“Kalau aku harus memilih antara ikut main atau benar-benar menang, aku pilih menang—tapi itu berarti banyak yang harus dipangkas.”
Bayangin: kamu berdiri di ujung panggung, lampu sorot menyorot wajahmu. Semua mata tertuju padamu. Kamu tahu cuma satu dari dua tim bisa lolos ke final. Di tangammu ada dua pilihan—jika kamu main aman, mungkin kamu bisa tetap bertahan, tapi peluang lolanya besar. Kalau kamu main habis-habisan, kamu bisa menang besar… atau gagal total.
Itu titik klimaksnya.
Dalam hidup (atau karier, atau bisnis), sering kita berada di momen seperti itu: memilih antara sekadar “ikut main”, atau berani “main untuk menang”. Playing to Win: How Strategy Really Works karya A. G. Lafley & Roger L. Martin jadi semacam peta agar kita bisa memilih dengan sadar — bukan asal ikut arus — agar peluang kemenangan itu nyata, bukan cuma harapan kosong.
Bayangkan kamu adalah penyanyi indie yang bermimpi muncul di panggung besar. Kamu bisa pilih strategi:
-
Main di semua panggung kota, dari café kecil sampai event kampus (ikut main).
-
Atau fokus ke satu atau dua kota besar, konstanta branding, produksi kualitas, kolaborasi medium — demi peluang “breakout” (main untuk menang).
Strategi buku Playing to Win tak jauh beda: jangan jadi penyanyi panggung kecil yang tampil di mana-mana tanpa arah. Tetapkan “winning aspiration”, pilih “di mana kita main”, “bagaimana kita menang”, lalu bangun kapabilitas dan sistem pendukungnya.
Nah, coba deh sekarang jawab:
- Kalau kamu tahu bahwa sebagian jalan harus kamu tinggalkan supaya yang lain bisa kamu taklukkan, apakah kamu rela melepaskan?
-
Apakah selama ini kamu “ikut-ikutan ikut main”, atau sesungguhnya sudah menetapkan strategi untuk menang, secara sadar?
5 Pilar Strategi & Pelajaran Hidup
Buku ini membangun strategi lewat lima pilihan yang saling berkaitan — yang oleh mereka disebut Strategic Choice Cascade:
-
Winning Aspiration (Apa definisi “kemenangan” kita)
-
Where to Play (Di mana kita bertanding)
-
How to Win (Bagaimana kita mengalahkan pesaing)
-
Core Capabilities (Kemampuan inti yang harus dimiliki)
-
Management Systems (Sistem & cara mengelola agar strategi berjalan)
Mereka menegaskan: strategi bukan visi kosong, bukan rencana panjang penuh jargon, bukan optimasi status quo — melainkan pilihan yang nyata, saling terintegrasi, dan berani menolak banyak hal agar hal yang dipilih bisa menonjol.
Mari saya ceritakan bagaimana masing-masing elemen itu saya pahami dan coba aplikasikan, plus contoh sederhana agar bisa “masuk ke dalam hidup kita”.
1. Winning Aspiration – Menang Versi Kita Sendiri
Pelajaran: Sebelum berlari kencang, tentukan dulu: “menang” itu apa buatmu?
Banyak orang atau organisasi merumuskan visi atau misi yang grand, tetapi terlalu umum: “menjadi perusahaan terbaik”, “hidup bahagia”, “berdampak positif”. Tapi itu sering nggak cukup tajam untuk membuat keputusan nyata tentang apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak. Lafley & Martin menyebut bahwa winning aspiration idealnya amat spesifik dan berfokus pada pelanggan (atau orang yang kita layani).
Dalam konteks pribadi, winning aspiration-mu bisa seperti:
“Menjadi profesional konten kreatif yang dikenali di kota A & B, dengan proyek ideal dan waktu luang cukup untuk kesehatan mental.”
Dengan itu, ketika ada tawaran kerja (misalnya proyek di kota Z jauh), kamu bisa memutuskan: “Apakah tawaran itu mendukung aspirasi atau malah menculik fokusku?”
Contoh nyata di buku: P&G bahkan mendefinisikan aspirasi merek Olay bukan sekadar “menjual”, tetapi “menjadi pemimpin di kategori perawatan kulit yang memperbaiki kehidupan konsumen.” Strateginya lalu diarahkan berdasarkan aspirasi ini.
Kalau saya, setelah membaca buku ini, saya mulai menulis visi karier konten saya dengan batasan geografi, niche audiens, dan keseimbangan hidup. Jadi sekarang kalau ada proyek “besarnya banyak tapi lokal sangat jauh” saya bisa tolak, bukan merasa bersalah.
