Domba Garut begitu gagahnya
Author: Agung Wibowo
-
Tentang Nafsu
Kuda Sumba tiada duanyaBahagia itu sederhanaMenyeimbangkan asa dan realitaBrem Madiun perlu kau cicipiBegitu juga dengan Madumongso MagetanTahukah kamu orang yang paling merugiItulah orang yang mengulangi kesalahan terus-terusanSyukur adalah kunci bahagiaOlahraga penawar kesehatanApa yang benar-benar kau inginkan di duniaMenuruti budak nafsu atau mengabdi kepada TuhanHawa nafsu perlu dikendalikanKarena itulah musuhmu sesungguhnyaBarang siapa ingin mendekatkan kepada TuhanMensucikan hati dan jiwa wajib hukumnyaPadi menguning di kaki gunungDi samping sungai berair jernihJanganlah mudah bingung dan tersinggungTapi pastikan hatimu bersihPuasa tak hanya menahan laparTapi juga menenangkan batin dan pikiranPunya mimpi harus dikejarHingga jiwa terpuaskanSemua raga akan binasaTapi tidak dengan sukmaApa guna menumpuk harta bendaTidak akan dibawa ke surgaTidak ada keabadian di duniaKarena hanya di akhirat itu beradaTak usah risaukan dan sesali urusan duniaKarena sejatinya kita tak memiliki apa-apa -
Tentang Kejayaan
Mampir sebentar ke Karanganyar
Sebelum bertolak ke MagetanAduh senangnya memiliki anak pintarCerdas akal, luhur budi, dan kuat imanBeli batik di SidomuktiSetelah berwisata ke SaranganKuatkan asa, teguhkan mimpiUntuk kejayaan masa depanMenanam padi, menjual berasMenanam pisang, menjual keripikSekarang susah menemukan politisi yang warasKarena banyak yang berpikiran picikMenggembala kambing di pinggir sawahBerbekal camilan dari rumahMemang benar Indonesia ini begitu indahBerkat Allah yang maha pemurahJodoh itu misteri IlahiBegitu pun umur dan rezekiBarang siapa rajin berbagiAkan mendapatkan derajat tinggiApel Malang manis rasanyaSoto Banjar lezat aromanyaJangan lupa sembahyang wahai saudaraKarena ia tiang agamaTawangmangu sejuk hawanyaGunung Lawu elok rupanyaKebahagiaan itu sederhanaPandai bersyukurlah kuncinya -
Melihat Ke Bawah
Sejak belia, kita mungkin sudah terprogram untuk bermimpi besar, mematok target setinggi mungkin, dan menjadi yang terbaik. Tak mengherankan, hari demi hari kita berjalan di atas rel untuk mengejar apa yang dinamakan kesuksesan.
Seiring berjalannya waktu, kita tersadarkan juga. Bahwa keinginan manusia tak ada batasnya. Sehebat apapun pencapaian, kita sering kali merasa kurang, kurang, dan kurang.Kita mudah sekali tergiring opini. Bahwa untuk mencapai titik tertentu kita harus memiliki tolok ukur yang wow. Tak mengerankan, entah disadari atau tidak, kita selalu membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain – khususnya dengan siapapun yang berada “di atas” kita.
Belum lama ini saya menikmati jogging pagi. Rutenya anti-arusutama yaitu pinggiran rel kereta api di bilangan Senen, Jakarta Pusat yang menurut orang banyak lekat dengan kumuh, padat penduduk, dan kurang aman.
Dan benar saja, persepsi sebagian orang tidak keliru. Langkah kaki saya yang gontai dibuat tercengang oleh banyaknya orang jompo, anak kecil, remaja, hingga pria maupun wanita paruh baya yang hidup memprihatinkan. Hidup berdempetan di gang-gang kecil yang “dihiasi” dengan kardus, tempat sampah, kucing, monyet, dan gubuk.
Tidak terhenti di situ. Saya dibuat terenyuh dengan banyaknya rumah petak berukuran sangat kecil. Sehingga, bisa terlihat betapa pengapnya ruangan. Berjejalan manusianya.
Ini berbeda dengan rute jalan santai selama ini di kawasan yang katanya elit. Sebut saja GBK Senayan, Mega Kuningan, Lapangan Monas, Kebun Binatang Ragunan, dan Kawasan Rasuna.
Selepas lari, saya pun merasa malu. Bahwasannya selama ini menghabiskan waktu dengan mengeluh atau tidak percaya diri karena merasa “kurang” dan “remah-remah”.
Saya seperti “ditampar” oleh Tuhan. Untuk mulai juga memandang ke bawah – bukan hanya ke atas.
Pada akhirnya, saya diingatkan oleh Semesta untuk hidup seimbang. Melihat ke atas boleh untuk memacu motivasi bekerja keras. Melihat ke bawah tidak ada salahnya untuk menempa rasa syukur.
Hidup itu sederhana saja sebenarnya. Terkadang kita tidak perlu liburan keliling dunia, membeli barang dengan merek ternama, menanamkan modal tanpa batas, atau memiliki jabatan paling mentereng untuk bahagia. Kita hanya perlu menerima diri kita apa adanya – tanpa menghakimi. Cukup dengan bersyukur. Hidup di saat ini, di mana pun tempatnya.
Kramat, 27 Oktober 2018
-
Tentang Hidup
Ada takdir, ada nasib
Kadang menerima, kadang memberi
Siapa tidak kenal Ali Bin Abi Thalib
Paman Nabi yang baik hati
Beli bunga di Cipanas
Menginap semalam di Cianjur
Janganlah adik suka memelas
Jika ingin bernasib mujur
Tekuni hobi, geluti kerja
Jangan lupa hidup bahagia
Hidup di dunia begitu singkatnya
Janganlah sia-siakan begitu saja
Seminggu berlibur ke Pulau Bali
Dengan membawa anak dan istri
Oh indahnya itu pelangi
Mensyukuri nikmat Tuhan yang tak terperi
Katakan Horas ketika di Medan
Sampaikan Assalamu’alaikum di Banyuwangi
Jangan sia-siakan kesempatan
Karena konon tidak datang dua kali
Mega Kuningan, 24 Oktober 2018