Tag: Agung Setiyo Wibowo

  • Kamu Tidak Sendirian

    Sudahkah Anda mempersiapkan dana pendidikan anak hingga (setidaknya) S1? Jika sudah, apakah Anda merasa telah memilih instrumen yang tepat? Jika belum, apakah masih bingung?
    Sudah yakinkah Anda tentang cara mengajarkan keuangan pada anak sesuai tahap perkembangan? Apa saja tantangannya selama ini?

    Dua pertanyaan itulah yang menjadi dasar lahirnya buku Kamu Tidak Sendirian: Sharing dari Dua Ayah Milenial Tentang Cara Mengajarkan Uang Pada Anak. Ditulis oleh praktisi perencana keuangan papan atas, CEO Jooara Gembong Suwito dan guru pengembangan diri beken, Coach ReSkills Agung Setiyo Wibowo, buku ini akan segera hadir di jaringan Toko Buku Gramedia di seluruh Indonesia mulai Juli 2024.

    Bagi Anda yang malas ke toko buku, tenang saja. Buku ini akan hadir versi digitalnya di aplikasi Gramedia Digital dan Google Play Books (Google Books). Bagi yang masih ingin membaca versi cetaknya namun “mageran” akan bisa mendapatkan buku ini di berderet ecommerce kesayangan Anda seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, Elevenia dan seterusnya.

    Untuk Siapa Buku Ini Ditulis?
    – Orang tua dan calon orang tua yang ingin membuat anaknya melek secara finansial sejak dini
    – Orang tua dan calon orang tua yang ingin menyiapkan dana pendidikan anak dari PAUD hingga perguruan tinggi
    – Siapa saja yang ingin mengasah keterampilan Financial Parenting sekaligus Financial Planning

    Mengapa Anda Harus Baca Buku Ini?
    Menurut riset Jiwasraya, nilai inflasi pendidikan per tahun tidak kurang dari 15%. Angka itu tentu begitu tinggi mengingat kenaikan gaji per tahun rata-rata tidak lebih dari 7%. Dengan asumsi inflasi yang begitu besar tersebut, maka biaya sekolah satu orang anak dari TK hingga S1 bisa mencapai hingga lebih dari Rp 1 miliar pada 2030.

    Sementara itu, menurut temuan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi yang timbul dari sektor pendidikan mencapai  3,81% dan kenaikan rata-rata uang pangkal pendidikan di tanah air berkisar 10-15% per tahun. Bahkan berdasarkan laporan AIA Financial Indonesia, rata-rata kenaikan biaya pendidikan di negara kita mencapai 20% per tahun. Sedangkan rata-rata kenaikan biaya pendidikan perguruan tinggi swasta mencapai hingga 40%. Hal itu menyadarkan kita pentingnya menyiapkan dana pendidikan anak dengan strategi yang tepat.

    Di sisi lain, literasi keuangan masyarakat Indonesia masih relatif rendah. Hal ini diperparah dengan nihilnya kurikulum keuangan di pendidikan formal, budaya tabu membicarakan masalah keuangan, dan lambatnya adopsi teknologi keuangan.

    Buruknya literasi keuangan diperkuat oleh temuan survei Bank UOB Indonesia 2019 yang mengungkapkan bahwa milenial Indonesia menghabiskan 50 persen dari pendapatan mereka untuk apa yang disebut “gaya hidup 4S”, yaitu Sugar (makanan dan minuman), Skin (kecantikan dan perawatan kulit), Sun (perjalanan dan rekreasi), dan Screen (konsumsi layar digital).

    Menurut temuan Katadata Insight Center dan Kredivo terhadap lebih dari 3500 responden pada Maret 2021, jumlah pelanggan baru Paylater meningkat hingga 55% selama pandemi Covid-19. Sementara itu menurut statistik Fintech Lending edisi Mei 2023 yang dikeluarkan OJK, pengguna yang kesulitan membayar tunggakan kredit semakin muda. Buktinya, pada empat bulan pertama 2023 nilai kredit macet dari kalangan milenial (rentang usia 19-34 tahun) mencapai Rp 782,13 miliar. Sebagai perbandingan, nilai kredit macet secara keseluruhan usia di industri fintech lending mencapai Rp 1,73 triliun yang berarti 45,2% Kredit macet tersebut di kontribusikan oleh kalangan Milenial. Hal itu menunjukkan betapa buruknya literasi keuangan generasi muda Indonesia yang sangat mungkin merupakan anak, keponakan, sepupu, adik, kakak, tetangga atau saudara kita sendiri.

