Author: Agung Wibowo

  • Anak Fellow

    Anak Fellow menuturkan perjalanan nyata penulis memperjuangkan pendidikan. Terinspirasi dari ribuan teman yang terhubung dengan platform Kampusgw.com, apa yang ditulis di sini menguraikan secara rinci bagaimana jatuh-bangunnya menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi dengan jalur beasiswa.
    Sebagai orang yang pernah berkali-kali gagal memperjuangkan beasiswa, penulis bertekad berniat berbagi strategi. Sebagai orang yang sempat “down” lantaran keterbatasan finansial untuk melanjutkan pendidikan, buku ini lahir untuk berbagi tips, trik, dan hikmah. Sebagai orang yang pernah bekerja sambil kuliah, buku ini ada untuk mengajak pembaca merenungkan makna hidup.

    Memoar ini hadir sama sekali bukan untuk menggurui atau menyombongkan diri. Sebaliknya, pesan-pesan yang tersurat maupun tersirat sengaja dirancang sedemikian rupa oleh penulis untuk menginspirasi, memotivasi, dan mengeluarkan potensi terbaik dari dalam diri pembaca sekalian.

     

    Apa yang Dibahas Dalam Buku Ini? 

    •Mengingatkan kembali pentingnya pendidikan bagi masa depan generasi muda

    •Mengajak pelajar dan mahasiswa memetakan terlebih dahulu kekuatan, minat, bakat, dan potensi diri sebelum memilih jurusan (program studi) tertentu

    •Menuturkan hikmah yang tersirat maupun tersurat dari ke-belum-beruntungan dan keberuntungan penulis dalam mendapatkan beasiswa

    •Menguraikan strategi, teknik, dan peta jalan dalam memenangkan beasiswa S1 maupun S2

    •Menyadarkan urgensi Self-Discovery setelah menamatkan SMA maupun S1

    •Mengedukasi betapa strategisnya Self-Mastery sebelum menentukan jurusan kuliah, perguruan tinggi, dan pekerjaan

    •Menyodorkan hikmah yang dialami penulis dalam Life After College

    •Membagi rahasia melewati Fresh Graduate Syndrome dan Krisis Seperempat Baya

    •Memaknai keberhasilan dan kebahagiaan dari beragam sudut pandang

     

    Testimoni

    “Setiap orang menghadapi tantangan dan cara tanggap yang unik, oleh karena itu perjalanan hidup setiap individupun menjadi unik. Saya mengenal Agung Setiyo Wibowo sejak tahun 2008 ketika dia harus menjawab tantangan hidupnya untuk memperjuangkan akses memperoleh pendidikan tinggi di tengah biaya pendidikan yang mahal. Sebagai tim panel Paramadina Fellowship saat itu, saya mengagumi kegigihannya dalam cara dia memperjuangkan asa: mengerahkan segala kompetensi dan menyandarkan keyakinan kepada yang Kuasa. Memoar ini menyadarkan pembaca untuk selalu melihat kehidupan dari dua sisi secara berimbang, sekaligus memberikan pesan untuk tidak cepat menyerah dalam memperjuangkan rajutan asa. Untuk kalian yang muda-muda : Rugi bingits kalau gak baca buku ini.”
    Dr. Dra. Prima Naomi, M.T.
    Wakil Rektor Bidang Pengembangan Sumber Daya Universitas Paramadina

     

    “Tidak perlu membaca buku ini jika hanya ingin mengetahui ‘How To Get Scholarship’. Karena Anda bisa menemukan jutaan artikel ataupun blog yang mengupas tuntas tips dan trik mendapatkan beasiswa. Memoar ini lebih dari itu. Karena mengajak pembaca menemukenali diri sendiri dan merenungkan esensi kehidupan yang dibalut dalam petualangan menimba ilmu.”

    Udi Samanhudi, PhD

    Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten

    Alumni Queen’s University of Belfast, Inggris Penerima Beasiswa LPDP, Kementerian Keuangan RI

     

    “Touchy, mengalir, dan mengharukan.” Tiga kata ini mungkin paling tepat mewakili bagaimana Mas Agung menguraikan sepenggal kisah hidupnya. Sarat dengan pelajaran hidup, pesan moral, dan cerita menggelitik khas Millennial.”

    Tuhu Nugraha

    Digital Expert

     

    “Setiap orang memiliki jalan unik dalam mengarungi perjalanan hidupnya, termasuk dalam memperjuangkan pendidikan, karier dan masa depannya di tengah keterbatasan yang ada. Memoar ini menyadarkan pembaca untuk tetap optimis dalam memperjuangkan dan merealiasikan mimpi dan cita-cita.”

    Suhariyanto Putra, S. Psi

    Founder & Managing Director Gerakan Tunas Bangsa

    People Development Manager Tanihub

     

    “Selalu ada jalan bagi siapa saja yang mengupayakannya. Sepertinya ungkapan ini paling cocok menggambarkan perjalanan penulis yang penuh tantangan dan cobaan dalam memenuhi cita-cita akademiknya. Kalau Agung bisa maka para pembaca pun juga pasti bisa.”

    Dina Novita Sari

    Founder iBeasiswa

     

     

    Bagaimana Cara Mendapatkannya?

    Anda dapat membeli atau menikmati Anak Fellow melalui dua kanal:

  • Hidup dalam Antrian

    “Ih sebel deh. Lama bener antrinya. Buang-buang waktu saja.”