2. Where to Play — Arena yang Dipilih, Bukan Semua Lapangan
Pelajaran: Bukan semua lapangan layak kita masuki — pilih arena di mana peluang kemenanganmu terbesar.
Dalam buku, “where to play” berarti memilih segmen pasar, geografis, saluran distribusi, jenis konsumen — dan juga memilih apa yang akan ditinggalkan.
Kegagalan strategi sering terjadi karena kita ingin “menang di semua arena”. Tapi fokus adalah kekuatan: kalau kamu terlalu banyak bermain, kamu jadi tidak unggul di mana pun.
Dalam hidup, “arena” bisa berupa:
-
niche konten (misal: edukasi karier, bukan semua topik)
-
platform (kamu memilih fokus di LinkedIn & blog dibanding TikTok & YouTube, atau secara sebaliknya)
-
lokasi pasar (misalnya kamu fokus ke pembaca di seluruh Indonesia, atau hanya Jabodetabek)
-
tipe klien (startup digital, bukan korporasi besar)
Misalnya dulu saya coba nyebar ke semua topik digital marketing, branding, motivasi, gaya hidup. Tapi ketika saya pilih arena “konten strategi & literasi karier generasi muda”, engagement saya naik karena saya mulai dikenal di ceruk itu — bukan sebagai “semua tema”.
3. How to Win — Resep Unggulmu di Arena Terpilih
Dalam buku, cara menang (how to win) adalah bagaimana kamu menciptakan proposisi nilai yang unik dan berkelanjutan di arena yang dipilih.
Ada dua strategi umum: differentiation (membedakan) atau cost leadership (efisiensi) — tetapi dalam konteks kita bisa lebih fleksibel. Diferensiasi bisa lewat kualitas konten, voice unikmu, storytelling, atau kecepatan respons.
Contoh di buku: P&G menciptakan “masstige” — produk di antara mass market dan prestige — jadi Olay masuk di segmen yang konsumen menghargai kualitas tapi masih bisa dijangkau. Mereka memilih cara menang lewat nilai yang unik, bukan harga murah banget atau kemewahan ekstrem. HowToes+1
Dalam praktik saya: di arena konten strategi & karier Gen Z, cara menang saya adalah lewat narasi personal + proof nyata + gaya bahasa gaul tapi bermakna. Banyak yang tahu konten inspirasi, tapi sedikit yang cerita kisah nyata + belajar + kegagalan + keberhasilan + framework konkret dalam gaya kekinian. Itu yang membuat saya punya “warna”.
4. Core Capabilities — Apa Kekuatan Inti yang Harus Dibangun
Dalam buku, core capabilities adalah aktivitas dan kompetensi yang memungkinkan strategi “where to play + how to win” terealisasi.
Misalnya kemampuan riset audiens, kemampuan storytelling, kemampuan produksi visual/video, jaringan komunitas, kemampuan pemasaran digital, brand building, dsb. Yang kamu pilih sebagai inti harus mendukung cara kamu menang di arena pilihan.
Contoh: kalau kamu pilih arena “konten strategi & literasi karier Gen Z”, kemampuan inti bisa jadi:
-
riset trend & pain point Gen Z
-
membangun voice & gaya yang relatable
-
editing & visual kreatif
-
konsistensi posting & interaksi
-
belajar alat digital (SEO, analitik, social media tools)
Kalau kamu investasi di sana — misalnya ikut kursus editing, terus praktik, kolaborasi, eksperimen — kekuatan itu akan jadi pembeda terhadap mereka yang sekadar kampanye bawaan.
5. Management Systems — Sistem yang Menjamin Strategi Jalan
Dalam buku, manajemen sistem mencakup pengukuran, insentif, alokasi sumber daya, struktur tim, proses kontrol yang mendukung, sehingga kapabilitas bisa produktif dan strategi bisa dieksekusi.
Contoh nyata: jika konten kamu adalah senjata kemenangan, maka sistemnya bisa:
-
kalender konten jelas
-
metrik kinerja (view, engagement, lead)
-
review rutin: apakah strategi berfungsi atau butuh penyesuaian
-
alokasi waktu khusus tiap minggu untuk eksperimen
-
tim kolaborasi atau freelancer, dengan SOP & deadline
Jika tidak ada sistem, ide konten sering terbengkalai, analisis terlupa, kualitas turun.
