“Tiba-tiba aku berdiri di tengah malam, menatap jejak karir yang belum kumulai, dan merasakan — ya, penyesalan.”
Itulah momen aku terguncang. Bukan di lantai rapat ketika investor memutar nomor, bukan pas panggung penuh lampu sorot. Tapi di kamar sepi, lampu redup, pikiran melayang ke keputusan-keputusan kecil yang kubiarkan berlalu. Kenapa aku nggak ? Kenapa aku belum ? Kenapa aku menunda? Semua pertanyaan itu menerjang.
Climaknya? Aku kehilangan kesempatan besar: tawaran kerja impian yang kubiarkan karena “nanti saja”. Dan ya, aku menyesal. Gak cuma “waduh”, tapi “ini mungkin titik balik hidupku”. Di situ aku sadar: penyesalan bukan sekadar rasa sedih atau malu — ia bisa jadi alarm, mentor, bahkan pendorong terbesar jika kita mau mendengarkannya.
Sebelum kita lanjut, kita harus berani menantang beberapa mitos yang banyak dipercaya:
-
Mitos: “Penyesalan itu selalu buruk.”
Banyak dari kita lari dari penyesalan, berpikir: “Kalau aku menyesal artinya aku gagal.” Tapi menurut The Power of Regret karya Daniel H. Pink, penyesalan adalah bagian alami dari hidup dan bisa menjadi bahan bakar perubahan positif. -
Mitos: “Orang sukses tidak menyesal pernah menunda.”
Realitanya: orang sukses juga pernah menunda, tertunda, ragu. Bedanya: mereka memperlakukan penyesalan sebagai bahan ajar, bukan beban yang membelenggu. -
Mitos: “Kalau sudah jadi penyesalan, maka terlambat untuk berubah.”
Pink menunjukkan bahwa banyak penyesalan kita bukan hanya soal masa lalu yang hilang — melainkan peluang di masa depan yang belum dimanfaatkan. Dan kita masih punya waktu untuk bergerak.
Jadi ya: mari ubah mindset kita. Penyesalan bukan musuh yang harus dihindari terus-menerus. Ia bisa jadi sahabat kalau kita tahu pakainya.
Bayangin hidup kita itu seperti road trip ke kota impian. Kita punya mobil, kita punya peta, kita punya semangat. Tapi di tengah jalan, kita melewati persimpangan. Ada rambu “A – jalan aman, sedikit petualangan, bisa mampir banyak”. Ada rambu “B – jalan yang langsung, cepat, tapi pemandangan biasa saja”.
Kalau kita menutup mata terhadap penyesalan – kita seperti nggak nyadar bahwa kita salah belok, atau bahwa kita melewatkan rute indah di sisi jalan. Penyesalan itu seperti sinar lampu kecil di dashboard mobil yang biasanya kita tutup layar-nya biar nggak ganggu. Tapi kalau kita ambil, ternyata lampu itu GPS emosi yang bilang: “Bro/Sis, cek rute lo. Mungkin ada yang bisa diubah.”
Dan ketika kita nyalakan lampu itu, kita bisa berhenti sejenak, melihat peta, dan memutuskan: “Oke, gue ambil jalan scenic. Gue mampir ke sisi jalan, ambil foto, nikmati pemandangan, dan mungkin sampe tujuan dengan pengalaman yang lebih kaya.”
Analoginya sederhana: Penyesalan = lampu peringatan = bukan disablesystem, tapi update system. Di buku Pink, dia menyebut empat domain utama penyesalan: foundation regrets, boldness regrets, moral regrets, dan connection regrets. Aku akan membahas satu-satu dengan gaya bercerita dan kemudian bagaimana kita bisa pakai dalam praktik.
Apa yang saya pelajari dari The Power of Regret — dan bagaimana menerapkannya
1. Foundation Regrets (Penyesalan soal Fondasi)
Waktu kuliah, aku memilih jurusan karena “aman” dan karena orang tua bilang “ini prospek bagus”. Tapi rasa dalam hati bilang “ini bukan passion-ku”. Setelah dua tahun, aku merasa kosong. Kuliah jadi rutinitas tanpa gairah. Akhirnya aku drop out dan pindah ke bidang yang lebih kreatif. Ini adalah contoh foundation regrets: ketika kita membangun hidup di fondasi yang bukan benar-benar kita.
Apa yang bisa kita lakukan?
-
Mulailah segera: Jangan tunggu “sudah aman” atau “sudah siap”. Fondasi yang kuat dibangun dari tindakan kecil terus-menerus.
-
Tinjau ulang nilai-nilai hidupmu: Apa yang benar-benar kamu pegang? Apakah jurusan/pekerjaan/hobi kamu sesuai dengan itu?
-
Bangun kebiasaan mikro: misalnya 10 menit membaca buku yang menumbuhkanmu, 20 menit networking, atau 15 menit refleksi setiap hari. Kebiasaan kecil membangun fondasi yang besar.
