Pernah nggak kamu merasa: “Wah, gue harus bikin branding yang keren supaya semua tahu gue hebat”?
Tapi kenyataannya—ternyata postinganmu ngga dibaca banyak, koneksi tetap datar, dan kamu malah makin bingung.
Itu ironi yang sering kita alami bila kita memperlakukan personal branding seperti setelan pakaian yang tinggal dikenakan—padahal, katanya, “branding itu susah”.
Mari kita mulai dengan merobohkan mitos itu dulu.
Mitos 1: “Kalau punya personal brand bagus, tinggal pamer prestasi.”
Nyatanya, menurut Karen Kang, punya catatan prestasi saja nggak cukup. Anda juga harus punya positioning, messaging, strategi, ekosistem, dan action plan — lima langkah dalam sistem yang dia sebut Branding Pays.
Mitos 2: “Personal branding itu buat selebritas atau CEO besar aja.”
Bukan. Kang menegaskan bahwa di zaman persaingan global dan sosial media, semua orang punya personal brand—apakah kamu sadar atau tidak.
Bayangin kamu bakal membuat kue.
Kue dasar yang kamu panggang itu—itulah kompetensi, skill, reputasi yang nyata (rational value).
Tapi kalau kamu berhenti di situ—kue polos tanpa icing—orang mungkin mengenalmu, tapi nggak tertarik atau nggak terhubung (emotional value kurang).
Menurut Kang dalam buku ini, kue itu “cake”, dan icing itu adalah “icing”—kombinasi keduanya yang bikin merek pribadi jadi memorable
Apa yang Gue Pelajari & Bagaimana Penerapannya
Berdasarkan buku Branding Pays, ada lima langkah utama yang bisa kita jalankan—dan gue akan share gimana gue mencoba menerapkannya (versi gaul Gen Z-membumi).
1. Positioning
Tanyakan ke diri sendiri: “Untuk siapa aku bekerja? Masalah apa yang bisa aku bantu?”
Contoh: gue sebagai “Penulis & Strategi Konten untuk Profesional Transformasi” bukan hanya “penulis buku”.
Dengan positioning jelas, orang tahu kenapa mereka kudu connect ke gue.
2. Messaging
Bikin elevator pitch: “Saya membantu [target] untuk [manfaat] melalui [cara unik].”
Misalnya: “Saya membantu transformation-leader agar budaya digital masuk nyata lewat storytelling dan konten yang menggerakkan.”
Gue konsisten pakai pesan itu dalam LinkedIn headline, summary, postingan—supaya brand gue nggak terpisah.
3. Brand Strategy (Cake + Icing)
Cake = kompetensi (menulis ratusan buku, ribuan artikel).
Icing = gaya gue yang “ngobrol dari hati ke hati”, tone membumi.
Keduanya harus muncul: supaya orang percaya dan merasa terhubung.
4. Ecosystem
Network dan pengaruh juga krusial: siapa yang bisa jadi “influencer” di brandmu?
Gue mulai kolaborasi dengan rekan-rekan di industri transformasi, ikut podcast, hadir di webinar—supaya brand gue nggak cuma terdengar, tapi “disebarluaskan”.
Gue punya teman—sebut saja Dika—yang awalnya “penasaran aja” dengan personal branding. Dia cuma posting “oke-oke”, nggak jelas siapa audience-nya. Setelah membaca buku ini, ia redesign profil LinkedIn: jelas positioningnya (“UX researcher untuk startup fintech yang pengen human-centric”), messaging singkat dan konsisten, gaya voice yang tetap “teman ngobrol”, dan mulai aktif di komunitas fintech. Hasilnya? Klien baru datang, undangan speaking muncul, dan brand-nya naik.
Itu bukti: bukan sekadar siapa yang paling aktif, tapi siapa yang paling strategis dan otentik.
Jadi, kalau kamu masih merasa “udah coba banyak posting, tapi nggak jalan juga”, mungkin bukan algoritma yang salah—tapi strategi merek pribadi yang belum berjalan.
Branding bukan tentang kita paling heboh, tapi tentang kita paling jelas, konsisten, dan bernilai bagi orang lain.
Dengan sistem lima langkah dari Karen Kang—positioning, messaging, strategi cake+icing, ecosystem, action plan—merek pribadi kita bisa jadi alat sukses dan kebahagiaan, bukan beban.
Lalu, bagaimana denganmu? Apakah sudah yakin dengan personal branding-mu? Bagaimanana pula dengan optimasi personal branding-mu di LinkedIn?
Masih posting di LinkedIn tapi nggak dilirik recruiter, client, apalagi investor?
Mungkin akun lo bukan magnet, tapi poster pengumuman doang.
Biar gak sekadar eksis, lo harus eksponensial. LinkedIn itu ibarat etalase—kalau tampilannya berantakan, siapa yang mau mampir?
Yuk upgrade cara main lo di webinar ini: LinkedIn That Works: Personal Branding that Attracts Recruiters, Clients, & Investors
Di sini lo bakal belajar:
- Cara membangun first impression yang bikin HR langsung klik “Connect”
- Strategi konten biar client & investor yang datang, bukan lo yang ngejar
- Personal branding yang tetap otentik tapi powerful
- Studi kasus akun-akun LinkedIn yang beneran works dan closing deals
Kalau lo pengin karier dan bisnis naik kelas, lo gak bisa asal posting. Harus posting yang nyangkut dan nancap.
This is not another webinar—this is your roadmap to jadi orang yang disebut di ruang meeting saat ada kesempatan besar.
DAFTAR SEKARANG DI SINI sebelum kursi penuh.
Leave a Reply