    Rendahnya literasi keuangan memang menggiring konsumen untuk membuat keputusan yang kurang informasi, terjerat dalam lilitan utang, hingga menjadi korban terjerat produk ilegal. Dalam jangka panjang, hal itu juga bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan yang jika tidak segera diatasi bisa makin menghambat kemajuan industri keuangan.

    Minimnya literasi keuangan mengakibatkan pengelolaan keuangan yang tidak sehat. Tak mengherankan bila temuan riset berbagai lembaga menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia menghabiskan lebih dari setengah pendapatannya untuk kebutuhan bulanan dan hanya menyisihkan 10,7% untuk ditabung.

    Sementara itu, berdasarkan laporan Financial Fitness Index yang dirilis OCBC NISP, sekitar 80% pemuda tidak melakukan pencatatan anggaran dan hanya terdapat 16% yang memiliki dana darurat untuk meminimalisasi risiko finansial ke depannya seperti hilangnya penghasilan akibat kehilangan pekerjaan, faktor kesehatan, dan risiko-risiko lainnya. Survei tersebut juga membeberkan bahwa hanya 3% yang memiliki produk investasi, meskipun masih banyak yang belum berinvestasi secara benar.

    Rendahnya literasi keuangan dapat membawa dampak yang sangat merugikan. Mulai dari perencanaan keuangan yang tidak baik, tidak adanya tujuan untuk mengelola keuangan, penempatan instrumen investasi yang tidak tepat, hingga tidak tercapainya berbagai target hidup karena ketidakmampuan mengelola uang.

    Seperti Apa Sinopsisnya?
    Bisa atau tidaknya orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya hingga ke jenjang tertinggi bukan semata-mata karena minimnya pendapatan yang diperoleh. Namun, tidak jarang disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan. Sebagian orang tua sebenarnya cukup melek finansial, namun tetap juga menghadapi bencana keuangan lantaran tidak bisa menyesuaikan penghasilan dengan gaya hidup.

    Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa keuangan tidak diajarkan di sekolah meskipun semua orang membutuhkannya dalam keseharian. Orang tua yang seharusnya berperan mengajarkan pengelolaan keuangan sejak dini kepada anak-anaknya, pada kenyataannya masih menganggapnya sebagai isu yang paling tabu untuk dibicarakan. Padahal cara kita memandang, memaknai dan memperlakukan uang paling banyak dipangaruhi oleh orang tua kita.

    Buku ini membeberkan metode mengedukasi keuangan berdasarkan tahapan perkembangan anak sekaligus langkah-langkah menyiapkan dana pendidikan anak dengan berbagai pendekatan. Sarat dengan best practices, studi kasus, dan lessons learned; buku ini dirancang untuk mewujudkan keluarga Indonesia yang melek sekaligus berdaya secara finansial.

    Apa Kelebihan Buku Ini Dibandingkan Buku Sejenis?
    – Menyajikan edukasi keuangan berdasarkan perkembangan anak yang dilengkapi dengan Games untuk memudahkan pemahaman
    – Memberikan teori sekaligus lembar kerja untuk mempraktikkkan perencanaan keuangan
    – Menawarkan langkah-langkah perencanaan biaya pendidikan anak dengan berbagai instrumen
    – Financial Checkup untuk pembaca dengan pengirim testimoni terbaik yang dipilih oleh penulis
    – Gratis konsultasi perencanaan biaya pendidikan anak untuk 10 pemenang (diundi)

    Apa Kata Mereka?

