Kalau kamu pernah main game strategi di mana kamu harus mulai dari “level 0” tanpa senjata, baru setelah “quests” dapat item, pasti ngerti rasanya: kamu jalanin hari-hari sebagai “entrepreneur level beginner”, dan membaca buku bisnis kadang terasa kayak ngangkat pedang yang belum tahu cara pakainya.
Nah, mari mulai dari sedikit satire:
“Buku motivasi itu kayak biskuit gratis di ruang tunggu dokter: enak dibaca, bikin semangat pas mulut sih — tapi kalau nggak kamu eksekusi, usus kenyang pun nggak akan nilainya.”
Tapi tunggu dulu: dalam The Entrepreneur’s Solution karya Mel Abraham saya menemukan bahwa buku ini bukan sekadar “semangat pagi berbumbu” semata — buku ini memberi kerangka, filosofi, dan blueprint yang bisa kita “pakai buat nancap pedangnya di medan perang nyata”.
Bayangkan kamu punya pot kecil dan pohon bonsai. Kamu pengin pohon itu tumbuh indah, punya karakter, dan tetap kokoh. Tapi kalau kamu kelewatan kasih pupuk, air, atau malah lupa pangkas rantingnya, tanaman bisa jadi lemah atau liar tumbuh semaunya. Kamu harus sabar merawatnya, memotong ranting yang salah, dan menyesuaikan arah tumbuhnya.
Begitu juga bisnis (termasuk personal branding di LinkedIn) — kita perlu pemangkasan (mengeliminasi aktivitas sia-sia), perawatan nilai (konten, relasi, mindset), dan kadang membentuk ulang “arah pertumbuhan” agar bisa menghasilkan profit, fans, dan kebebasan.
Mel Abraham mengusung konsep yang serupa: bisnis tak sekadar tumbuh, tetapi harus terarah. Dan buku ini membagi kerangka yang disebut Business Mastery Blueprint — yang antara lain menekankan keempat pilar: Mind-set, Marketing, Mechanics, Money.
Pelajaran Penting dari Buku
Berikut pelajaran utama yang saya gali (dan kadang terasa seperti tamparan lembut) — plus bagaimana saya mencoba memasukkannya ke strategi LinkedIn/bisnis saya.
1. Identity → Siapa Kamu, Biang Kerok Utama
Mel Abraham menyebut bahwa sebelum kamu menjalankan bisnis apa pun, kamu harus menetapkan identitasmu — bukan “apa yang saya jual”, tapi “siapa saya sebagai entrepreneur”.
Konsep ini menggeser paradigma: kita sering mulai dari “produk”, “niche”, atau “ide pasar”, padahal Abraham menyarankan mulai dari identitas. Misalnya:
-
Apa nilai-nilai yang kamu pegang teguh (kejujuran, daya inovasi, bantu orang lain)?
-
Bagaimana caramu ingin dikenal (mentor, praktisi teknologi, pebisnis perubahan)?
-
Bagaimana gaya komunikasimu (formal, santai, inspiratif)?
Implementasi di LinkedIn:
– Ubah “headline” kamu menjadi sesuatu yang mencerminkan identitas, bukan sekadar jabatan. Contoh: “Storypreneur yang bantu #MillennialEntrepreneur bangun brand bermakna”
– Konten-kontenmu harus konsisten dengan identitas itu. Jadi ketika kamu posting artikel atau micro-post, isinya jangan jauh dari nilai inti.
– Jangan takut bilang “ini gue banget” — saat kamu muncul sebagai diri sendiri, kamu menarik fans sejati, bukan pembaca acak.
Saat saya ubah profil dan tone konten menjadi lebih “generasi Z-ish” & jujur, engagement saya—komentar dan DM—mulai lebih relevan. Beberapa orang DM bilang: “Eh, gua rasa kita sepemikiran”, padahal sebelumnya belum kenal.
2. Impact & Influence → Bisnis bukan sekadar cari uang
Abraham mendorong agar seorang entrepreneur berpikir bukan hanya “berapa banyak profit”, melainkan “apa dampak yang bisa saya tinggalkan” dan “siapa yang akan saya pengaruhi”.
