Filosofi Kendi, Batu dan Bola

Masalah ialah teman kehidupan. Selama nafas masih di kandung badan, sepanjang itu pula ia akan mengiringi.

Tiada seorang pun di dunia ini yang dapat terhindar dari masalah. Karena ia hanya akan hengkang ketika kita meninggal.

Masalah ialah ujian. Ia menjadikan seorang individu “naik kelas” jika dapat mengatasi. Namun, di saat yang bersamaan menjatuhkan siapa saja yang kurang arif menyikapi.

Masalah membelah manusia menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang memandangnya sebagai beban. Orang-orang tipe ini selalu mencari alasan, menyalahkan orang lain, meratapi keadaan, menyesali masa lalu, dan merisaukan yang belum terjadi. Merekalah sang pecundang. Kedua, mereka yang melihatnya sebagai peluang. Orang-orang di kategori ini selalu mencari solusi. Mereka berjuang mati-matian untuk mencari jalan keluar yang biasanya mampu menciptakan nilai tambah, melayani, hingga membantu orang banyak. Merekalah sang jawara.

Menurut salah satu Guru saya, ada tiga jenis manusia di dunia ini jika dihadapkan pada masalah. Beliau menyebutnya dengan filosofi kendi, batu, dan bola.

Pertama, filosofi kendi. Jika mendapati masalah, orang di kategori ini mengambil keputusan yang justru merugikan diri sendiri. Ibarat kendi yang dilempar ke lantai, sang kendi pastilah pecah. Mana ada kendi – yang terbuat dari tanah liat – masih bisa utuh tanpa cacat jika dibanting?

Kedua, filosofi batu. Jika menemukan masalah, orang di kategori ini mengambil keputusan yang merugikan orang lain. Ibarat batu yang dilempar ke kaca, sang kaca pastilah pecah. Apa guna dilahirkan di dunia jika terus menjadi “duri” bagi sesama?

Ketiga, filosofi bola. Jika menghadapi masalah, orang di kategori ini justru bangkit lagi. Ibarat bola (karet) yang dilempar ke lantai, sang bola tidaklah pecah. Tidak pula  merusak lantai. Ia jatuh sebentar, tapi justru naik lagi hingga beberapa kali.

Nah, itulah filosofi kendi, batu, dan bola. Metafora sederhana yang menyadarkan kita untuk terus-menerus menjadi bola. Sebuah benda yang tahan banting. Sebuah barang lentur yang menjadi kesukaan orang di semua usia.

Memang, kita sering kali menjadi kendi. Yang makin terpuruk ketika dirundung masalah. Atau menjadi batu yang merugikan saudara-saudara kita yang sejatinya tidak bersalah.

Namun, masalah hakikatnya netral. Persepsi kitalah yang menjadikannya sebagai ancaman hingga beban. Persepsi kita pula yang menilainya sebagai tantangan hingga peluang. Itu mengapa siapapun boleh dihadapkan pada masalah yang sama. Hanya pola pikirlah yang membuatnya menyikapi secara berbeda.

Pada akhirnya, cepat atau lambat, kita akan tersadar. Bahwa hidup adalah memilih. Tapi untuk dapat memilih dengan baik, kita harus tahu siapa diri kita. Untuk apa kita ada, kemana kita ingin pergi, dan mengapa kita ingin sampai di sana.

 

*) Artikel ini pertama kali dimuat di Intipesan, 18 Desember 2017 

Share on FacebookShare on Google+Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn

Leave a Reply