    “Alhamdulillah seneng rasanya bisa membaca buku ini. Semakin senang lagi karena ditulis oleh Mas Gembong Suwito alumni ITS yang sudah saya anggap seperti anak saya sendiri dan temannya Mas Agung Setiyo Wibowo. Buku ini terdiri 4 bagian yaitu Mindset, Mapping, Measure dan Modeling. Buku ini wajib dimiliki orang tua, karena sangat asyik dibaca dan bisa diajarkan secara bertahap untuk putra/putrinya.
    Apalagi, anak-anak kita hari ini menghadapi lebih banyak tekanan untuk menghabiskan uang dan mengikuti teman-teman mereka. Tantangan bagi orang tua adalah untuk mengajarkan tanggung jawab ketika masyarakat kita mungkin tidak menaruh banyak nilai pada nilai-nilai tersebut.
    Buku ini mengajarkan kepada orang tua apa yang harus diberitahukan kepada putra/putrinya mereka tentang uang dan bagaimana cara memberi tahu mereka. Para penulis berbagi pandangan mereka dalam bahasa yang masuk akal. Kebiasaan uang yang baik ditampilkan dengan cara yang mudah diikuti.
    Saya berharap kita memiliki pandangan jauh ke depan untuk membaca dan menerapkan banyak pelajarannya. Buku ini sangat cocok dibaca oleh siapa saja, bukan hanya para orang tua yang galau dengan perencanaan keuangan.
    Semoga dengan terbitnya buku ini, orang tua dan pembaca lain akan lebih mudah memahami, mengerti dan mengajarkan ke putra/putrinya juga untuk dirinya. Semoga buku ini bermanfaat dan berdampak untuk kita semua khususnya mengenai persoalan keuangan.”
    Dr. Soehardjoepri, M.Si
    Kepala Departemen Aktuaria FSAD Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

    “Buku ini menawarkan petunjuk langkah demi langkah untuk menyiapkan biaya pendidikan anak sekaligus mengajarkan keuangan kepada anak berdasarkan tahapan perkembangan. A highly recommended book to read!”
    Rista Zwestika Reni, CFP
    Perencana Keuangan & Head of Advisory PINA
     
    “Sederhananya, buku ini membantu Anda menghasilkan uang. Anda juga akan belajar menabung, berinvestasi, dan mengelola uang Anda dengan lebih baik – semua hal yang baik. Saya harap Anda memiliki pandangan jauh ke depan untuk membaca dan menerapkan banyak pelajarannya.”
    Haryajid Ramelan, MM, RFC, CFP, CPRM, RIFA, CSA, CRP, CIB, CES, CTA
    Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal (LSPM)

    “Cerdas finansial adalah salah satu kunci sukses. Buku ini wajib dibaca para orang tua dan pendidik – mudah dibaca dan diterapkan.”
    Tessi Setiabudi, MA, MBA, CFP
    Penulis buku best-seller Inspirasi Karier Kedua

    “Agung dan Gembong memahami bahwa anak-anak harus mulai mempelajari keterampilan uang sejak dini, dan memperoleh keterampilan baru seiring pertumbuhan mereka. Panduan ini dirancang untuk membantu orang tua menempatkan anak-anak mereka pada pijakan keuangan yang sehat dengan mengurai topik yang sulit tetapi sangat penting.”
    Fifi Virgantria
    Direktur Retail & Information Technology BRI Danareksa Sekuritas

    Indeed bukunya bagus dan informatif banget, cocok buat panduan ayah dan bunda untuk membantu pembelajaran tentang uang bagi ananda tercinta.”
    Tri Djoko Santoso
    Founder & Chairman FPSB Indonesia

    “Life Skill merupakan perpaduan Hard skill yang dipraktekkan dan akan menciptakan Soft Skill. Dalam keuangan, Hard Skill saja tidak akan mudah dipahami dan dimengerti. Namun buku ini mau mengajarkan pengalaman baru dalam dunia keuangan serta investasi yang menggunakan logika sederhana dengan tujuan mudah untuk duplikasi.
    Penulis sebagai praktisi yang memang matang dalam bidangnya dan merupakan pembelajar handal juga pemateri yang baik, karya tulis dalam buku ini akan memandu pembacanya secara sederhana dan masuk dalam buah pikir ide untuk berbagai kalangan. Mulailah dengan belajar, praktekkan dan ajarkan (Learn, Do, Teach) terus ilmu perencana keuangan sebagai simbol kematangan lintas generasi.”
    Chief Henry Januar
    Master Inherintance Paralegal & Penulis Buku Asset That Follows Me

    “Banyak yang mampu menulis, tidak banyak yang mampu mengkomunikasikan tulisannya. Saya mengetahui penulis buku ini seorang pembelajar yang panjang dan pekerja keras. Dia adalah Qualified Financial Educator, Gembong Suwito. Miliki dan ambil manfaat dari buku ini.”
    Henra Sensei
    Founder Qrelevant.com
    Licensed NLP Coaching Trainer

