Setiap tahunnya jutaan sarjana baru lahir. Namun, 5-8 tahun pertama dalam menapaki tangga karier tidaklah mudah. Karena dalam praktiknya mereka akan dihadapkan pada ketidakpastian, keraguan, kebimbangan, dan kegalauan yang tak berkesudahan. Mereka mempertanyakan jalan mana yang harus mereka tempuh untuk memenangkan masa depan.
Itulah periode yang penuh turbulensi. Fase ketika seseorang terombang-ambing di “persimpangan jalan”. Masa transisi yang membuat mereka merenungkan kembali terkait apa yang sebenarnya benar-benar mereka inginkan.
Itulah yang kita kenal dengan krisis seperempat baya atau Quarter-Life Crisis. Sebuah masa yang membuat anak-anak muda melontarkan beberapa pertanyaan mendasar seperti:
* Haruskah bertahan dari tempat kerja sekarang?
* Bisnis apa yang sebaiknya digeluti?
* Apa jurusan S2 yang perlu diambil?
* Haruskah bekerja sambil melanjutkan S2 di dalam negeri?
* Beranikah resign dari pekerjaan untuk melanjutkan S2 di luar negeri?
* Profesi atau industri apa yang sebaiknya dipilih?
* Apakah sebaiknya mengambil KPR sekarang?
* Kapan sebaiknya menikah?
* Dan berderet pertanyaan tak berujung yang kerap kali ditanyakan pada mereka yang berusia 20-an sampai 30-an.
Krisis seperempat baya adalah istilah psikologi yang merujuk pada keadaan emosional anak-anak muda yang penuh dengan kekhawatiran, keraguan terhadap kemampuan diri, dan kebingungan dalam menentukan arah hidup. Krisis ini terjadi sebagai imbas dari tekanan dari dalam diri (internal) maupun pihak luar (eksternal) karena belum adanya tujuan hidup yang jelas sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, dan begitu banyaknya pilihan yang perlu diambil untuk menentukan “arah” masa depan.
Krisis seperempat baya adalah transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa yang menjadi “kejutan” bagi banyak orang. Itu bisa membuat setiap orang merasa tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, ragu-ragu, dan takut. Akan tetapi, mengalami krisis seperempat baya sejatinya adalah hal yang lumrah. Karena merupakan sebuah proses untuk menemukan jati diri atau terlahir menjadi “pribadi yang baru”.
Melewati krisis seperempat baya memang begitu menguras emosi. Sebagaimana sebagian besar millennial Indonesia, saya menghabiskan 5 tahun pertama bekerja dengan menjadi “kutu loncat” alias berpindah-pindah kerja sekaligus profesi. Saya pun dihadapkan kegalauan yang luar biasa ketika memutuskan jurusan kuliah S2. Yang tersulit tentu saja adalah ketika memberanikan diri untuk melepaskan masa lajang.
Setelah mengambil masa Sabbatical selama lebih dari setahun, saya pun berhasil “menaklukkan” krisis seperempat baya. Pengalaman tersebut saya terbitkan dalam buku berjudul Mantra Kehidupan: Refleksi Melewati Fresh Graduate Syndrome & Quarter-Life Crisis. Sebuah buku yang berisi saripati pengalaman pribadi dan hasil riset yang melibatkan lebih dari 200 responden di 20 provinsi dan 27 kota di tanah air serta 8 kota di 7 negara. Mulai dari profesor, bankir, pengacara, pengusaha, guru, artis, hingga pemuka agama.
Berikut adalah jurus melewati Quarter-Life Crisis yang dapat diterapkan oleh generasi muda Indonesia.
Pertama, identifikasilah pemicunya. Ketika kita meluangkan waktu untuk mengidentifikasi apa yang membuat kita mempertanyakan diri sendiri dan merasa tidak tenang, kita akan mulai memahami bagaimana merasa lebih nyaman dan mengurangi perasaan itu. Jika kita mulai menyadari ketakutan karena tidak mengetahui apa yang kita inginkan dalam hidup dan apakah kita membuat pilihan yang tepat atau tidak, kita bisa mulai merasa lebih nyaman. Jika kita mulai memperhatikan sikap kita terhadap keputusan dan pilihan itu untuk hidup sendiri, maka kita dapat mulai mengubahnya dan menggantinya dengan yang positif.
Ketika kita mulai mengidentifikasi bahwa kita memberi tekanan pada diri sendiri untuk berada pada titik tertentu, kita dapat mulai menggantinya dengan pemikiran yang lebih rasional. Misalnya, kita dapat mengubah pemikiran kita tentang “Saya harus menjadi Direktur pada usia tertentu atau “Saya harus menikah sekarang” menjadi sikap yang lebih realistis seperti “Saya persis di tempat yang saya inginkan” dan “Saya sedang menuju ke arah terbaik dalam perjalanan hidup saya.”
Kedua, ikuti apa yang membuat bahagia. Bagaimana kita tahu apa yang benar-benar membuat kita bahagia? Pertama-tama kita perlu mengetahuinya dan dapat melakukannya dengan penuh perhatian ketika kita merasa bahagia pada saat itu. Mencatat perasaan ini dapat membantu kita mengidentifikasi apa yang membuat kita merasa bahagia.
Sebaliknya jika kita berfokus pada apa yang kita pikir harus kita lakukan dan membandingkan diri sendiri dengan teman dan keluarga pada usia yang sama, maka kita akan kehilangan apa yang benar-benar kita inginkan. Ikutilah hasrat kita sendiri dan gunakan itu sebagai motivasi untuk mencapai tujuan pribadi kita.
