Pernahkah Anda merasa, setiap kali selesai bicara di podium, ruang rapat, atau wawancara media, ada bagian dari cerita Anda yang seakan hilang? Kata-kata menguap begitu saja setelah tepuk tangan reda. Padahal, gagasan itu penting. Pengalaman itu berharga. Visi itu layak dikenang.
Banyak public figure—entah itu pejabat negara, artis papan atas, anggota DPR, menteri, pengusaha sukses, atau influencer dengan jutaan pengikut—pernah berada di situasi serupa. Mereka punya segudang kisah dan ide, tetapi ketika ditanya, “Kalau suatu hari Anda menulis buku, tentang apa?” jawabannya sering menggantung di udara. Ada yang bilang “tentang perjalanan hidup saya”, ada yang berkata “tentang visi saya membangun negeri”, ada juga yang hanya tersenyum, belum yakin apa yang benar-benar ingin dituliskan.
Di sinilah dilema itu muncul. Bukan soal kemampuan menulis—karena banyak dari mereka sebetulnya sangat piawai menyampaikan gagasan. Masalah sesungguhnya adalah menemukan ide inti yang paling tepat untuk dituangkan menjadi buku.
Saya sering menemui fenomena ini. Sebagai ghostwriter dengan pengalaman lebih dari 17 tahun menulis ratusan buku, saya sudah berkali-kali duduk berhadapan dengan tokoh besar, mendengar kisah mereka, lalu membantu merumuskan cerita yang tadinya berserakan menjadi naskah utuh. Dan hampir selalu, percakapan awal dimulai dengan keraguan: “Saya sebenarnya mau menulis apa, ya?”
Padahal kalau ditelisik, bahan itu melimpah. Seorang pejabat bisa menuliskan kisah perjuangan saat merumuskan kebijakan penting. Seorang pengusaha bisa berbagi cerita bagaimana ia pernah jatuh bangun, bahkan terlilit utang, sebelum akhirnya bangkit membangun kerajaan bisnis. Seorang artis bisa membuka sisi manusiawinya—kisah di balik layar yang jarang orang tahu, pergulatan batin yang tak terlihat di balik sorotan lampu panggung. Bahkan seorang influencer pun punya kisah otentik tentang perjalanan kreatif, kerja keras membangun komunitas, hingga memengaruhi tren anak muda.
Masalahnya hanya satu: tidak semua cerita cocok dijadikan buku. Ada yang terlalu personal sehingga kehilangan relevansi publik. Ada juga yang terlalu umum sehingga tidak punya daya beda. Menemukan ide menulis buku itu ibarat meracik kopi. Biji terbaik sudah ada, tapi tanpa proses penggilingan, penyeduhan, dan takaran yang pas, hasil akhirnya bisa hambar.
Saya teringat satu klien, seorang pengusaha sukses yang awalnya merasa hidupnya biasa-biasa saja. “Kalau soal bangun bisnis, banyak orang lebih hebat. Kalau soal jatuh bangun, saya pun pernah gagal,” katanya. Tapi begitu kami ngobrol lebih dalam, saya menemukan satu benang merah: dia punya prinsip hidup yang tak pernah berubah, bahkan di saat tersulit sekalipun. Dari situ lahirlah konsep buku—bukan sekadar kisah sukses, melainkan filosofi hidup seorang pengusaha. Dan yang menarik, buku itu kemudian membuatnya diundang ke berbagai forum, tampil sebagai pembicara, bahkan jadi rujukan anak-anak muda yang ingin berbisnis.
Begitu pula dengan seorang pejabat publik yang saya bantu. Ia ingin menulis tentang kebijakan yang pernah ia perjuangkan. Kalau ditulis teknis, tentu akan terasa kering. Tapi saat kami gali lebih dalam, ternyata ada banyak drama di balik meja rapat: konflik kepentingan, pertarungan gagasan, bahkan ancaman pribadi. Ketika itu dituangkan ke dalam buku dengan bahasa populer, hasilnya jauh lebih hidup. Pembaca tidak hanya belajar tentang kebijakan, tapi juga merasakan pergulatan seorang pemimpin yang ingin membuat perubahan.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah-kisah ini? Bahwa ide menulis buku sebetulnya sudah ada dalam diri Anda. Tugas seorang ghostwriter adalah membantu mengangkat, merapikan, dan mengemasnya agar punya makna, daya tarik, dan dampak.
Menulis buku bukan hanya tentang menceritakan diri sendiri. Lebih dari itu, menulis buku adalah cara membangun legacy. Popularitas bisa meredup, jabatan bisa berganti, perusahaan bisa diwariskan. Tetapi buku—sekali diterbitkan—akan terus hidup. Ia bisa menjadi saksi sejarah, catatan pemikiran, sekaligus inspirasi lintas generasi.
Bayangkan seorang artis yang ingin dikenang bukan hanya karena film atau lagunya, tapi juga karena refleksi hidupnya yang menyentuh hati. Bayangkan seorang menteri yang ingin agar visi besar tentang bangsa tetap terbaca bahkan setelah masa jabatannya usai. Bayangkan seorang pengusaha yang ingin anak cucunya mengerti bagaimana perjuangan membangun bisnis keluarga. Semua itu bisa diwujudkan lewat buku.
Saya percaya, setiap orang punya cerita. Yang membedakan hanyalah siapa yang berani mengabadikannya.
Selama 17 tahun ini, saya membantu banyak tokoh menuangkan ide menjadi karya tulis. Caranya sederhana: saya mendengar, saya bertanya, lalu saya menulis. Anda tidak perlu pusing dengan teknis, tidak perlu khawatir soal gaya bahasa. Tugas saya adalah memastikan setiap kalimat tetap mencerminkan suara Anda, tapi tersusun rapi dan enak dibaca.
Menulis buku itu bukan sekadar proyek. Ia adalah investasi reputasi. Media bisa menulis ulang pernyataan Anda, orang bisa salah menafsirkan maksud Anda, tetapi buku akan selalu menjadi versi paling otentik dari pemikiran dan perjalanan Anda.
Dan percayalah, buku bisa mengubah persepsi publik. Saya melihat sendiri bagaimana seorang pengusaha yang tadinya hanya dikenal di lingkaran bisnis, mendadak menjadi tokoh inspiratif setelah bukunya terbit. Atau seorang politisi yang biasanya hanya tampil lewat berita kontroversial, tiba-tiba dipandang lebih serius karena punya karya tulis yang bernas.
Kalau hari ini Anda sedang bertanya dalam hati, “Saya bisa menulis buku tentang apa?”—jawabannya sederhana: tentang Anda. Tentang kisah, visi, pengalaman, atau ide yang hanya Anda yang punya. Dunia butuh mendengarnya, dan buku adalah medium terbaik untuk itu.
Jadi, jangan biarkan cerita Anda hilang begitu saja. Jangan biarkan gagasan Anda hanya tersimpan di kepala atau tercecer di berita singkat. Saatnya menjadikannya abadi dalam bentuk buku.
Dan jika Anda ingin melangkah, saya ada di sini untuk membantu.
Mari mulai percakapan. Hubungi saya, dan kita bisa duduk bersama menemukan ide terbaik untuk buku Anda. Karena setiap tokoh besar pantas memiliki satu karya yang membuat namanya terus hidup.
Leave a Reply