    “Sangat Praktis. Buku ini cocok dibaca oleh siapa saja. Bukan hanya orang tua yang galau dengan perencanaan keuangan.”
    Muhammad Ichsan ChFC, CFP, MsFin
    CEO FPSB Indonesia

    “Coach Gembong & Coach Agung menyajikan panduan yang membumi, masuk akal dan beralasan kuat yang dikemas dengan bahasa yang sangat apik. Tidak ada istilah yang menakutkan, membosankan, atau mengintimidasi disini. Melainkan hanya pemikiran sangat baik tentang masalah keuangan pribadi yang penting bagi orang tua dari anak-anak segala usia.”
    Judy Febryano ChFC CFP
    Ketua FPAI (Financial Planner Association Indonesia)

    “Buku ini highly recommended to read karena menawarkan tips-tips praktis untuk mengedukasi anak-anak tentang pengelolaan keuangan berdasarkan tahapan perkembangan. Selain itu, buku ini juga menguas petunjuk langkah demi langkah bagi orang tua untuk menyiapkan biaya pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Buku ini ditulis dengan Bahasa yang ringan tanpa bermaksud menggurui sehingga mudah untuk dicerna oleh pembaca dari semua kalangan.“
    Achmad Aris
    COO & Editor in Chief PT Media Asuransi Indonesia

    “Buku ini wajib dibaca oleh siapa saja yang ingin menyiapkan dana pendidikan anak sedini mungkin.”
    Simon Imanto
    Praktisi Asuransi Jiwa & Presiden Direktur PT Avrist Assurance

    “Anak-anak kita hari ini menghadapi lebih banyak tekanan untuk menghabiskan uang dan mengikuti teman-teman mereka. Tantangan bagi orang tua adalah untuk mengajarkan tanggung jawab ketika masyarakat kita mungkin tidak menaruh banyak nilai pada nilai-nilai tersebut. Buku ini mengajarkan kepada orang tua apa yang harus diberitahukan kepada anak-anak mereka tentang uang dan bagaimana cara memberi tahu mereka. Para penulis berbagi pandangan mereka dalam bahasa yang masuk akal. Kebiasaan uang yang baik ditampilkan dengan cara yang mudah diikuti.”
    Dody A.S. Dalimunthe
    Dosen & Praktisi Industri Asuransi

    “Buku ini extraordinary karena berisi tips-tips praktis untuk mengedukasi anak-anak yang wajib dikonsumsi oleh orang tua.”
    Edmund Refan
    Head of Agency Learning & Development Prudential Indonesia

    Berapa Biayanya?
    Harga normal di toko buku Rp 88.000. Harga Pre Order Rp 80.000 di luar ongkir.

    Bagaimana Cara Memesannya?
    Anda bisa melakukan Pre-Order dengan klik ini hingga 15 Juni 2024.

    Adakah Kontak yang Bisa Dihubungi Lebih Lanjut?
    Anda bisa menghubungi +62 852 3050 4735 (Whatsapp).

  • Dijalani Aja

    Hidup itu hanya sekali. Ya, hanya sekali, kawan.

    Sayangnya, kita seringkali menyia-nyiakan hidup ini. Entah membuang waktu untuk hal yang tak berfaedah atau terjerembab dalam hal negatif yang merugikan.

    Hidup memang ujian.

    Dikatakan ujian karena jika kita mampu melewati berbagai tantangannya, kita akan “naik kelas” atau “naik derajat”. Sebaliknya, jika kita gagal; kita tentu akan merugi.

    Hidup  itu berwarna. Ada suka, ada duka, Ada tawa, ada lara.

    Seperti pelangi, hidup akan membosankan jika sewarna. Menyadari hal itu, kita semestinya sadar bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini bukanlah kebetulan.

    Tugas kita sejatinya hanyalah menjalani sebaik yang kita bisa. Biarkan Allah yang menilai. Karena toh pada akhirnya, segala hal yang kita lakukan itu ada “harga”-nya. Kita akan menerima rapor kelak.

    Kawan-kawanku semua. Mari jalani hidup ini dengan penuh syukur. Tak usah resah dengan apa yang terjadi esok. Jangan sesali apa yang terjadi kemarin.