Dia menyebut impact dan influence sebagai elemen kunci dalam identitas bisnis. Kalau kamu punya produk bagus tapi tak punya pengaruh, pasar sulit menyerap. Kalau punya pengaruh tapi tak punya nilai, orang cepat bosan.
Implementasi di LinkedIn:
– Buat konten yang memberi nilai (tips praktis, refleksi mindset, kisah gagal yang jujur). Jangan melulu promosi.
– Ajak diskusi: berikan pertanyaan terbuka di akhir posting, respon komentar dengan empati, dan tag orang yang relevan.
– Bangun collaboration — content co-creation atau posting tamu dengan orang yang punya audiens serupa.
Contoh: saya pernah posting micro-story tentang kegagalan proyek, lalu ajak audiens cerita pengalaman mereka di kolom komentar. Dalam 48 jam, beberapa ratus komentar muncul — dan ada ide kolaborasi terbentuk dari sana.
3. Marketing & Mechanics → Sistem agar tak kerja terus-menerus
Satu bagian yang paling aplikatif: bagaimana menjualnya dan bagaimana menjalankannya secara mekanis. Abraham mengingatkan bahwa bisnis yang sustainable adalah bisnis yang bisa dioperasikan oleh sistem, bukan sepenuhnya oleh kamu sendiri.
Marketing bukan sekadar “iklan” — marketing harus benar-benar berbicara ke hati audiens, membangun cerita (storytelling), dan punya “funnel” yang jelas (dari pengenalan → percakapan → penawaran → retensi). Sedangkan mechanics adalah semua sistem operasional (template, SOP, automasi, tim, platform).
Implementasi di LinkedIn / bisnis:
– Funnel konten:
• Top of funnel → micro-post ringan (kisah, insight)
• Middle → artikel panjang, webinar kecil
• Bottom → penawaran, konsultasi, produk digital
– Template & SOP: buat template posting, jadwal konten mingguan, format caption yang bisa di-mix & match.
– Automasi ringan: tools scheduling (Hootsuite, Buffer, atau lokal), auto-reply DM (sementara, jangan gila autopilot).
– Tim atau kolaborator: jika sudah lebih besar, delegasikan pembuatan desain visual, editing, atau riset konten.
Misalnya saya punya ‘template’ micro-post “3 pelajaran + 1 pertanyaan reflektif” — tinggal isi poinnya, tweak tone, jadwal post. Mekanisme kecil ini sangat membantu agar tetap konsisten tanpa kehabisan ide.
4. Money → Profit yang sehat & margin aman
Tak afdal jika kita bicara bisnis tapi tak bicara uang. Abraham menjelaskan betapa pentingnya profit yang sehat (bukan semi-profit) dan margin untuk menahan guncangan. Buku ini juga mengingatkan bahwa bisnis tak boleh dilepas begitu saja — harus punya “machine uang” yang bisa “dinyalakan” walau kamu nggak hadir terus-terusan.
Fakta penting: banyak bisnis gagal bukan karena tidak punya ide, tapi karena uang habis atau margin minus karena operasional tak efisien.
Implementasi di LinkedIn / bisnis:
– Produk digital (kursus mini, e-book, template, workshop online) punya margin lebih tinggi → cocok sebagai bagian dari “machine uang”.
– Saat membuat penawaran di LinkedIn, tetap punya pricing yang sehat (jangan kebiasaan “harga promo gila-gilaan”).
– Sisakan margin error (cadangan dana, buffer) agar bisnis tak langsung limbung saat ada masalah (klien batal, pasar turun, dsb).
Saya pernah menawarkan program konsultasi privat via LinkedIn dengan harga “diskon gila” demi dapat klien. Tapi ternyata banyak klien undervalue, banyak yang cancel — akhirnya saya naikkan harga, fokus ke klien yang mau bayar penuh, dan hasilnya profit lebih stabil.
Bagaimana Cerita Saya Terjalin & Penerapan Nyata
Izinkan saya membagikan sedikit narasi pribadi:
Waktu awal-awal saya aktif di LinkedIn, saya sering bikin posting soal “tips jadi kreator”, “cara cepat dapat klien”, dan semacam checklist SEO. Responsnya biasa-biasa saja — likes dan views imut-imut. Saya merasa “saya udah nulis, kenapa enggak nyampe?”.