Menyambung Titik: Strategi Hidup & Karier yang Lebih Menang & Bahagia
Berikut langkah-langkah aplikatifnya:
-
Tuliskan Winning Aspiration-mu dengan detail
(Apa versi “menang” yang paling bermakna bagi kamu) -
Identifikasi arena terbaik
(Bidang mana kamu punya passion + peluang + relevansi) -
Rumuskan cara menang unikmu
(Apa yang bisa kamu lakukan beda — jangan copy-paste pasar) -
Pilih dan bangun 2–3 kemampuan inti
(Lebih oke kalau sedikit tapi dikuasai) -
Buat sistem pendukung
(Calendar, metrik, review mingguan, jadwal, batasan) -
Review dan adaptasi
Strategi bukan set once-for-all — terus ditanya: apakah pilihan ini masih mendukung aspirasi?
Contohnya? Biarkan saya cerita tentang kenalan saya, sebut saja “Si A”. Dia lulusan teknik, tapi punya passion mendalam di edukasi literasi digital dan karier. Dulu dia menerima banyak proyek “umum banget” — blog general, tema kuliner, tips random — karena ingin “mencoba banyak”. Tapi pada satu titik ia merasa kehilangan arah.
Setelah saya ajak ngobrol dan tunjukkan kerangka Playing to Win, dia membuat langkah:
-
Winning Aspiration-nya: “Menjadi pengajar & konten kreatif literasi karier digital untuk generasi 18–30 di Indonesia Timur.”
-
Arena: konten karier, literasi digital, khusus kota-kota kecil & daerah timur Indonesia (lihat potensi belum terjamah).
-
Cara menang: storytelling personal + studi kasus nyata + mentoring mikro + kolaborasi lokal.
-
Kapabilitas inti: riset lokal & budaya daerah, editing video & audio sederhana, kemampuan public speaking & mentoring, jaringan komunitas lokal.
-
Sistem: content calendar bulanan, target engagement, jadwal workshop offline, review setiap bulan, tim kecil lokal.
Hasilnya? Dalam 6 bulan, akun media sosialnya tumbuh signifikan dari hampir nol. Proyek yang sebelumnya “umum dan random” perlahan ditolak agar sesuai arah. Dia merasa jauh lebih “hidup” dalam kerjaannya. Dia tak lagi sekadar ikut-ikutan, melainkan punya arah dan energi yang makin terkonsentrasi.
Kenapa Strategi ini Bukan Sekadar Buku Bisnis — untuk Kita Semua
Beberapa orang mungkin bilang, “Strategi itu cuma untuk perusahaan besar.” Tapi inti Playing to Win justru sederhana: setiap individu, karier, organisasi kecil juga bisa menggunakan kerangka pilihan strategis agar tidak terseret arus.
Buku ini mengajarkan beberapa prinsip penting:
-
Berani memilih (dan menolak hal lain)
-
Konsistensi pilihan & integrasi di semua aspek
-
Fokus pada kapabilitas + eksekusi
-
Strategi harus praktis — bukan wacana kosong
-
Adaptasi & review berkala
Di hidup sehari-hari, kita punya banyak godaan: peluang proyek beda-beda, tawaran kolaborasi jauh tapi non-niche, ide-ide baru yang menggoda, dsb. Tanpa strategi, kita sering “berubah arah” setiap angin berhembus.
Dengan kerangka ini, kita punya pijakan agar setiap pilihannya: “Apakah ini mendekatkan saya ke kemenangan yang saya definisikan?”, bukan sekadar ikut arus.
Kesimpulan
Jujur, ketika saya membaca Playing to Win, saya merasakan seperti ada mentor di belakang saya yang berkata: “Oke, arahmu boleh ambisius. Tapi jangan ke mana-mana — pilih, fokus, dan eksekusi.”
Kalau kamu sekarang merasa seperti “ikut main terus, tapi nggak jelas menangnya di mana”, saya ajak kamu: coba sesaat berhenti, tarik napas, dan renungkan. Tulislah winning aspiration-mu, lalu cobalah kerangka Playing to Win. Cobalah jawaban atas lima pertanyaan strategismu sendiri.
Kalau butuh diskusi atau saya bikin template sederhana (versi untuk individu), kabarin aja — saya senang bantu.
Semoga kita semua tidak hanya ikut-ikutan main, tapi benar-benar menang—versi kita sendiri.
Terima kasih sudah mendengarkan obrolan hati ini. Semoga strategi ini membantumu bercerita, berkarya, dan bahagia di versi kemenanganmu.
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
#LinkedInHacks #LinkedInStorytelling #LinkedInThatWorks #Networking #PersonalBranding #PlayingToWin #StrategiHidup #Leadership #PersonalStrategy #CareerGrowth #GenZ #MindfulStrategy #KontenKreatif
Leave a Reply