“Eh, kamu pernah denger buku Dare to Lead gak sih?”
“Iya, itu kan bukunya Brene Brown, yang ngomongin tentang kepemimpinan, kan? Katanya sih, kita harus berani jadi pemimpin yang lebih manusiawi.”
Kalau kamu lagi nyari cara buat jadi pemimpin yang bukan cuma sekadar jagoan dalam kerjaan, tapi juga bisa bikin orang merasa dihargai, buku Dare to Lead karya Brene Brown ini wajib masuk daftar bacaan.
Kalau selama ini kamu kira kepemimpinan cuma soal tegas, kuat, dan sering ngomong “Ini perintah!”, pikir lagi deh. Buku ini bakal ngebongkar betapa pentingnya keberanian untuk vulnerable, berempati, dan menunjukkan sisi manusiawi dalam setiap langkah kepemimpinan kita.
Apa Sih, Dare to Lead Itu?
Buku ini bukan cuma panduan untuk menjadi bos yang lebih baik, tapi juga ngajarin kita untuk berani mengambil risiko emosional di tempat kerja dan kehidupan sehari-hari. Brene Brown, seorang profesor di University of Houston dan peneliti tentang keberanian, kerentan dan empati, mengungkapkan kalau kepemimpinan yang efektif itu dimulai dengan keberanian untuk membuka diri dan menghadapi ketakutan kita.
Menurut Brown, pemimpin yang baik itu bukan yang pura-pura sempurna, melainkan yang bisa menunjukkan kerentanannya dan mengundang orang lain untuk ikut berani. Jadi, buat kamu yang pengen jadi pengusaha sukses, karyawan yang punya pengaruh, atau mahasiswa yang siap jadi pemimpin masa depan, Dare to Lead punya banyak pelajaran berharga yang bisa diaplikasikan.
Yang Bisa Kita Pelajari dari Dare to Lead
- Kepemimpinan Dimulai dari Keberanian untuk Rentan
Dalam dunia yang penuh kompetisi dan ekspektasi tinggi, kita sering kali merasa terpaksa untuk menunjukkan sisi kuat kita terus-menerus. Tapi di Dare to Lead, Brown menekankan bahwa kepemimpinan sejati justru muncul dari keberanian untuk vulnerable, untuk menunjukkan ketakutan, kegagalan, bahkan rasa cemas yang kita rasakan. Ini bukan berarti kita harus “lemah,” justru dengan menunjukkan kerentanannya, kita memberi ruang untuk orang lain merasa lebih manusiawi dan terhubung.
Ini relevan banget di Indonesia, di mana budaya seringkali mengajarkan untuk “tampil kuat”. Tapi, studi dari Harvard Business Review (2018) menunjukkan bahwa pemimpin yang empatik dan terbuka terhadap feedback justru lebih efektif dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, seorang CEO startup teknologi di Jakarta memutuskan untuk berbicara terbuka tentang tantangan yang ia hadapi dalam merintis perusahaan. Meskipun banyak yang menganggapnya berisiko, ternyata ini justru menginspirasi tim untuk lebih terbuka dalam berbagi masalah dan bekerja bersama mencari solusi. Hasilnya? Tim merasa lebih terlibat, produktivitas meningkat, dan turnover karyawan berkurang.
- Ciptakan Budaya Kepercayaan
Kepercayaan itu dasar banget, guys. Tanpa kepercayaan, komunikasi di tempat kerja bakal retak, dan tim nggak bakal bisa bekerja maksimal. Salah satu konsep penting dalam buku ini adalah menciptakan trust yang kokoh di tempat kerja. Menurut Brene Brown, pemimpin yang bisa menciptakan rasa aman dan dipercaya akan memfasilitasi kreativitas dan inovasi dalam tim.
Penelitian yang dilakukan oleh Google tentang budaya kerja (Project Aristotle) juga menunjukkan bahwa tim yang sukses selalu memiliki satu kesamaan: kepercayaan dan rasa aman untuk berbicara tanpa takut dihukum. Pemimpin yang bisa memberikan rasa aman ini, pada gilirannya, akan melihat hasil yang luar biasa dari timnya.
- Jangan Takut Gagal, Karena Gagal Itu Belajar
Brene Brown juga mengajak kita untuk memandang kegagalan dengan cara yang berbeda. Daripada takut gagal, lebih baik kita belajar dari setiap kegagalan yang terjadi. Menjadi pemimpin bukan berarti harus selalu menang atau sempurna. Seperti kata pepatah, “Belajar dari kegagalan adalah kunci menuju kesuksesan.”
Di Indonesia, ada contoh keren dari Gojek yang menghadapi kegagalan besar saat pertama kali mencoba memperkenalkan layanan Go-Food. Banyak yang meragukan model bisnis ini. Namun, mereka belajar dari setiap kegagalan, memperbaiki layanan, dan akhirnya bisa menjadi salah satu unicorn terbesar di Asia Tenggara.
3 Takeaways dari Dare to Lead yang Bisa Kita Terapkan:
- Keberanian untuk vulnerable: Menjadi pemimpin yang terbuka dan autentik bukan berarti menunjukkan kelemahan, melainkan kekuatan untuk menghadapi ketakutan kita dan menginspirasi orang lain.
- Bangun kepercayaan dalam tim: Ciptakan lingkungan kerja yang aman, di mana setiap orang merasa nyaman untuk berbicara dan berbagi ide. Kepercayaan adalah kunci untuk inovasi dan kolaborasi.
- Gagal itu biasa, yang penting adalah belajar: Gagal bukan akhir dari segalanya, tapi kesempatan untuk tumbuh. Jangan takut gagal, karena itu bagian dari perjalanan menjadi pemimpin yang lebih baik.
Yuk, Berani Jadi Pemimpin yang Lebih Manusiawi!
Mau jadi pemimpin yang sukses? Mulai dengan berani menjadi diri sendiri, nggak takut untuk vulnerable, dan bangun kepercayaan di tim kamu. Kalau kamu merasa artikel ini berguna, jangan lupa like, comment, dan share ke teman-teman kamu yang juga perlu baca ini!
Leave a Reply