Category: Blog

  • Tentang Nafsu

    Domba Garut begitu gagahnya

    Kuda Sumba tiada duanya
    Bahagia itu sederhana
    Menyeimbangkan asa dan realita
    Brem Madiun perlu kau cicipi
    Begitu juga dengan Madumongso Magetan
    Tahukah kamu orang yang paling merugi
    Itulah orang yang mengulangi kesalahan terus-terusan
    Syukur adalah kunci bahagia
    Olahraga penawar kesehatan
    Apa yang benar-benar kau inginkan di dunia
    Menuruti budak nafsu atau mengabdi kepada Tuhan
    Hawa nafsu perlu dikendalikan
    Karena itulah musuhmu sesungguhnya
    Barang siapa ingin mendekatkan kepada Tuhan
    Mensucikan hati dan jiwa wajib hukumnya
    Padi menguning di kaki gunung
    Di samping sungai berair jernih
    Janganlah mudah bingung dan tersinggung
    Tapi pastikan hatimu bersih
    Puasa tak hanya menahan lapar
    Tapi juga menenangkan batin dan pikiran
    Punya mimpi harus dikejar
    Hingga jiwa terpuaskan
    Semua raga akan binasa
    Tapi tidak dengan sukma
    Apa guna menumpuk harta benda
    Tidak akan dibawa ke surga
    Tidak ada keabadian di dunia
    Karena hanya di akhirat itu berada
    Tak usah risaukan dan sesali urusan dunia
    Karena sejatinya kita tak memiliki apa-apa
  • Tentang Kejayaan

    Mampir sebentar ke Karanganyar

    Sebelum bertolak ke Magetan
    Aduh senangnya memiliki anak pintar
    Cerdas akal, luhur budi, dan kuat iman
    Beli batik di Sidomukti
    Setelah berwisata ke Sarangan
    Kuatkan asa, teguhkan mimpi
    Untuk kejayaan masa depan
    Menanam padi, menjual beras
    Menanam pisang, menjual keripik
    Sekarang susah menemukan politisi yang waras
    Karena banyak yang berpikiran picik
    Menggembala kambing di pinggir sawah
    Berbekal camilan dari rumah
    Memang benar Indonesia ini begitu indah
    Berkat Allah yang maha pemurah
    Jodoh itu misteri Ilahi
    Begitu pun umur dan rezeki
    Barang siapa rajin berbagi
    Akan mendapatkan derajat tinggi
    Apel Malang manis rasanya
    Soto Banjar lezat aromanya
    Jangan lupa sembahyang wahai saudara
    Karena ia tiang agama
    Tawangmangu sejuk hawanya
    Gunung Lawu elok rupanya
    Kebahagiaan itu sederhana
    Pandai bersyukurlah kuncinya
  • Tentang Sabar

    Buah mangga, buah kelapa

    Dibeli di Pematang Siantar
    Aduhai betapa bahagianya
    Memiliki pasangan yang sabar
    Soto ayam khas Madura
    Beuh, sedap sekali
    Apa resep bahagia
    Kalau bukan pandai mensyukuri
    Melanconglah tuan ke Madiun
    Dilanjutkan ke Surakarta
    Oh, suci sekali air embun
    Menyegarkan jiwa dan raga
    Menemukan jodoh di Semarang
    Merayakan perkawinan di Pekalongan
    Kalau hati adik gamang
    Bolehlah mendekat kepada Tuhan
    Pecel Madiun aduh nikmatnya
    Jika disantap di bibir Sarangan
    Bila kakak sedang gundah gulana
    Redamkan emosi, tenangkan pikiran
    Menginap semalam ke Balikpapan
    Dilanjutkan ke Samarinda
    Panglima hidup bernama pikiran
    Kunci kesuksesan dan kebahagiaan
  • Babak Baru

    Buah nangka, buah rambutan

    Buah pepaya, buah mangga

    Hidup sesungguhnya dimulai dari pernikahan

    Menyempurnakan separuh agama

     

    Makan soto di Surakarta

    Bersama istri, adik, dan mertua

    Perkawinan memang tidak menjamin setiap orang bahagia

    Tapi mendorong setiap orang untuk ingat kepada-Nya

     

    Lari pagi bersama istri

    Lantas masak juga berdua

    Sesama saudara dilarang membenci

    Bertegur sapa wajib hukumnya

     

