Category: Blog

  • Sekedar Tamu

    Belum lama ini saya bertemu Dewa (bukan nama sebenarnya). Ia merupakan mentor saya di bidang spiritual. Karena sulit untuk menemukan jadwal bertemu langsung, saya pun menelponnya sekitar 90 menit melalui aplikasi Whatsapp.

    Sore itu, obrolan saya awalnya tidaklah istimewa. Kami hanya saling menanyakan kabar. Basa-basilah namanya.

    Untungnya, di 30 menit terakhir saya mendapatkan “pencerahan” yang mengubah cara pandang saya. Apalagi kalau bukan mengenai kebahagiaan.

    Mengapa sebagian besar orang di bumi ini tidak bahagia?

    • Mereka pikir, uang bisa membeli segalanya. Ternyata tidak. Sebanyak apapun uang yang dimiliki, tetap saja merasa kurang dan kurang.
    • Mereka pikir, jabatan bisa membuat hati sejuk. Kenyataannya tidak. Mereka yang telah mendapatkan jabatan level 1, akan merasa bahagia jika mencapai level 2. Mereka yang berada di level 6, akan merasa bahagia jik a mencapai level 7. Mereka tak menikmati apa yang dimiliki saat ini. Mereka tak bersyukur.
    • Mereka pikir, pengakuan dan ketenaran adalah yang utama. Ironisnya, hari demi hari mereka lalui dengan keresahan. Mereka mencari segala cara untuk mencari likes, followers, comments, appreciations, atau apapun itu namanya. Mereka tidak menyadari bahwa kedamaian hati bersumber dari dalam diri. Bukan karena pemberian orang lain.

     

    Tentu jawabannya bisa “mengular” tak berujung. Karena yang dikejar oleh masing-masing individu berbeda satu sama lain.

    Guru saya mengibaratkan manusia di dunia ini sebagai tamu. Sementara itu yang Tuhanlah yang menjadi tuan rumah.

    Seenak apapun hidangan untuk tamu, tidaklah jadi soal. Karena berapa lama sih durasi atau waktu kita bertamu? Bukankah sebentar saja? Tidak salah jika orang Jawa menganggap hidup berdunia ini mung mampir ngombe atau “hanya mampir minum air”.

    Sebernilai apapun pemberian tuan rumah untuk tamu, tidak bisa kita intervensi. Mana ada tamu “memesan” barang X, Y, atau Z untuknya? Demikianlah dengan kepemilikan kita terhadap harta benda, anak, jabatan dan seterusnya. Semua hanyalah “titipan” yang kelak akan diminta pertanggungjawaban.

    Yang pasti, waktu bertamu begitu pendek. Kitalah musafir sejati. Kitalah traveler di dunia ini. Karena  kita setelah ajal tiba, kelak kita menuju alam keabadian yang bernama akhirat. Di sanalah kebahagiaan hakiki berada.

    Apa yang dinikmati oleh traveler di sepanjang jalan seharusnya tidak membuatnya terlena. Karena toh semua bersifat sementara.

    Apa yang disuguhkan tuan rumah untuk tamu tidaklah abadi. Karena hidangan hanya bisa dinikmati di tempat. Lantaran si tamu tak bisa mendikte seberharga apa hidangan untuknya.

    So, mengapa kita seringkali resah? Mengapa kita acapkali gundah? Mengapa kita tidak kunjung bahagia?

    Karena kita semua merasa memiliki. Karena kita lupa dengan tuan rumah yang senantiasa kita lupakan yaitu Tuhan.

    Semua yang kita miliki saat ini hanyalah titipan. Semua sasaran yang menurut kita bisa mendatangkan kebahagiaan hanyalah bersifat sementara. Semua cuma “terlewat” dalam episode kehidupan ini.

    Jadi, apakah Anda merasa telah menjadi tamu yang baik? Mikir!

    Depok, 6 April 2019

  • Menyelaraskan Nilai Hidup

    Nilai.

    Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar “nilai”?

    Mungkin sebagian diri Anda menghubungkannya dengan angka. Sebagian lagi barangkali mengaitkannya dengan derajat. Sebagian lainnya bisa jadi langsung teringat dengan ukuran.