    Hemmm, pernahkah kamu menjadi jengkel karena mengantri? Apakah batas kesabaranmu pernah habis ketika menunggu giliran?
    Saya yakin kita semua pernah menghadapi antrian panjang. Namun, saya percaya bahwa setiap orang memiliki beragam sikap melewatinya.
    Sesungguhnya, hidup adalah tentang mengantri. Di setiap masa, kita menunggu sesuatu demi mendapatkan giliran, jatah atau apapun itu namanya.
    Terkadang antrian sesuai keinginan. Tidak jarang malah sebaliknya.
    Jika antrian urusan dunia kita mungkin masih bisa merekayasa, tidak demikian dengan antrian meninggalkan dunia. Giliran kita sudah tertulis dengan jelas. Kita tidak kuasa mengubahnya.
    Ya, kita memang tak bisa menunda maupun mempercepat kematian. Bahkan, sedetik pun. Bahkan trilyunan uang tak bisa kita manfaatkan untuk mengintervensi ajal.
    Jadi, sudahkah kamu bersabar dengan antrian-antrianmu? Sadarkah kamu bahwa kini kamu sedang mengantri untuk dipanggil oleh-Nya? Apa saja yang telah, sedang dan akan kamu siapkan selama mengantri?
    Demi masa. Demi antrian. Demi Tuhan.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 26 Agustus 2020
  • Batas Buatan Sendiri

    “Sabar ada batasnya!”

    “Mimpi itu tanpa batas!”
    Pernahkah kamu mendengar dua pernyataan di atas? Atau setidaknya yang mirip maknanya?
    Katakanlah ya. Apa reaksimu? Apapun jtu, batas sesungguhnya tak ada. Yang menciptakan batasan adalah kita sendiri.
    Batas sejalan dengan keyakinan diri kita. Ini berkaitan dengan pengalaman masa lalu, nilai-nilai, kebiasaan, cara pandang dan bagaimana kita menilai diri sendiri.
    Jadi, apa yang membatasi langkahmu untuk mewujudkan mimpi? Benarkah batasan yang kamu anggap menghalangimu itu ada?
    Hidup sejatinya penuh dengan segala kemungkinan. Tanpa batas. Kamu sendirilah batasnya.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 31 Agustus 2020
  • Kamu Tiada Duanya

    Unik.

    Berbeda.
    Tidak sama.
    Itulah tiga kata yang bisa kusematkan ketika menilai seseorang. Ya, masing-masing diri kita memiliki historis tersendiri.
    Tak ada satu orang pun yang memiliki  cerita berbeda denganmu. Karena kamu spesial. Tiada duanya.
    Bahkan dua orang yang katanya kembar pun memiliki seabrek perbedaan. Setuju?
    Jadi, mau apa lagi?
    Jangan pernah membandingkan dirimu dengan siapapun. Karena jalan hidupmu dengan mereka tidak sama.
    Jangan pernah minder melihat orang yang kamu anggap lebih oke. Jangan pernah sombong melihat orang yang kamu anggap lebih nelangsa.
    Hidup begitu singkat, kawan. Cintai takdirmu.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 21 September 2020
  • Persembahan Tertinggi

    Hidup menurutku adalah persembahan. Apakah kamu setuju?

    Persembahan untuk Tuhanlah yang pasti. Sebuah bukti ketundukan kita kepada-Nya.
    Kenapa persembahan? Karena tanpa-Nya kita kosong. Kita diciptakan dan kelak dileburkan oleh-Nya.
    Kita tidak memiliki apa-apa di dunia ini. Yang kita anggap milik kita sejatinya adalah titipan. Tak lebih dari sekedar ujian.
    Jadi, apa yang layak dibanggakan? Tak ada. Apa yang bisa disombongkan? Nihil. Apa yang masih dikhawatirkan, ditakutkan, dan dijadikan beban jika sesungguhnya semua itu kita tinggalkan?
    Persembahkanlah dirimu lahir dan batin. Ikhlaslah menjalani segala skenario-Nya. Ikhtiar dan tawakkal jadikan kunci. Niscaya hidupmu akan tenteram.
    Persembahan tertinggi. Itulah aku menyebut perjalanan hidup ini. Kalau kamu?
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 29 September 2020
  • Mengingat Mati

    Hidup penuh liku-liku. Kesedihan dan kesenangan silih berganti. Datang dan pergi.

    Hal menyenangkan dan menjengkelkan setiap detik menghampiri. Menguji sikap. Menyaring siapa yang kelak bisa memenangkan dan sebaliknya.
    Masalah seakan-akan memang tiada habisnya. Seringkali kita ingin menyerah. Putus asa. Depresi. Galau. Down. Takut. Cemas.
    Negativisme seolah-olah menjadi pilihan termudah. Karena tak jarang kita merasa menjadi korban alias tidak memiliki kendali penuh dengan arah hidup kita.
    Namun, menurutku ada satu pengingat yang sangat ampuh untuk menjadikan kita lebih bijaksana. Tidak lain adalah mengingat mati.
    Kematian adalah kepastian. Selebihnya serba tidak pasti.
    Jika memang demikian, mengapa kita tidak mengupayakan semaksimal mungkin? Kematian membayang-bayangi setiap saat. Tak dapat diperlambat, tak dapat dipercepat. Tak dapat ditawar, tak dapat dibeli.
    Semua sudah dituliskan-Nya. Jadi, apa yang sudah, sedang dan akan kamu persiapkan menyambut kematian?
    Ingat mati, ingat mati. Niscaya hidupmu akan jauh lebih bermakna.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 14 Oktober 2020