Contohnya? Aku mulai komunitas kecil di Whatsapp dan LinkedIn. Tanpa modal besar, tanpa label “profesional”, tapi aku melakukannya. Hasilnya? Aku menemukan komunitas yang ternyata punya passion sama, dan dari situ datang peluang freelance menulis. Kalau aku menunggu “sudah benar punya studio”, mungkin penyesalan fondasi itu makin besar.
2. Boldness Regrets (Penyesalan soal Keberanian)
Kaum Gen Z suka bilang “YOLO – you only live once”, tapi kenyataannya banyak dari kita yang tetap mengambil jalan paling aman. Aku pernah bekerjasama di proyek startup kecil, tapi waktu diberi peluang nyantri investor ke Silicon Valley, aku bilang “eh nanti deh” karena takut gagal di depan banyak orang. Sekarang? Aku pikir, “Wah, kenapa takutnya dulu lebih kuat daripada keinginannya”.
Pink meneliti bahwa salah satu penyesalan terbesar orang dewasa adalah: mereka tidak berani mengambil risiko yang masuk akal – melompat ke sesuatu yang lebih bermakna.
Pendekatan kita:
-
Hitung risiko vs potensi: Risiko itu wajar. Tapi jika potensi maknanya besar (bagi kita), maka takut itu jangan jadi pembatas utama.
-
Pelajari mindset “keliru lebih baik daripada menyesal tak mencoba”. Karena kapan‐kapan kita akan menyesal bukan karena gagal, tapi karena tak mencoba. Pink menulis ini secara eksplis.
-
Buat “tawaran” pada diri sendiri: misalnya “Aku akan coba ini selama 3 bulan”. Jika tak cocok, ya evaluasi. Tapi jangan biarkan keberanian kita dibunuh oleh alasan “belum siap”.
Contohnya? Seorang teman aku, namanya Rani, selalu pengin buka kafe vegan di kotanya. Tapi takut modal besar, takut sepi, takut nggak gede. Dia tulis: “Ok, gue mulai aja dengan kartu pos vegan delivery 1 bulan”. Itu jadi pilot kecilnya. Setelah 6 bulan, ternyata banyak pemesanan lewat Instagram-nya dan dia berani buka warung fisik. Kalau dia menunggu “berani” penuh dulu — bisa jadi penyesalan boldness dia makin berat.
3. Moral Regrets (Penyesalan soal Moral)
Aku punya teman sekantor yang sering dikesampingkan karena “gue takut kolega-nya nggak suka”. Dia pun sering bilang “oke–oke aja” ketika sebenarnya idenya penting tapi takut jadi extinguish. Sekarang? Dia kadang bertanya ke diri: “Apakah aku sudah cukup membela nilai yang aku pegang?” Itu adalah moral regrets.
Pink menggambarkan bahwa penyesalan moral muncul ketika kita merasa kita menyimpang dari standar diri kita sendiri: kejujuran, keberanian, perhatian terhadap orang lain.
Langkah kita:
-
Buat daftar nilai pribadi: kejujuran, integritas, perhatian, keberanian, atau lainnya. Tulis 3-5 nilai.
-
Setiap akhir hari, refleksi: “Apakah hari ini aku bertindak sesuai nilai itu? Jika tidak, kenapa?”
-
Bila menghadapi konflik nilai: Pilih untuk berdiri walau kecil. Karena jika kita selalu kompromi dengan nilai kita sendiri, maka penyesalan moral bisa berkutat lama.
Contoh praktis:
Aku waktu itu menghadapi klien yang minta konten “klik-bait” yang menurutku misleading. Aku bilang “maaf, gue nggak bisa”. Aku tahu mungkin kehilangan bayarannya, tapi aku memilih nilai “kejujuran”. Mungkin itu bukan lompatan besar, tapi mencegah penyesalan moral yang bisa muncul tahun depan: “Kenapa gue membiarkan konten yang bikin orang salah paham?”
4. Connection Regrets (Penyesalan soal Relasi)
Aku punya sahabat dari SMP, waktu kuliah kita agak renggang karena sibuk. Aku bilang: “Nanti deh kita nongkrong.” Lalu “nanti deh kita video-call.” Tapi ‘nanti’ kadang berarti ‘tidak akan pernah’. Sekarang, di Instagram aku lihat dia sukses di kota lain— senang sih, tapi ada rasa “kenapa kita nggak keep in touch?”. Itu tipikal connection regrets: penyesalan karena kita melepas atau menunda relasi yang sebenarnya penting.
Pink menyebut bahwa manusia sangat menyesal ketika hubungan kita dengan orang lain — sahabat, keluarga, partner — dikorbankan karena kita terlalu fokus ke hal lain.
Cara kita memperbaiki:
-
Jadwalkan kontak rutin: bisa weekly chat, monthly meet-up, ataupun message “hai, inget lo”.
-
Investasi kecil dalam relasi: makan bareng, kopi santai, atau even virtual. Tidak harus mahal, tapi konsisten.
-
Ketika ada konflik atau jarak, jangan tunggu “nanti kita perbaiki”. Mulai sekarang. Karena hubungan yang terabaikan bisa jadi penyesalan terbesar di masa depan.