    Tidak ada yang salah dari jawaban di atas. Namun yang saya maksud nilai dalam konteks ini bukan itu, melainkan nilai hidup.

    Nilai merupakan sesuatu yang paling Anda anggap penting dalam hidup. Ia mencerminkan kekhasan, jati diri, karakter, atau keunikan Anda.

    Nilai ialah faktor mengapa Anda lebih memprioritaskan A dari pada B. Ia menggerakkan, mendorong, mewarnai, atau mempengaruhi segala sikap, perilaku, pengambilan keputusan hingga prinsip hidup.

    Tak dapat dipungkiri, nilai pun mempengaruhi bagaimana Anda melihat keberhasilan hingga kebahagiaan. Mengapa demikian?

    Ada berjuta alasan untuk mendukung hipotesa tersebut. Namun, izinkan saya untuk menggunakan analogi saja untuk memudahkan pemahaman.

    Si A misalnya. Seorang pekerja sosial di sebuah organisasi nirlaba. Begitu idealis dalam memperjuangkan pendidikan. Tidak cocok berkarya dalam lingkungan yang serba cepat. Ia mengutamakan kebebasan dan keseimbangan bekerja-hidup. Kebahagiaan baginya ialah ketika berhasil memperjuangkan pemerataan pendidikan untuk semua kalangan.

    Si B lain lagi. Seorang konsultan perencanaan keuangan. Begitu ambisius dalam mencapai target demi target. Ia tidak suka diatur oleh orang lain. Itu mengapa begitu mencintai pekerjaan yang menempatkan dirinya sebagai “bos” atau bekerja sendiri. Ia mengutamakan kemandirian finansial di atas segalanya meskipun sering kali mengorbankan waktu bersama keluarga. Kebahagiaan baginya ialah ketika menjadi pencetak penjualan tertinggi di perusahaannya. Karena ia memang memerlukan pengakuan.

    Dari A dan B, apakah Anda bisa mengambil benang merahnya? Saya harap demikian. Yang pasti, Anda tidak bisa membandingkan siapa yang lebih sukses dan bahagia di antara mereka. Karena yang dikejar A dan B sangat berbeda. Lantaran yang diperjuangkan mereka tidak sama. Pasalnya, keduanya memiliki nilai hidup yang benar-benar unik.

    Jadi, apa nilai hidup Anda? Apakah Anda telah tahu apa yang benar-benar Anda perjuangkan? Apakah Anda paham apa yang sesungguhnya mendorong Anda untuk melakukan sesuatu?

    Jika telah jelas, saya ucapkan selamat. Jika belum, mungkin Anda perlu berhenti sejenak. Menggali jawaban dari dalam diri Anda.

    Nilai saya, nilai Anda, nilai kita semua. Jelas, nilai hidup kita tidak sama. Namun, ketika Anda telah menyadari nilai hidup sendiri dan memperjuangkan dalam keseharian, Anda berpeluang untuk lebih berdamai dengan diri sendiri.

    Sebaliknya, jika Anda telah memahami nilai hidup namun apa yang Anda lakukan dalam keseharian bertolak belakang, Anda bukan tidak mungkin akan dihadapkan pada konflik batin. Itulah sumber ketidakbagiaan Anda.

    Jadi, apakah nilai hidup Anda sudah selaras dengan apa yang Anda jalani dalam keseharian? Hanya nurani Anda yang mampu menjawab.

    Salam bahagia,

    Mega Kuningan, 21 Februari 2019

  • Tentang Permohonan

    Naik busway dari Pal Putih

    Berhenti sejenak di Harmoni
    Mari jaga hati agar tetap bersih
    Karena kebahagiaan datang dari dalam diri
    Buah mangga, buah kedondong
    Buah manggis manis rasanya
    Apa guna dikau sombong
    Karena semua hanya titipan-Nya
    Jalan-jalan ke Puncak Lawu
    Bermalamnya di Surakarta
    Sungguh aku sangat rindu
    Dengan istri, anak dan orang tua
    Belajar hubungan internasional di Jakarta
    Menjadi mahasiswa Universitas Paramadina
    Mari dekatkan diri kita
    Kepada Tuhan yang maha segalanya
    Buah kelengkeng, buah kenari
    Beli semalam di Brastagi
    Ayo kawan mengenal jati diri
    Karena itu kunci damainya hati
    Berlibur sepekan di Gajahmungkur
    Lalu melancong ke Yogyakarta
    Kunci bahagia itu bersyukur
    Ikhlas dengan segala ketetapan-Nya
    Mengembala kambing di tepi sawah
    Sambil belajar di bawah pohon
    Tak usah menyesal dan gelisah
    Karena ada Tuhan untuk memohon
  • Mengabdi Sampai Akhir

