Pernah gak lo ngerasa udah kerja seharian, tapi pas malam tiba, lo ngerasa kosong? Laptop nyala dari pagi, notifikasi terus berdenting, rapat gak berhenti, tapi… gak ada sense of accomplishment sama sekali.
Itu gue, beberapa tahun lalu.
Dari luar, gue kelihatan sibuk banget — “Wah, Agung produktif banget ya!” — tapi di dalam hati, gue ngerasa burnout dan kehilangan arah.
Sampai akhirnya gue baca buku Smarter Faster Better karya Charles Duhigg.
Dan dari situ, gue sadar: selama ini gue bukan produktif. Gue cuma sibuk.
Kita hidup di zaman yang ngeromantisasi kesibukan.
Kalimat kayak “aku sibuk banget minggu ini” sering diucap dengan nada bangga, seolah-olah kesibukan = kesuksesan.
Padahal, menurut Duhigg, itu justru jebakan klasik.
Mitos terbesar soal produktivitas adalah:
Semakin cepat kita bekerja, semakin banyak yang kita hasilkan, berarti kita semakin sukses.
Padahal kenyataannya, cepat belum tentu efektif, dan sibuk belum tentu produktif.
Duhigg nyebut produktivitas sejati bukan tentang bekerja lebih keras, tapi tentang berpikir lebih cerdas.
Tentang bagaimana kita memaknai kerja, bukan berapa banyak yang kita kerjakan.
Dan yang paling penting, tentang mengendalikan pikiran kita sendiri agar tetap fokus pada hal yang benar-benar berarti.
Bayangin lo lagi nyetir mobil balap di jalan tol.
Gas lo tekan habis-habisan, mesin meraung, kecepatan tembus 100 km/jam.
Keren banget — sampai lo sadar: lo gak tahu arah.
Lo ngebut, tapi gak tahu mau ke mana.
Nah, begitulah banyak orang hari ini.
Kita punya energi, semangat, ambisi — tapi gak punya kompas.
Kita kerja keras, tapi gak selalu sadar kenapa kita kerja.
Kita kejar target, tapi gak selalu tahu apakah target itu bener-bener penting buat hidup kita.
Duhigg ngajarin gue bahwa produktif itu bukan tentang gas, tapi arah.
Bukan tentang menambah to-do list, tapi memastikan to-do list itu punya makna.
Prinsip Inti dari Smarter Faster Better
Ada delapan konsep besar yang Duhigg bahas di buku ini. Tapi biar gak kayak kuliah teori, gue bakal nyeritain tiga yang paling nempel dan bener-bener mengubah cara gue bekerja dan hidup:
a. Motivation: Kendali yang Membangkitkan Semangat
Motivasi, kata Duhigg, bukan muncul karena kata-kata inspiratif di Instagram, tapi karena rasa kendali.
Ketika kita merasa punya pilihan atas apa yang kita lakukan, kita lebih termotivasi.
Sementara kalau kita ngerasa dipaksa, kita jadi pasif dan kehilangan energi.
Makanya, alih-alih bilang ke diri sendiri “gue harus kerja”, coba ubah jadi “gue memilih untuk kerja karena…”
Satu kata itu — memilih — bisa ngubah seluruh energi.
Gue mulai nerapin ini di hidup gue.
Dulu, setiap kali ngerjain project yang berat, gue selalu ngerasa tertekan.
Sekarang, gue tanya ke diri sendiri:
“Apa nilai yang gue perjuangkan dari pekerjaan ini?”
“Apa dampaknya buat orang lain?”
Begitu gue sadar bahwa gue memilih melakukan ini karena gue pengen bantu orang lain tumbuh, stres berubah jadi semangat.
It’s not about pressure anymore — it’s about purpose.
b. Focus: Seni Menyaring yang Penting dari yang Mendesak
Kita sering tertipu oleh hal yang kelihatan mendesak, tapi gak penting.
Email baru, chat urgent, meeting dadakan — semua terasa harus diselesaikan sekarang juga.
Padahal, sebagian besar cuma “noise”.
Duhigg menyarankan satu kebiasaan sederhana tapi powerful: membangun model mental (mental model).
Artinya, sebelum mulai hari, lu bayangin dulu alur ideal hari itu.
Gue sekarang tiap pagi cuma ambil 5 menit buat nulis di notes:
“Hari ini gue mau fokus di X, karena ini yang paling penting.”
Dan ajaibnya, keputusan kecil itu bikin gue lebih mindful sepanjang hari.
Gue jadi tahu kapan harus bilang no, kapan harus pause, kapan harus deep work.
c. Teams: Rahasia Tim Hebat Bukan dari IQ, Tapi dari Psychological Safety
Bagian paling keren dari buku ini adalah cerita tentang riset Google soal tim paling produktif.
Mereka nemuin satu hal penting: bukan soal siapa anggotanya, tapi bagaimana tim itu berinteraksi.
Tim yang hebat punya psychological safety — tempat di mana orang ngerasa aman buat ngomong, salah, dan berdebat tanpa takut dihakimi.
Gue langsung keinget satu pengalaman pribadi.
Dulu gue pernah di tim yang isinya orang-orang pintar banget — tapi suasananya tegang.
