, plan baru.
Kenapa ini bisa bikin sukses dan bahagia
Karena kita pindah frame: dari “networking sebagai kuantitas” ke “networking sebagai kualitas cerita”.
-
Sukses: Kamu punya relasi yang relevan, kamu muncul di radar orang yang kamu ingin bantu/kerjasama.
-
Bahagia: Kamu nggak merasa sekadar melepas pesan massal atau menunggu like. Kamu merasa ‘bermakna’. Kamu tahu tiap koneksi bisa jadi hero dalam cerita mereka—dan kamu bantu mereka.
Buku Building a StoryBrand memberikan kerangka yang sederhana tapi powerful untuk membuat komunikasi kita jadi jelas dan bermakna: “Karakter yang ingin sesuatu, masalah yang mereka hadapi, guide dengan rencana, call to action, hindari kegagalan, akhiri dengan sukses.”
Kalau kita terapin ke LinkedIn networking, kita nggak sekadar posting dan berharap; kita bergerak dengan narasi, dengan arah, dengan empati. Itu yang membedakan “koneksi biasa” dengan “relasi bermakna”.
Penutup
Teman-teman, saya mau bilang: kamu punya cerita yang belum diceritakan dengan benar. Mungkin selama ini kamu merasa “engagement saya sedikit”, “saya nggak tahu kenapa orang nggak merespons”, “saya capek connect tapi nggak ngobrol”. Itu karena kamu belum jalankan narasi yang tepat—kamu belum jadi guide, atau kamu belum mengenali hero-mu.
Mulailah besok pagi: tentukan satu karakter (relasi) yang ingin kamu bantu. Tanyakan: “Apa masalah mereka?”, “Apa saya bisa jadi guide mereka?”, “Langkah apa yang saya tawarkan besok?”, “Aksi apa yang saya ajak mereka lakukan?”.
Gunakan kerangka dari Building a StoryBrand: karakter → masalah → guide → plan → aksi → hindari kegagalan → sukses.
Di LinkedIn, jadikan tiap postingan, tiap pesan, tiap profil bukan sekadar “ini saya” tetapi “ini saya siap bantu karakter jadi hero”.
Dengan langkah kecil dan konsisten, kamu akan lihat jaringanmu bukan cuma angka, tetapi manusia yang terasa, yang berinteraksi, yang berkembang—dan kamu akan merasa puas, karena kamu membantu.
Terima kasih sudah membaca. Semoga LinkedIn-mu besok lebih dari sekadar jaringan. Semoga ia jadi ruang cerita, ruang relasi, ruang makna.
Sampai ketemu di feed — dan semoga cerita kamu jadi cerita yang layak dikenang.
#Networking #LinkedInTips #Storytelling #PersonalBrand #CareerGrowth #GenZLeadership #MeaningfulConnections
Leave a Reply