    Mengabdi Sampai Akhir

    Program Habibie  merupakan pengiriman lulusan SMA/sederajat terbaik Indonesia untuk menempuh pendidikan tinggi di negara-negara maju. Digagas oleh Prof. DR. Ing. B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, program tersebut bertujuan untuk mempercepat pengembangan sains dan teknologi guna mewujudkan visi Indonesia sebagai negara industri maju yang diperhitungkan dunia.

    Sejak diluncurkan pada tahun 1982, Program Habibie telah mencetak sekitar 4000 “Anak-Anak Intelektual” Habibie. Mereka mengabdi sesuai keahlian masing-masing di berbagai sektor. Dari penelitian, pendidikan, pemerintahan, perindustrian, energi, bisnis, pariwisata, kemaritiman, perkebunan, pertanian, perikanan, hingga konsultasi.

    Hingga kini, “Anak-Anak Intelektual” Habibie terus mendulang prestasi. Nama mereka tidak hanya harum di dalam negeri. Namun, tidak kalah semerbak di lima benua. Dari peneliti dengan berderet temuan berpaten yang diakui secara global, profesor dengan seabrek penghargaan internasional, pengusaha dengan misi sosial, pemimpin di sejumlah lembaga pemerintahan, pendiri organisasi nirlaba yang berpengaruh, hingga para profesional di berbagai belahan dunia.

    Mengabdi Sampai Akhir memotret rekam jejak para alumni Program Habibie pilihan yang telah sukses berkarier di Indonesia dan mancanegara. Mereka tidak hanya menuturkan liku-liku perjuangan sebelum dan selama menjalani perkuliahan di negeri orang. Namun yang lebih penting lagi, mereka membeberkan kontribusi nyata sekembali ke tanah air.

    Buku ini wajib dibaca oleh semua pihak yang peduli pada pembangunan bangsa – khususnya pengembangan IPTEK. Yang tidak kalah menarik, buku ini akan menyadarkan Anda salah satu pesan mantan Presiden ke-3 RI sekaligus Bapak Teknologi Indonesia B.J. Habibie. “Dimulai pada akhir dan berakhir pada awal. Never give up, jangan lelah dan mau kalah, pikirlah jauh ke depan!”

    Mengabdi Sampai Mati

     

    Apa Kata Mereka? 

    “Indonesia adalah negara besar dengan permasalahan yang sangat kompleks. Oleh karena itu, negeri ini membutuhkan banyak pemimpin di segala bidang dengan jiwa pengabdian dan semangat berprestasi yang luar biasa. Kumpulan profil yang dipaparkan dalam buku ini saya sayin bisa membuat para pembaca menjadi lebih optimis untuk berkontribusi kepada tanah air. Jayalah negeriku, majulah bangsaku!”

    Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng

    Presiden Republik Indonesia ke-3

     

    “Di era disrupsi ini, lebih dari sebelumnya dalam sejarah manusia, kemajuan atau keterbelakangan suatu negara bergantung pada kualitas pendidikan tingginya. Kisah sukses transformasi Tiongkok maupun Korea Selatan telah, sedang, dan mungkin akan terus menjadi pengingat bagi Indonesia untuk terus-menerus memprioritaskan kebijakan yang pro pengembangan sains dan teknologi. Semoga pemerintah, perguruan tinggi, dan pihak-pihak terkait dapat melanjutkan misi mulia Program Habibie. ”

    Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro 

    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 1993-1998

     

    “Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 1982, Program Habibie telah mengirimkan sekitar 4000 tamatan SMA/sederajat dari seluruh Indonesia untuk belajar di negara-negara maju. Saat ini sebagian besar di antara mereka telah berkontribusi nyata ke negeri ini di berbagai bidang dengan berderet prestasi dari level nasional, regional, dan internasional. Mereka telah membuktikan bahwa masa depan Republik Indonesia ada pada manusianya. Baca buku ini, dan cari tahu sepak terjang mereka!”

    Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, MBA

    Ketua Presidium ICMI 2010-2015

     

    “Program Habibie merupakan salah satu program beasiswa tersukses yang pernah dimiliki pemerintah Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari kiprah para alumninya yang tidak hanya ‘jago kandang’, tapi juga mampu bersaing di kancah internasional sekembalinya di tanah air. Buku ini merupakan bacaan wajib bagi siapa saja yang ingin mengenali ‘Anak-anak Habibie’.”

    Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. 

    Ketua Umum ICMI

     

    “Menjadi penerima manfaat Program Habibie merupakan salah satu titik balik dalam perjalanan hidup saya. Berkat gebrakan Pak B.J. Habibie tersebut saya beruntung bisa menikmati pendidikan tinggi di negara maju. Yang lebih berharga lagi, saya bisa langsung mengamalkan ilmu dan pengalaman saya kepada negara – khususnya melalui BPPT. Singkat kata, program ini telah menjadi tonggak terpenting dalam petualangan akademik, karir, dan kehidupan saya.”

    Dr. Hammam Riza, M.Sc

    Ketua BPPT

     

    “Ribuan alumni telah ditelurkan oleh Program Habibie. Mereka ibarat mutiara yang menyinari negeri tiada henti. Buku ini menyuguhkan profil para ‘Anak Intelektual Habibie’ yang berkontribusi di segala lini.”

    Dr. Laksana Tri Handoko, MSC

    Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

     

    “Sejauh apapun meninggalkan tanah air, pada akhirnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Ungkapan tersebut sepertinya pantas untuk mencerminkan profil para tokoh yang notabene merupakan penerima Program Habibie dalam buku ini.”

    Nanny  Hadi Tjahjanto

    Ketua Umum Dharma Pertiwi/Ketua Umum YASARINI

     

    “Program Habibie merupakan program beasiswa yang diprakarsai oleh Prof. DR. Ing. BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menteri Negaa Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Program yang dirancang dalam rangka pengembangan sains dan teknologi itu telah menelurkan banyak penemu kelas dunia, ilmuwan, insinyur, pengusaha, birokrat, aktivis sosial, dan pemimpin di berbagai lini. Buku ini wajib dibaca oleh semua anak bangsa yang peduli dengan IPTEK sebagai pilar pembangunan nasional.”

    H.E. Masafumi Ishii

    Duta Besar Jepang untuk Indonesia

     

    “Buah jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya. Nampaknya peribahasa ini sungguh tepat untuk menggambarkan kiprah para alumni Program Habibie yang benar-benar membanggakan. Tidak berlebihan untuk mengatakan jika apa yang telah mereka kontribusikan kepada bangsa ini sedikit atau banyak dipengaruhi oleh pemikiran pemrakarsanya, Bapak B.J. Habibie.”

    H.E. Dr. Peter Schoof

    Duta Besar Jerman untuk Indonesia

     

    “Pendidikan tinggi berperan dalam mempromosikan masyarakat sipil yang meritokratis dan terbuka. Masyarakat sipil bukanlah negara ataupun pasar, namun ranah yang menghubungkan kepentingan publik dan pribadi. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia membutuhkan talenta-talenta yang menjadi pilar sentral dalam penguatan masyarakat sipil. Program Habibie merupakan salah satu solusi terbaik dalam mencetak sumber daya manusia berkualitas tinggi yang inklusif dan berwawasan global, namun memiliki jiwa pengabdian untuk merajut tenun keindonesiaan.”

    Irfan Junaidi

    Pemimpin Redaksi Republika

     

    “Setiap anak bangsa bisa mengisi kemerdekaan dengan cara masing-masing. Apa yang telah dilakukan oleh para alumni Program Habibie dalam buku ini saya yakin bisa menginspirasi para pembaca. Karena ada begitu banyak jalan untuk mencintai negeri ini. Berkarya, berkarya, berkarya!”

