“Setiap orang memiliki orbit masing-masing”. Ungkapan sederhana ini mungkin begitu klise bagi Anda, tapi faktanya memang tak lekang dimakan zaman.
Ya, Tuhan telah memberikan karunia kepada setiap insan. Sejak lahir, masing-masing individu telah memiliki sejumlah “modal” yang bernama potensi. Sebutlah bakat, kekuatan, atau kepribadian.
Seiring dengan bertambahnya usia, dinamika diri pun terjadi. Baik yang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, interaksi dengan masyarakat, maupun pola pikir yang ditanamkan oleh para pengajar di bangku sekolah.
Sebagai lulusan non-psikologi, saya bisa dikatakan abai mengenai isu-isu pengembangan sumber daya manusia. Ketertarikan saya mengenai isu ini meningkat signifikan ketika saya memasuki dunia kerja. Sebuah periode yang membawa saya dalam krisis seperempat baya. Sebuah fase yang menjadi titik balik saya dalam memandang karir maupun kehidupan.
Dalam tiga tahun terakhir saya belajar otodidak mengenai ranah pengembangan diri – khususnya pencarian jati diri. Jika dihitung secara fair, jumlah buku maupun jurnal ilmiah yang saya baca mengenai topik ini sudah mengalahkan bacaan yang serap selama 5,5 tahun menempuh pendidikan formal S1 dan S2 jurusan Hubungan Internasional. Itu belum termasuk kursus, seminar, pelatihan, maupun forum yang saya ikuti untuk mendalami ranah Self-Discovery.
Selama dan setelah menempuh setahunnmasa Sabbatical, saya bertemu dengan ribuan orang. Mereka datang dari berbagai latar belakang. Baik dari strata pendidikan, profesi, maupun status sosial.Saya mengamati bagaimana orang-orang tersebut bertransformasi dari nobody menjadi“somebody”. Dalam arti, saya petakan mengapa mereka bisa meraih happiness, success, sekaligus fulfillment. Jika saya tarik benang merahnya, pencapaian tersebut ada polanya dan pola tersebut berakar pada Self-Discovery.
Jika boleh saya sarikan, berikut ialah beberapa ragam peranti pencarian jati diri. Baik yang telah teruji secara ilmiah maupun yang “hanya” pseudoscience. Semuanya – dengan pendekatan masing-masing – bisa membantu Anda menemukenali diri sendiri, sehingga bisa lebih cepat mengantarkan pada “karpet merah”. Yang pasti secara keseluruhan saling mendukung, dalam upaya pemenuhan panggilan hidup.
Fingerprint-based Genetic Test
Merupakan peranti assessment jati diri berbasis sidik jari. Karena mengandalkan metode psycho-biometric, peranti seperti ini begitu aktual. Pasalnya hasil tes tidak tergantung mood maupun emosi seseorang. Sungguh bisa terhindar dari “faking assessment” ketika mengikuti tes yang berbasis kuisioner. Di Indonesia sendiri ada beberapa penyedia jasa yang tersohor. Namun yang paling saya rekomendasikan ialah PRiADI Psychological Fingerprints (P2F) dan STIFIn.
Dengan biaya terjangkau dan waktu yang relatif singkat, Anda bisa memetakan karakter bawaan dengan rinci. Sebagai contoh P2F. Anda bisa mengenai preferensi berpikir, kepemimpinan, minat bakat, kecerdasan emosional, relasi sosial, gaya belajar, arahan bekerja, motivasi berprestasi, followership hingga temperamen.
Grafologi
Merupakan pendekatan analisis kepribadian manusia melalui tulisan tangan. Menurut paragrafolog kenamaan, tulisan tangan tidak lain ialah gambaran yang ada di dalam otaknya. Sehingga bisa membantu siapa saja untuk memetakan minat, menentukan kecocokan pasangan (jodoh), rekrutmen karyawan (preferensi bekerja), hingga menghilangkan kebiasaan buruk (dan penyakit mental). Percaya atau tidak, kita bisa mengubah “nasib” dengan mengubah tulisan tangan dan tanda tangan.
Fisiognomi
Pendekatannya begitu sederhana. Pasalnya siapapun bisa “dibaca” karakternya hanya melalui wajah. Kendati bisa melalui foto saja, analisis bisa lebih komprehensif jika pakar fisiognomi melihat langsung wajah kita. Meski banyak yang menganggapnya sebagai ilmu semu, pendekatan ini dapat membantu kita dalam urusan bisnis, persahabatan, percintaan, hingga karir.
Numerologi
Ialah salah satu pendekatan metafisika yang populer digunakan di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Dengan “menghitung” angka dari tanggal, bulan, dan kelahiran (serta nama); setiap orang bisa dianalisis dirinya. Baik karakter, kekuatan, kelemahan, peluang, rintangan, hingga karir. Sebagaimana bakat, hasil analisis numerologi tidak lebih dari “potensi”. Jadi ia semakin berpengaruh dalam mendukung pencapaian jika dapat disambungkan dengan passion, minat, mimpi, dan panggilan hidup yang bersangkutan.
Berasal dari Barat, dengan cepat tes kepribadian ini menjalar keseluruh dunia. Peranti ini dikembangkan oleh psikolog kelahiran Bolivia Oscar Ichazo dan psikiater kelahiran Chili Claudio Naranjo yang didasarkan atas pengajaran G.I.Gurdjieff. Enneagram berasal dari bahasa Yunani ennea yang berarti sembilan dan grammos (yang digambarkan). Oleh karena itu, Enneagram merupakan 9 (sembilan) jenis kepribadian yang digambarkan dalam diagram yang masing-masing memiliki hubungan. Selain membantu profesi apa yang cocok bagi kita, Enneagram bisa memetakan kepribadian secara lebih mendalam. Mulai dari karakteristik dasar, keinginan mendasar, passion, fiksasi ego, ketakutan alamiah, kebaikan, hal yang membuat stres hingga faktor-faktor yang dapat menjerumuskan seseorang.
Nah, apakah Anda penasaran dengan beragam peranti pencarian jati diri di atas ? Terlepas bisa teruji secara ilmiah ataupun “hanya” pseudoscience, tidak ada salahnya untuk mencoba. Setidaknya bisa membantu mengenali diri sendiri dalam memenuhi panggilan hidup. Selain itu lima pendekatan di atas bisa menjadi alternatif jika bosan dengan tes psikologi tradisional maupun peranti populer lainnya, seperti Human Design, DISC, MBTI, Ba Zhi, Palmistri, Astrologi dan seterusnya.
Selamat menyelami diri sendiri.
*) Artikel ini pertama kali dimuat di Inti Pesan, 17 Januari 2018
Hallo, terima kasih atas informasinya yang bermanfaat tentunya, saya dari Eva-hr.com ingin merekomendasikan situs assessment yang dijamin terpercaya,semoga bermanfaat yaa. Tes Kepribadian