    Jalani saja masalah yang kita temui. Nikmati prosesnya. Dan cintai dirimu.

     

    Salam bahagia.

    Agung Setiyo Wibowo

    Jakarta, 27 Juni 2022

     

    Sumber foto: https://unsplash.com/

  • Bahagia Itu . . .

    Bahagia.

    Satu kata ini saya yakin paling didambakan setiap orang. Dari tukang parkir hingga presiden. Yang jomblo, yang beranak. Yang di pedesaan ataupun yang di megapolitan.

    Ya. Segala hal yang kita lakukan merupakan cerminan dari itu. Karena bukankah kita mengerjakan apa saja yang menurut kita bisa membawa kebahagiaan?

    Sayangnya, kita sering terbuai dengan kebahagiaan palsu. Benda mewah yang kita beli, jabatan yang kita duduki, ketenaran yang dapat, cuan yang kita raih, dan seabrek hal duniawi lain ternyata tidak serta merta menjadikan diri kita bahagia.

    Bahagia itu pilihan. Tidak ada hubungannya dengan benda atau kejadian yang menghampiri kita. Bahagia justru bergantung dengan sikap kita.

    Bahagia bisa kita raih di mana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apa saja. Karena kuncinya adalah ikhlas dengan apa yang terjadi pada diri kita. Tidak lain adalah menerima apapun yang Tuhan berikan kepada kita. Jika kita runut lagi ujungnya adalah bersyukur.

    Nah. bagaimana dengan Anda? Apakah saat ini Anda bahagia?

    Jika ya, selamat ya. Tapi jangan lengah, karena kebahagiaan itu diperjuangkan. Itu sejalan dengan ujian yang kita lalui, masalah yang kita selesaikan, atau tindakan yang kita tunaikan.

    Jika belum? Teruslah berjuang, kawan. Karena hidup adalah perjalanan. Tidak ada yang abadi. Semua serba sementara. Karena segalanya datang silih berganti, datang dan pergi.

    Selamat menyelami kebahagiaan.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Jakarta, 7 Juni 2022

  • Sering Merasa Kekurangan? Ini Cara Jalani Hubungan yang Sehat dengan Uang

    Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak dari kita yang sering merasa kekurangan dalam hal rezeki.

    Apalagi untuk kita yang sedang berada di usia produktif saat ini, bekerja rasanya semata-mata untuk bertahan hidup dan tanpa bisa menikmatinya.

    Setelah mendapatkan gaji, sering kali kita merasa uang yang ada sangat cepat habis karena tersedot untuk membayar biaya sewa tempat tinggal, cicilan, dan memenuhi kebutuhan utama.

    Rasanya uang hanya menumpang lewat saja di dompet kita dan tidak bisa bertahan lama.

    Apakah Anda adalah salah satu yang merasakan hal tersebut?

    Jika iya, mungkin selama ini Anda belum menjalin hubungan yang baik dengan uang Anda.

    Masing-masing dari kita memiliki respons yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan uang.

    Ada yang merasa sangat bahagia hingga susah untuk mengontrol dirinya, ada juga yang takut dan cemas ketika akan mendapatkan uang.

    Semua itu berasal dari pembelajaran yang diberikan kepada kita mengenai uang, bisa jadi dari orang tua, lingkungan, tempat kerja, dan lain sebagainya.

    Lalu, bagaimana cara yang paling tepat untuk menghadapi uang agar bisa memiliki hubungan yang baik sehingga kita tidak lagi merasa kekurangan?

    Cara Hadapi Uang agar Tidak Merasa Kekurangan

    1. Menyembuhkan Luka Masa Lalu

    Kebanyakan orang memiliki hubungan yang buruk dengan uang karena bertahan pada pekerjaan yang mereka benci atau bisnis yang dilakukan hanya karena gaji.

    Akibatnya, kebahagiaan sulit direguk dan tanpa disadari perasaan stres, galau, takut, sakit, atau jengkel muncul setiap kali mereka menggunakan atau berpikir tentang uang, sehingga Anda harus mengubah pola pikir terlebih dahulu agar luka masa lalu Anda sembuh.

    2. Meraih Masa Depan dengan Menghargai Masa Lalu

    Banyak orang tidak menyadari banyaknya perjuangan yang dilaluinya untuk mencapai titik saat ini.

