Mungkin semua orang pernah menikmati liburan. Tapi saya yakin belum tentu semua orang berani keluar dari pekerjaan hanya untuk “semedi”. Satu aktifitas yang dianggap buang-buang uang, waktu, tenaga dan pikiran.
Gw sendiri memutuskan “bertapa” selam 1 (satu) tahun penuh. Meninggalkan karir yang cukup baik (untuk ukuran kelas menengah Indonesia). Menjalani hari demi hari tanpa perlu menunggu perintah bos, aturan waktu yang mengikat, dan gaya hidup yang nyaman. Satu fase yang penuh dengan hal-hal paling mengejutkan dalam hidup.
So, apa yang didapatkan selama semedi? Ada banyak. Tapi salah satunya ya buku kecil berjudul Mantra Kehidupan: Sebuah Refleksi Melewati Fresh Graduate Syndrome & Quarter-Life Crisis. Hanya butuh 2 minggu menuliskan “bocah” ke-8 saya ini. Tapi, isinya tidak main-main.
So, apa sih pesan dari “jabang bayi” ini?
- Saripati (>) 1/4 abad petualangan, pergumulan bathin dan kontemplasi menjalani hidup.
- “Oleh-oleh” 1 tahun penuh masa Sabbatical (Gap Year) melintasi lebih 16 provinsi, ratusan kota dan ribuan desa. Termasuk 6 bulan “semedi” di sebuah pulau (surga) di bibir Selat Malaka 😛
- Riset saya pribadi yang menghabiskan wawancara face to face (maupun virtual) lebih dari 500 orang di 20 provinsi, 35 kota, dan 7 negara. Mulai dari Profesor, CEO, Menteri, Juru Bicara Presiden, Rektor, anggota DPR, bankir, penulis, artis, dokter, pengacara, pedagang, bhiksu, motivator, penyanyi, Pemimpin Redaksi, Panglima TNI, ilmuwan, politisi, PR, akuntan, petani, hingga profesional dari berbagai bidang.
- Studi literatur yang “memakan” lebih dari 1300 buku. Sebagian besar terbitan USA dengan perspektif (peradaban dan pemikiran) gado-gado. Mulai dari Islam, Barat, Kejawen, Yahudi, Persia, Tiongkok, dan Hindi.
Baca Juga: Ngapain Aja Gue Selama “Semedi”? —– Apa Yang Gue Dapet Selama Gap Year? —– 4 Hal Yang Harus Lho Pikirkan Sebelum Sabbatical
Mengapa buku ini gw tulis?
Simple saja. Gw pernah berada di titik terendah dalam hidup bertajuk Quarter-Life Crisis. Mencoba berdamai diri sendiri dengan mendatangi para bijak bestari, yogi, dan mencari “diri yang hilang” melalui beragam cara. Memakai jasa hipnoterapis, Life Coach, psikiater, grafolog, hingga psikolog. > 50 Self-Assesment multipendekatan (dan teknologi) telah gw coba.
Gw nggak ingin adik-adik generasi di bawah gw mengalami hal yang sama. So, buku ini tidak berisi bualan. Bukan curhatan sampah. Bukan pula rangkaian kata-kata untuk (sok) memotivasi. Buku ini murni hasil perenungan berbasis riset ilmiah.
Buku ini nggak berisi kutipan sono-sini yang penuh teori. Tapi sarat dengan Work Book. So, rugi banget kalau hanya sekedar membaca tapi nggak mau mengerjakan “tugas” dari gw.
Dan . . . . buku ini dilengkapi dengan berderet pendekatan untuk mengenali diri pembacanya. Self-Discovery paripurna. Inshaallah.
Gw ucapkan banyak terima kasih untuk para Guru Kehidupan yang telah memberikan testimoni. Bapak Asep Saefuddin, Kang Dedi Priadi, Mas Kemal Gani. dan Coach Andrew Tani.
13 Maret 2017 bisa didapatkan di Gramedia terdekat di seluruh Indonesia. Semoga nggak molor ya hehe.