    Mukhtar Tompo, S.Psi

    Anggota DPR RI

     

    “Bacaan wajib bagi anak zaman now! Perjuangan, pengorbanan, pengabdian, ketulusan, kesetiaan, dedikasi dan kontribusi para profil alumni Program Habibie dalam buku ini benar-benar dapat diteladani oleh mereka.”

    Rieke Diah Pitaloka

    Anggota DPR RI

     

    “Belakangan ini program beasiswa yang digagas oleh pemerintah, swasta, yayasan, maupun perguruan tinggi makin menjamur. Keragaman negara tujuan, pilihan jurusan, dan fasilitas beasiswa yang ditawarkan pun bervariasi. Program Habibie merupakan pionir yang menjadi contoh bagi berderet  program beasiswa yang muncul belakangan.”

    Poppy Dharsono

    Ketua Umum Ikatan Alumni Prancis Indonesia (IAPI)

     

    “Mendiang Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela mengatakan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Ungkapan tersebut mungkin paling tepat menggambarkan kiprah para alumni Program Habibie yang telah, sedang, dan akan terus mewarnai negeri di bidang masing-masing.  Buku ini agaknya bisa menjadi potret keberhasilan program tersebut.”

    Dipl. Ing. Komang Wirawan

    Ketua Umum Ikatan Alumni Jerman (IAJ)

     

    “Sumber daya manusia merupakan tantangan utama Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Dengan melihat segala potensi dan kekuatan yang dimiliki; negeri ini sudah saatnya tidak hanya menjadi penonton atau konsumen, namun menjadi pemain atau produsen yang disegani. Itu semua bisa diwujudkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jejak rekam para profil dalam buku ini menjadi bukti bahwa alumni para Program Habibie mampu menjadi katalisator pembangunan negeri.”

    Prof. Hikmahanto Juwana

    Ketua Umum Indonesian Association of British Alumni (IABA)

     

    “Siapa bilang mahasiswa yang dikirimkan belajar di luar negeri lupa dengan tanah airnya? Buktinya, para jebolan Program Habibie yang termuat dalam buku ini. Mereka tidak hanya berprestasi gemilang semasa kuliah, namun juga berkontribusi nyata sekembalinya ke tanah air.”

    Andi Yuliani Paris

    Anggota DPR RI

  • Tentang Keberkahan

    Naik motor ke Pondokbambu

    Berhenti sejenak di Rawamangun
    Duhai semua teman-temanku
    Selalu jaga sopan santun
    Minum kopi ditemani kuaci
    Bersama anak dan istri tercinta
    Sabar dan pengertian itu kunci
    Dalam mengarungi bahtera rumah tangga
    Makan timus, makan jadah
    Sambil ngemil kerupuk yang renyah
    Menikah itu ibadah
    Untuk hidup yang lebih berkah
    Jalan-jalan ke Tanjungpandan
    Lalu bertolak ke Medan
    Perbedaan bukan untuk diperdebatkan
    Tapi untuk dirayakan
    Berenang di kali di sore hari
    Pergi ke pasar esok harinya
    Jangan pernah iri hati
    Karena itu musuh bahagia
  • Tentang Kebangkitan

    Mangga Indramayu manis rasanya
    Cocok disantap bersama keluarga

    Apa yang membuatmu bahagia

    Jalanilah dengan sepenuh jiwa
    Beras cianjur lezat rasanya
    Apalagi jika baru dipanen dari ladangnya
    Kesenangan bersifat sementara
    Ketentraman ada karena hidup untuk-Nya
    Berwisata ke Prabumulih
    Menginap semalam di Baturaja
    Dalam hidup kita memilih dan dipilih
    Mewarnai perjalanan takdir kita
    Bermain api terbakar, bermain air basah
    Bermain tanah di kolam tetangga
    Apa guna berkeluh kesah
    Lebih baik bersyukur sepanjang masa
    Pergi ke Balikpapan demi bekantan
    Titik awal mengelilingi Kalimantan
    Hidup adalah perjuangan
    Untuk menjalankan misi Tuhan
    Mega Kuningan di Jakarta
    Itu Kawasan Antarbangsa
    Ayo bangunkan jiwamu wahai pemuda
    Demi masa depan kita