    Anda harus mampu melihat diri Anda sendiri dalam rangkaian yang luas, di masa lalu dan masa depan, sehingga Anda akan cenderung berperilaku dan bertindak dengan rasa tanggung jawab untuk generasi mendatang.

    3. Menerima Dua Sisi Uang

    Uang memang senantiasa memiliki dua sisi, dicintai tapi juga dibenci karena ia bisa memberikan ketakutan yang penuh dengan kontradiksi dan bisa mengantarkan kita pada mimpi terindah sekaligus mimpi terburuk yang tak pernah kita bayangkan.

    Sama seperti apa pun di dunia ini, jika kita ingin memiliki hubungan yang baik dengan uang, kita harus dapat menerimanya apa adanya.

    Namun jika Anda sudah melakukan hal tersebut dan masih merasa kekurangan, mungkin Anda harus memperdalam lagi pengetahuan Anda tentang uang dan tentang bagaimana cara untuk menarik rezeki yang berkelimpahan pada buku Seni Mengubah Nasib.

    Buku ini tidak hanya mengajak Anda mengenali keyakinan kita terhadap uang yang sebagian besar diwariskan dari orang tua kita, melainkan juga mengajak Anda menghilangkan keyakinan negatif yang menghancurkan dan menguatkan keyakinan positif yang memberdayakan berdasarkan arketipe uang Anda.

    Kemudian menggunakan wawasan tersebut untuk menciptakan tidak hanya hubungan yang lebih baik dengan uang, tetapi juga kekayaan dan kemakmuran yang membahagiakan.

    Buku Seni Mengubah Nasib ditulis langsung oleh motivator ulung Indonesia, yaitu Coach Yudi Candra, dan Agung Setiyo Wibowo yang sudah melahirkan puluhan buku pengembangan diri lainnya. Buku ini sudah bisa kamu dapatkan di Gramedia.com.

    Sumber: Kompas.com

  • 4 Hal yang Kupelajari Selama Melewati Quarter-Life Crisis

    Quarter-Life Crisis.

    Frase ini begitu populer bagi kawula muda. Khususnya yang baru memulai perjalanan kariernya.

    Ya. Quarter-Life Crisis memang paling banyak dialami oleh mereka yang saat ini berusia antara 25-35. Mereka yang saat ini tengah digalaukan dengan berbagai pilihan hidup. Tak heran beberapa pertanyaan berikut kerap mereka.

    Kapan nikah?

    Kapan lanjut S2?

    Haruskan berpindah industri?

    Bisnis apa yang mau ditekuni?

    Beranikah banting setir profesi?

    Perlukah pulang kampung sejenak sebelum bekerja lagi? 

    Beranikah menjadi Self-Employee atau Freeelancer penuh waktu? 

    Dan seterusnya. Dan seterusnya. 

    Saya pribadi, mulai merasakan gejala Quarter-Life Crisis sejak 2012 – tahun ketika saya menamatkan jenjang S1. Jika saya ingat-ingat lagi, “turbulensi jiwa” itu saya alami hingga tahun 2018. Jadi, sekira enam tahun saya mengalaminya dengan puncak kegalauan terjadi di tahun 2016 ketika saya memberanikan diri untuk menikmati jeda selama setahun alias Sabbatical.

    Lantas, apa yang kupelajari selama masa pancaroba itu? Kira-kira berikut hikmahnya.

    Mengenali Diri Sendiri Itu adalah Kuncinya

    Kebanyakan anak muda yang mengalami Quarter-Life Crisis tidak memahami dirinya sendiri. Mereka buta dengan kelebihan, kekurangan, bakat, minat, passion, atau kepribadian sendiri. Tak mengherankan mereka terjerembab bertahun-tahun menghadapi Quarter-Life Crisis yang seolah-olah tak berkesudahan. Saya sendiri memanfaatkan Sabbatical untuk mengenali diri sendiri lebih baik.

    Menikmati Proses itu Penting

    Tak sedikit Gen Y maupun Gen Z yang ingin “terburu-buru” sukses di usia muda. Tidak salah memang. Namun, yang salah adalah ketika mereka tidak mau menikmati proses. Tidak ada progress tanpa proses. Oleh karena itu, kita harus ikhlas menikmati segala hal yang ditawarkan oleh hidup pada diri kita. Seberat apapun tantangan yang kita miliki.