Setelah baca The Entrepreneur’s Solution, saya mulai reformat pendekatan:
-
Tentukan identitas (misalnya: “kreator jujur yang suka curhat gimana susahnya memulai”)
-
Fokus konten berdampak (cerita kegagalan, bagaimana bangkit, refleksi harian)
-
Bangun mekanisme sederhana (template, jadwal mingguan, review performa)
-
Tegaskan margin — saya mulai jual kelas mikro, e-book, dan service konsultasi satu-satu
Satu saat, saya posting kisah “kenapa saya sempat mikir berhenti” dan ajak audiens share pengalaman mereka. Beberapa DM masuk: “Makasih udah cerita — gua baru tahu bahwa orang lain juga struggle.” Dari situ saya tawarkan kelas kecil “identitas kreator” ke audiens yang tertarik. Dari 20 orang, 10 bayar, dan itu sudah menutup biaya buku + investasi tools saya. Ini baru permulaan, tapi terasa seperti “machine kecil” yang bisa saya scale.
Jika kamu ingin ulasan “tuntas,” berikut struktur ringkas dengan poin aplikasi:
Pilar / Bab Buku | Pelajaran Inti | Cara Terapkan ke LinkedIn / Bisnis |
---|---|---|
Identity | Tentukan siapa kamu sebagai entrepreneur, bukan apa yang dijual | Headline & profil, tone konten konsisten, “suara pribadi” |
Impact & Influence | Bisnis harus punya nilai, bukan sekadar profit | Konten edukatif & cerita, ajak audiens diskusi, kolaborasi |
Marketing | Marketing harus cerita & memiliki funnel | Micro-post → artikel → penawaran, storytelling sebagai inti |
Mechanics | Sistem agar bisnis bisa berjalan konsisten | Template, SOP, automasi, manajemen konten |
Money | Profit sehat dan cadangan margin | Produk digital, harga kolektif, buffer dana darurat |
Tips Praktis Untuk Kamu yang Mau Coba Langkah Awal
-
Mulai dari identitas, bukan ide produk
Coba jawab: “Kalau aku mati, apa yang orang akan ingat dari aku?” Itu bisa jadi benih identitasmu. -
Coba “konten impact” mingguan
Sekali dalam 7 hari, tulis kisah pribadi atau instrumen refleksi (apa yang gagal, apa yang aku pelajari). -
Bikin template konten kecil (micro-post)
Struktur: Hook – cerita / insight – takeaway – pertanyaan ke audiens. -
Review performa tiap minggu
Lihat posting mana yang kena (engagement tinggi) dan analisis kenapa. -
Uji “mini product” dulu
Misalnya kelas 1 jam, workshop kecil, atau e-book. Lihat apakah audiens mau bayar dulu sebelum kamu buat versi besar. -
Bangun relasi, bukan customer
Jadilah pendengar yang baik di kolom komentar — bantu orang, tag orang yang bisa bantu mereka.
Penutup
Saya nggak bilang buku The Entrepreneur’s Solution ini solusi mutlak (sayangnya nggak ada buku bijak yang 100% berlaku di semua situasi). Tapi buku ini membuka banyak kacamata yang tadinya aku penjam-penjam: betapa pentingnya identitas, bagaimana bisnis bisa dijalankan dengan sistem, dan bahwa profit sejati datang dari dampak yang kita tinggalkan.
Kalau kamu saat ini merasa stuck: nggak tahu mau posting apa, klien jarang, atau bingung kenapa bisnismu belum “melejit” — coba deh mulai dengan satu hal kecil: tentukan dulu “siapa kamu”.
Semoga esai ini bukan cuma “baca enak”, tapi bisa jadi trigger buat kamu mulai bergerak — sedikit demi sedikit, sampai suatu hari kamu bisa bilang, “Waktu itu gue mulai dari posting jujur… dan sekarang gue punya fans yang ngerti apa yg gue perjuangkan.”
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
Leave a Reply