Ketiga, buatlah rencana. Saat kita lebih rileks dan merasa tenang, kita bisa meluangkan waktu untuk menyusun rencana. Meluangkan waktu untuk menulis apa yang kita inginkan dalam hidup dapat membantu kita merasa lebih dekat untuk mencapai tujuan tersebut. Membuat tujuan kecil setiap minggu akan membuatnya lebih mudah untuk dicapai dan membantu kita menemukan kepercayaan diri untuk membuat keputusan yang tepat di masa depan.
Membuat rencana dapat membantu kita merasa lebih sadar diri dan mengabaikan tekanan apa pun untuk melakukan apa yang menurut kita seharusnya dilakukan. Setelah kita memiliki rencana itu, kita dapat mulai menerapkan langkah-langkah kecil untuk membuat perubahan yang dapat membantu meningkatkan sikap kita. Jika sikap kita terhadap diri sendiri menjadi lebih positif, maka kita akan mulai mantap untuk mengetahui apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup.
Keempat, tekuni pekerjaan sampingan. Salah satu alasan terbesar orang mengalami kesulitan mengambil “lompatan besar” untuk mengejar impian mereka adalah stabilitas keuangan dan jaminan untuk sukses. Kita dapat terus merasa “secured” dan mencoba hal-hal baru dengan bekerja sampingan. Pekerjaan sampingan bisa kita mulai dengan menekuni pekerjaan sesuai hobi atau minat. Bisa juga mengikuti peluang yang ditawarkan oleh pihak luar seperti menjadi dropshipper, reseller, agen asuransi, distributor MLM dan seterusnya.
Pekerjaan sampingan memang membutuhkan waktu, tenaga, dan dedikasi ekstra. Namun kita dapat melihatnya sebagai cara untuk mengembangkan hobi dan minat dengan bonus menghasilkan uang dan jaringan yang berfaedah di kemudian hari. Kita tidak pernah tahu, pekerjaan sampingan itu dapat berubah menjadi pekerjaan penuh waktu dan bahkan menghasilkan lebih banyak uang daripada yang kita kira sebelum kita mencobanya. Nasehatilah diri sendiri untuk berani mengambil pekerjaan sampingan. Jika kita sudah siap mental, tidak ada salahnya untuk merintis bisnis kita sendiri.
Kelima, nikmati ketidaknyamanan sementara. Ada dua jenis ketidaknyamanan dalam hidup ini: ketika kita dihadapkan pada marabahaya, dan ketika kita menghadapi hal baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Ketidaknyamanan berasal dari alam bawah sadar kita yang mencoba memberi sinyal kepada kita bahwa situasi atau gaya hidup kita saat ini tidak lagi melayani kita atau bahwa kita berada dalam “musim pertumbuhan” dan perubahan.
Nikmatilah ketidaknyamanan dan dengarkan. Kenali bagian-bagian diri kita yang merasa tidak nyaman dan coba cari tahu apa sebenarnya yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut. Jujurlah dengan diri sendiri dan akui jika kita telah membuat “alasan” untuk membantu diri kita merasa lebih baik. Akan tiba saatnya dalam hidup ketika kita harus “berdamai” dengan ketidaknyamanan demi pencapaian goal atau kehidupan yang lebih selaras dengan jati diri kita.
Keenam, temuilah orang-orang yang telah melaluinya. Jika kita ingin tahu tentang karier atau gaya hidup, cobalah untuk bertemu dengan orang-orang yang pernah melakukannya sebelumnya. Salah satu hal indah tentang hidup adalah bahwa ada begitu banyak jalan yang pada akhirnya dapat mengarah pada kepuasan batin. Bicaralah dengan orang-orang yang telah mengambil “lompatan besar” untuk beralih dari sesuatu yang mirip dengan keadaan kita. Kita akan memahami bahwa nampaknya kesuksesan dilalui dengan begitu mudahnya, padahal dalam kenyataannya kemungkinan besar butuh banyak “trial and error” untuk membawa mereka ke tempat mereka sekarang. Berbicara dengan orang yang telah melakukannya sebelumnya dapat membantu kita mulai melihat bahwa impian kita dapat menjadi kenyataan.
Ketujuh, mintalah bantuan profesional. Selama mengarungi krisis seperempat baya, sudah tidak terhitung lagi jumlah orang yang saya andalkan untuk membantu saya. Mulai dari psikolog, konselor, career coach, dan hypnotherapist. Termasuk ribuan orang yang saya temui secara virtual maupun tatap muka selama menikmati Sabbatical.
Krisis seperempat baya bukanlah penyakit atau hal yang memalukan karena sebagian besar orang melaluinya juga. Jadi, jangan sungkan untuk menghubungi para profesional untuk membantu kita keluar dari “jeratan” krisis seperempat baya.
Kedelapan, cintai takdirmu. Setiap orang adalah unik. Orang tua yang mengasuh kita, sekolah yang kita masuki, masalah yang kita lalui, tantangan yang kita hadapi, ambisi yang kita miliki, dan apa yang membuat kita bahagia benar-benar berbeda. Menyadari hal itu, jangan membanding-bandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain karena justru itu akan membuat kita semakin frustasi atau tidak bahagia.
Yang perlu kita bandingkan adalah pencapaian diri kita hari ini dengan pencapaian kita kemarin. Jika kita telah mengikuti proses yang benar, tentu akan ada progress atau kemajuan. Itulah kesuksesan yang sesungguhnya karena hidup adalah perjalanan.
Tidak ada salahnya untuk membatasi waktu kita mengakses media sosial. Jika perlu kita bisa mencoba “hibernasi” dalam beberapa waktu. Karena kebanyakan anak muda merasa “insecure” ketika membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Itulah delapan jurus yang pernah saya andalkan selama mengalami krisis seperempat baya. Selamat mencoba.