    Bahagia itu Tanpa Syarat

    Sesungguhnya semua orang mendambakan kebahagiaan. Karena segala hal yang kita lakukan memang mencerminkan apa yang menurut kita bisa membawa kebahagiaan. Sayangnya, seringkali anak muda justru tergiur dengan kebahagiaan semu. Mereka pikir bahagia itu ditentukan oleh cuan, jumlah likes atau followers di media sosial, ketenaran, pangkat, atau prestas duniawi lainnya. Padahal, siapapun bisa bahagia tanpa ditentukan oleh benda atau kejadian yang di luar kontrol kita.

    Setiap Orang Memiliki Jalan Masing-Masing

    Mungkin ini terdengar begitu klise. Namun toh memang begitu kenyataannya. Seringkali anak muda galau karena merasa insecure ketika melihat teman sebayanya kelihatan lebih tampan/cantik, sukses, terkenal, bahagia,  atau memiliki sesuatu yang wah. Mereka tidak menyadari bahwa hampir semua orang hanya memperlihatkan hal-hal yang indah saja di media sosialnya. Mereka kurang menyadari bahwa semua orang memiliki jalan masing-masing. Maka, membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya malah membuat diri kita tidak bahagia. Mereka lupa bahwa yang perlu dibanding-bandingkan adalah pencapaian diri kita sendiri saat ini dengan sebelumnya. Apakah ada kemajuan? Apakah lebih baik? Atau justru sebaliknya? Ini nih yang perlu dievaluasi.

    Nah, itulah 4 hal yang kupelajari selama “mengidap” krisis seperempat baya. Saat ini, Alhamdulillah aku mulai menikmati perjalanan hidup yang digariskan oleh Tuhan.

    Saat ini aku merasa bahagia. Karena aku tahu, bahagia adalah pilihan.

    Bagi teman-teman yang saat ini sedang mengalami Quarter-Life Crisis, nikmati saja prosesnya. Karena kelak kamu pasti akan melewatinya.

    Cintai takdirmu. Hidup hanya sekali.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Jakarta, 10 Juni 2022

  • Write First, Edit Later!

    Lima tahun terakhir saya sering mengadakan pelatihan menulis. Baik yang berbayar maupun yang digratiskan. Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul selama ini adalah, “Bagaimana tips menulis buku dengan cepat?”

    Pertanyaan itu begitu sederhana. Karena toh semua orang bisa mencari jawabannya hanya dalam hitungan detik melalui Google, YouTube, dan seterusnya.

    Namun, mengapa pertanyaan tersebut masih sering mencuat?

    Menurutku, tidak sedikit orang yang malas berproses. Mimpinya besar banget, wow gitu. Tapi upaya untuk mewujudkan mimpinya yang masih minim.

    Sejujurnya ada banyak banget faktor yang membuat orang tidak menyelesaikan naskah bukunya. Dari motivasi diri yang rendah, buruknya kedisiplinan, hingga keterampilan menulis yang terbatas.

    Namun, menurutku mengapa kebanyakan orang belum berhasil menuntaskan karya pertamanya, adalah kebanyakan mikir ketika proses menulis.

    Apakah berpikir itu salah? Bukan begitu. Justru berpikir itu yang perlu terus kita asah. Namun, menurutku salah besar jika dalam proses menulis sambil mengkritik karya sendiri, menghakimi karya sendiri atau menyunting.

    Ketika menulis, sebaiknya tulis aja. Edit mah bisa belakangan.” Itulah mantra yang sering kuberikan kepada para peserta pelatihan menulisku selama ini.

    Tak mengherankan jika slogan, “Write First, Edit Later!” terus kusampaikan selama ini. Karena toh mantra tersebut yang menurutku dan banyak penulis lain cukup efektif dalam meningkatkan produktivitas kita sebagai seorang penulis.

    Ya, ketika menulis, fokus nulis aja. Nanti ada kok waktu untuk merevisi, menyunting, atau menyempurnakan. Kalau menulis sambil mengedit, nggak akan kelar-kelar bukunya hehe.

    So, buku apa yang akan teman-teman tulis tahun ini? Pesan apa yang ingin teman-teman sampaikan kepada dunia?

    Your book, your story.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Depok, 4 Juni 2022

     

    Sumber gambar: Freepik.com