Stories

  • Sabar, Sabar

    Sabar.

    Apakah kamu termasuk tipe orang yang sabar?
    Sabar adalah sifat yang mulia. Dalam kepercayaan apapun, sabar begitu dianjurkan.
    Katanya, orang sabar disayang Tuhan. Benarkah? Tentu.
    Penyabar dibutuhkan oleh orang-orang di sekitar. Ia diperlukan oleh siapa saja yang sering hilang kendali diri. Marah, kesal, mengeluh, menggerutu, atau sekedar emosional.
    Menjadi pribadi yang sabar tidaklah mudah. Apalagi kita sekarang hidup di era internet yang mengumbar konsumerisme, mengharuskan kecepatan, dan mengatakan “tidak” dengan kelambatan.
    Namun, dunia tidak selamanya sesuai yang kita inginkan. Harapan tidak senantiasa sesuai realita. Asa tidak selalu terwujud. Keinginan seringkali tidak cepat menjadi kenyataan.
    Manusia tidak bisa mengendalikan sesuatu di luar dirinya. Entah benda, kejadian atau perilaku orang lain. Namun, manusia memiliki kendali untuk menyikapinya.
    Hidup ini sarat dengan ujian. Kesabaran adalah kunci untuk memenangkannya.
    Hidup ini penuh ketidakpastian. Kesabaran adalah resepnya.
    Hidup ini penuh dengan masalah. Sabar adalah panglimanya.
    Sabarmu, sabarku. Setiap orang memang memiliki batas kesabaran masing-masing.
    Sabarmu, sabarku. Tuhan hanya menyuruh kita untuk mengusahakan sebaik mungkin.
    Sabarmu, sabarku. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.
    Agung Setiyo Wibowo
    Jakarta, 17 Maret 2020

  • Prinsipmu, Prinsipku

    Apa yang kamu yakini?

    Apa nilai-nilai hidup yang kamu pegang?
    Mengapa kamu melakukan apa yang kamu lakukan?
    Dalam hidup, kita bisa bebas memilih. Kita secara leluasa dapat bersikap, berpikir, berucap, atau bertindak.
    Keputusan apapun yang kamu buat tidak serta-merta ada begitu saja. Segala pilihan hidupmu belasan.
    Semua bermuara pada prinsip. Kompas hidupmu. Panduanmu.
    Lantas, sudahkah kamu yakin dengan prinsip hidupmu? Jika sudah, aku ucapkan selamat. Jika belum, kenali.
    Prinsipmu, prinsipku. Nilai-nilaimu, nilai-nilaiku.
    Orang kuat berprinsip. Orang hebat punya prinsip.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 23 Maret 2020

  • Prasangkaku, Prasangkamu

    Prasangka.

    Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata ini?
    Kamu tentu bisa memaknainya dengan bebas.
    Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Tuhan beserta prasangka hamba-Nya. Itu berarti apapun yang terjadi dalam hidup ini tak bisa dilepaskan dari prasangka.
    Jika kamu berprasangka baik, kamu mendapati kebaikan. Jika kamu berprasangka buruk, kamu mendapati keburukan.
    Menabur yang positif, memanen yang positif. Sesederhana itu.
    Lantas, bagaimana dengan dirimu? Apakah kamu dikendalikan prasangka negatif? Mampukah kamu menguasai prasangkamu?
    Kawan, hidup ini mungkin tak lebih dari prasangka kita. Berhati-hatilah.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 24 Maret 2020

  • Belajar dari Corona

    Corona.

    Mungkin kata ini paling populer di tahun 2020, setidaknya di kuartal pertama ketika tulisan ini dibuat.
    Dunia heboh karenanya. Sekolah diliburkan. Para pekerja mengadopsi WFH: Work from Home.
    Kepanikan benar-benar nyata. Social distancing bergulir. Namun kepanikan menggelora.
    Si kaya memborong segalanya. Si miskin makin terdesak. Si kelas menengah di antara keduanya. Mereka terpecah.
    Media begitu heboh menyuarakan fakta. Publik tak kalah membagikan berita bohong.
    Perekonomian hancur. Pusat perbelanjaan, restoran, hotel dan kota wisata terpukul.
    PHK di mana-mana. Pemotongan gaji menjadi salah satu solusi. Produktivitas memang menurun.
    Namun, corona juga mendatangkan sisi positif. Kesadaran akan kesehatan meningkat. Ikatan keluarga makin erat.
    Corona membagi manusia menjadi dua kelompok. Yang lebih mementingkan kesehatan alias takut mati. Yang lebih mementing perut alias takut lapar. Namun, ini hanya berlaku untuk kaum proletar.
    Corona. Terima kasih atas kemunculanmu. Terima kasih.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 24 Maret 2020

  • Hakim Terbaik

    Teman, kita memang bebas melakukan apa yang kita mau. Bersikap, berpikir, berucap, dan bertindak.

    Kawan, manusia memang merdeka. Bebas memanfaatkan waktunya di dunia.
    Namun, sadarkah kamu? Semua yang kita jalani ada yang menilainya. Segala hal yang kita alami dihakimi.
    Orang-orang di sekelilingmu salah satunya. Mereka memberimu label ini itu. Namun, mereka tidak bisa obyektif sepenuhnya. Mereka tidak bisa adil.
    Tuhanlah hakim terbaik. Sekecil apapun perbuatanmu, dievaluasi. Sesepele apapun sikapmu, dicatat.
    Aku yakin kamu sudah sadar. Lalu, buat apa aku mengingatkan?
    Aku hanya kamu senantiasa ingat. Bahwa hidup ini terlalu singkat.
    Cintai takdirmu. Jangan sia-siakan hidupmu.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 18 Maret 2020

  • Kepasrahan Hakiki

    Takut.

    Apakah kamu pernah merasa takut?

    Apa yang membuatmu takut?
    Sebagai manusia biasa, ketakutan adalah hal yang wajar. Apapun alasanmu:
    – Takut mati
    – Takut kehilangan pekerjaan
    – Takut dikhianati pasangan
    – Atau yang lainnya …
    Sayangnya, tidak semua orang menyadari sumber ketakutan. Akibatnya, ketakutan yang seharusnya bisa dikendalikan justru memperbudaknya.
    Jika segala sesuatu telah tertulis dalam Lauhul Mahfudz, apa guna takutmu? Untuk apa kamu takut?
    Di situlah ego berperan. Takut hadir karena kemelekatan pada dunia masih menguasai. Takut muncul karena keakuan masih mengiringi diri.
    Takut. Hanya akan merugikanmu. Cuma membuatmu menyesal. Nihilkan saja.
    Takut? Jawab dengan kepasrahan hakiki.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 23 Maret 2020