Contohnya? Aku dan sahabat itu akhirnya nongkrong lagi setelah lima tahun. Hanya makan malam, ngobrol random, tapi itu bikin kita reconnect. Dia bilang: “Ah, akhirnya lo ngajakin aku”. Aku pikir: “Betul, lebih baik sekarang daripada nanti.” Kita gak tahu berapa waktu yang tersisa untuk momen sederhana seperti itu.
Menyusun “Strategi Penyesalan Konstruktif” untuk Sukses dan Bahagia
Dari pembelajaran-diatas, saya merangkum jadi strategi yang bisa kamu terapkan untuk hidup yang lebih bermakna, sukses dan bahagia:
-
Refleksi Reguler “Lampu Merah”
Seperti analogi GPS tadi: saat lampu peringatan nyala (penyesalan), jangan dimatikan. Stop sejenak. Tulis: “Apa yang bikin gue ngerasa ini?” “Apakah ini foundation, boldness, moral, atau connection regret?” Dengan mengenali kategori, kita bisa bertindak lebih spesifik. -
Tindakan Mikro Harian (Micro-Action)
Jangan tunggu perubahan besar. Penyesalan bisa dicegah dengan micro-action setiap hari. Misal: “Hari ini aku ngobrol 10 menit dengan sahabat”, “Minggu ini aku cari 1 peluang risk kecil”, “Setiap malam aku refleksi nilai aku”. -
Buat Rencana “Jika Tidak Aku Lakukan, Aku Mungkin Nanti Menyesal”
Pink menyampaikan bahwa waktu kita terbatas, dan penyesalan sering berkaitan dengan hal-hal yang kita tunda. Jadi: buat list “3 hal yang kalau nggak aku lakukan dalam 12 bulan ke depan, gue bakal menyesal”. Kemudian pecah ke dalam langkah-langkah bulanan. -
Pertahankan Mindset “Penyesalan = Data, Bukan Dosa”
Reframe: Penyesalan itu bukan bukti gagalnya kita. Ia justru data bahwa hidup kita bisa lebih baik. Dengan sikap ini kita bisa menghadapi penyesalan dengan rasa ingin tahu, bukan rasa takut atau malu. -
Bagikan Cerita / Vulnerabilitasmu
Karena manusia terhubung melalui cerita. Saat kamu terbuka soal penyesalanmu, orang lain bisa merasa “oh gue juga gitu”. Itu menciptakan relasi yang tulus, mencegah connection regrets dan memperkuat keberanianmu-boldness.
Kenapa semua ini penting untuk sukses dan bahagia
-
Sukses: Kalau kamu selalu menghindari penyesalan, kamu mungkin memilih jalan aman terus-menerus. Tapi jalan aman belum tentu membawa ke tempat yang kamu impikan. Dengan memanfaatkan penyesalan sebagai pengingat, kamu akan bergerak ke arah yang lebih berarti dan punya potensi lebih besar.
-
Bahagia: Bahagia bukan cuma soal mencapai target. Bahagia adalah merasa bahwa hidupmu sudah sejalan dengan nilai, relasi, dan keberanianmu. Penyesalan menahan kita dari hal-hal itu. Dengan menghadapinya, kita memberi ruang buat hidup yang lebih utuh.
Intinya
Bro/Sis, jika hari ini kamu merasa ada yang “kurang”, ada yang “kenapa ya”, ada yang “kenapa aku nggak”, itu bukan alarm kegagalan. Itu adalah pesan terbaik yang bisa kamu dapat: bahwa hidupmu masih bisa diarahkan ulang. Aku pernah berada di titik yang sama — menyesali, ragu, takut. Tapi lewat buku The Power of Regret, saya belajar: penyesalan bukan musuh; ia guru. Ia teman yang kadang berbisik lembut, “ayo bangkit”.
Mulailah dengan satu langkah kecil:
— Ambil waktu 5 menit dan tulis: “Kalau aku nggak lakukan ini dalam 12 bulan ke depan, apa yang mungkin aku sesali?”
— Pilih satu micro-action minggu ini yang berkaitan: bisa hubungi sahabat lama, bisa apply ke kursus, atau bisa ngobrol ke dalam diri soal nilai yang ingin kita pegang.
— Ceritakan ke satu orang: “Gue lagi coba ini supaya nggak ngerasa menyesal nanti”. Karena berbagi akan membuatmu lebih accountable.
Mari kita buat hidup kita nggak cuma bebas dari penyesalan, tapi dipenuhi arti—sukses secara profesional, bahagia secara personal, dan penuh relasi yang tulus.
Terima kasih sudah membaca hingga akhir. Kalau kamu punya cerita penyesalan yang kemudian jadi kekuatanmu, share di komen atau DM ya. Kita tumbuh bareng.
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
#LinkedInHacks #LinkedInStorytelling #LinkedInThatWorks #Networking #PersonalBranding #ThePowerOfRegret #DanielHPink #PenyesalanKonstruktif #GenZGrowth #SelfImprovement #MindsetPositif #SuksesBahagia #RefleksiDiri #GrowthJourney
Leave a Reply