Semua takut salah. Semua pengen terlihat benar.
Akhirnya ide-ide bagus gak keluar karena semua nahan diri.
Begitu gue pindah ke tim yang lebih terbuka, meski anggotanya biasa-biasa aja, hasilnya jauh lebih kreatif.
Kita ketawa, kita saling bantu, dan kita berani bilang, “Gue gak tahu.”
Dan itu, kata Duhigg, adalah bentuk produktivitas sejati — bukan hanya diukur dari output, tapi dari energi kolektif.
Gimana Cara Nerapinnya di Hidup Kita
Sekarang, lo mungkin mikir,
“Oke, kedengarannya keren, tapi gimana cara bener-bener nerapinnya dalam hidup nyata?”
Gue bakal kasih contoh aplikatif dari tiga area: kerja, kebiasaan, dan hidup pribadi.
a. Di Dunia Kerja: Ubah dari Eksekusi ke Refleksi
Kebanyakan orang sibuk menyelesaikan, tapi jarang merenungkan.
Padahal, menurut Duhigg, refleksi adalah bagian dari produktivitas.
Sekarang setiap akhir minggu, gue punya ritual sederhana:
Gue buka jurnal, dan gue tulis 3 hal:
-
Apa yang berhasil minggu ini?
-
Apa yang bisa gue perbaiki?
-
Apa yang gue pelajari tentang diri gue sendiri?
Latihan ini bikin gue berhenti jadi “robot eksekutor”, dan mulai jadi “manusia pembelajar”.
b. Dalam Rutinitas Harian: Fokus ke Intensi, Bukan Urgensi
Dulu, gue selalu buka hari dengan cek notifikasi. Sekarang, gue mulai dengan niat.
Misalnya: “Hari ini gue mau bekerja dengan tenang, bukan tergesa.”
Dan hasilnya, ajaib.
Bukan cuma pekerjaan yang lebih rapi, tapi kepala juga gak sepusing dulu.
Karena ternyata, niat itu arah, bukan sekadar kata pembuka.
c. Dalam Hidup Pribadi: Bahagia Itu Efek Samping dari Kesadaran
Buku ini bukan cuma ngajarin soal kerja, tapi juga soal cara berpikir dalam hidup.
Ketika lo punya kendali atas pilihan lo, sadar akan makna dari tiap keputusan, dan mampu memilah mana yang penting, lo bukan cuma jadi produktif — lo jadi lebih bahagia.
Kebahagiaan itu, kata Duhigg, bukan hasil dari keberhasilan.
Tapi keberhasilan yang bermakna justru lahir dari kebahagiaan yang sadar.
5. Insight Terbesar: Produktivitas Itu Soal Pikiran, Bukan Jadwal
Dulu gue pikir, produktivitas bisa diselesaikan dengan aplikasi to-do list paling canggih, template Notion paling rapi, atau manajemen waktu paling efisien.
Sekarang gue sadar, semua itu cuma alat.
Produktivitas yang sejati adalah hasil dari cara berpikir yang sadar.
Dan berpikir sadar itu artinya:
-
Tau kenapa lo ngelakuin sesuatu.
-
Tau apa yang penting buat lo.
-
Tau kapan harus berhenti.
Duhigg menulis, “The difference between being busy and being productive is thinking.”
Dan kalimat itu nancep banget di kepala gue.
Hidup Bukan Tentang Cepat, Tapi Tepat
Kita sering merasa hidup ini kayak lomba — siapa yang paling cepat, siapa yang paling duluan sukses, siapa yang paling banyak pencapaiannya di usia muda.
Padahal, kalau lo jalan cepat tapi ke arah yang salah, lo cuma sampai lebih dulu di tempat yang gak lo mau.
Hidup itu bukan sprint, tapi maraton dengan arah yang harus jelas.
Dan arah itu cuma bisa ditemukan kalau kita berhenti sejenak, dan berpikir:
“Apakah yang gue kerjakan hari ini benar-benar membawa gue ke tempat yang gue inginkan?”
Itulah makna sejati dari Smarter Faster Better.
Bukan soal ngebut, tapi soal nyetir dengan sadar.
Bukan soal kerja tanpa henti, tapi soal hidup dengan makna.
Dan kalau lo bisa melakukan itu — lo gak cuma produktif, tapi juga utuh.
Smarter Faster Better ngajarin tiga hal penting yang bisa langsung kita terapkan:
-
Motivasi lahir dari kendali. Pilih, jangan cuma patuh.
-
Fokus itu soal memilih. Bukan semua hal penting harus dikerjakan.
-
Tim yang sehat lebih penting dari tim yang pintar. Aman bicara, aman berkembang.
Produktivitas bukan soal menambah jam kerja, tapi soal menemukan alasan kenapa kita mau bekerja.
Penutup
Gue menulis ini bukan karena gue udah paling produktif — tapi karena gue pernah tersesat dalam kesibukan.
Dan kalau lo juga lagi di fase yang sama, percayalah: berhenti sejenak bukan berarti lo mundur.
Itu tanda lo mulai sadar mau melangkah ke arah yang benar.
***
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
Leave a Reply