    Jalan-jalan ke Karanganyar

    Tidak lupa mampir ke Tawangmangu

    Ayolah semua bermimpi besar

    Menyambut babak kehidupan yang baru

     

    Buahnya pernikahan bernama keturunan

    Perekat ikatan perkawinan

    Saling menghargai menjadi keharusan

    Agar keharmonisan rumah tangga menjadi kenyataan

     

    Kramat, 9 November 2018

  • Melihat Ke Bawah

    Sejak belia, kita mungkin sudah terprogram untuk bermimpi besar, mematok target setinggi mungkin, dan menjadi yang terbaik. Tak mengherankan, hari demi hari kita berjalan di atas rel untuk mengejar apa yang dinamakan kesuksesan.
    Seiring berjalannya waktu, kita tersadarkan juga. Bahwa keinginan manusia tak ada batasnya. Sehebat apapun pencapaian, kita sering kali merasa kurang, kurang, dan kurang.

    Kita mudah sekali tergiring opini. Bahwa untuk mencapai titik tertentu kita harus memiliki tolok ukur yang wow. Tak mengerankan, entah disadari atau tidak, kita selalu membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain – khususnya dengan siapapun yang berada “di atas” kita.

    Belum lama ini saya menikmati jogging pagi. Rutenya anti-arusutama yaitu pinggiran rel kereta api di bilangan Senen, Jakarta Pusat yang menurut orang banyak lekat dengan kumuh, padat penduduk, dan kurang aman.

    Dan benar saja, persepsi sebagian orang tidak keliru. Langkah kaki saya yang gontai dibuat tercengang oleh banyaknya orang jompo, anak kecil, remaja, hingga pria maupun wanita paruh baya yang hidup memprihatinkan. Hidup berdempetan di gang-gang kecil yang “dihiasi” dengan kardus, tempat sampah, kucing, monyet, dan gubuk.

    Tidak terhenti di situ. Saya dibuat terenyuh dengan banyaknya rumah petak berukuran sangat kecil. Sehingga, bisa terlihat betapa pengapnya ruangan. Berjejalan manusianya.

    Ini berbeda dengan rute jalan santai selama ini di kawasan yang katanya elit. Sebut saja GBK Senayan, Mega Kuningan, Lapangan Monas, Kebun Binatang Ragunan, dan Kawasan Rasuna.

    Selepas lari, saya pun merasa malu. Bahwasannya selama ini menghabiskan waktu dengan mengeluh atau tidak percaya diri karena merasa “kurang” dan “remah-remah”.

    Saya seperti “ditampar” oleh Tuhan. Untuk mulai juga memandang ke bawah – bukan hanya ke atas.

    Pada akhirnya, saya diingatkan oleh Semesta untuk hidup seimbang. Melihat ke atas boleh untuk memacu motivasi bekerja keras. Melihat ke bawah tidak ada salahnya untuk menempa rasa syukur.

    Hidup itu sederhana saja sebenarnya. Terkadang kita tidak perlu liburan keliling dunia, membeli barang dengan merek ternama, menanamkan modal tanpa batas, atau memiliki jabatan paling mentereng untuk bahagia. Kita hanya perlu menerima diri kita apa adanya – tanpa menghakimi. Cukup dengan bersyukur. Hidup di saat ini, di mana pun tempatnya.

    Kramat, 27 Oktober 2018

  • Tentang Hidup

     Ada takdir, ada nasib

    Kadang menerima, kadang memberi

    Siapa tidak kenal Ali Bin Abi Thalib

    Paman Nabi yang baik hati

     

    Beli bunga di Cipanas

    Menginap semalam di Cianjur

    Janganlah adik suka memelas

    Jika ingin bernasib mujur

     

    Tekuni hobi, geluti kerja

    Jangan lupa hidup bahagia

    Hidup di dunia begitu singkatnya

    Janganlah sia-siakan begitu saja

     

    Seminggu berlibur ke Pulau Bali

    Dengan membawa anak dan istri

    Oh indahnya itu pelangi

    Mensyukuri nikmat Tuhan yang tak terperi

     

    Katakan Horas ketika di Medan

    Sampaikan Assalamu’alaikum di Banyuwangi

    Jangan sia-siakan kesempatan

    Karena konon tidak datang dua kali

     

    Mega Kuningan, 24 Oktober 2018