Tag: takdir

  • Misteri Takdir

    Dalam hidup ada hal-hal sudah digariskan kepada kita. Itulah takdir.

    Sekeras apapun kita berupaya jika memang bukan untuk kita, ya bukan untuk kita. Tapi setidak niat apa pun kita jika Tuhan telah berkehendak, kita akan mendapatkan sesuatu.

    Hidup memang tidak sesederhana itu.

    Mana bisa kita membedakan mana yang memang sudah menjadi “bagian” kita versus mana yang bukan?  Tentu, tak seorang pun yang bisa “membaca”-nya.

    Sebagai contoh terkait kematian. Saya sudah mendapati salah satu orang di lingkaran terdekatan saya meninggal secara tiba-tiba. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tahu-tahu sudah menghadap Sang Khaliq. Semua sanak keluarga menangisi kepergiannya. Mungkin jika sebelumnya sudah bertahun-tahun sakit, mereka akan lebih cepat legowo. Namun, jika tidak ada “warning”  yang mendahului, itulah yang membuat mereka bersedih.

    Contoh lainnya sederhana sekali. Ada seorang laki-laki milenial yang berani mengambil cicilan KPR dengan nilai begitu tinggi karena memang pendapatan bulanannya “masuk”. Ia adalah seorang karyawan tetap di perusahaan asing dengan side hustle yang lumayan. Namun, apa mau dikata, tiba-tiba ia menjadi bagian dari korban layoff. Langit seperti mau runtuh, dunia berubah seketika. Laki itu merasa bersalah, menyesal, hingga down karena akibat cicilan tersebut beban hidupnya terlihat besar.

    Saya yakin kita semua memiliki cerita tentang misteri takdir yang beragam. Entah terkait kematian, jodoh, kesempatan, rezeki, bisnis, pekerjaan atau yang lainnya.

    Namun, itulah hidup. Sangat beralasan jika manusia tidak dapat “membaca” suratan takdirnya sendiri. Karena jika bisa, tentu jalan hidup kita datar-datar saja karena kita tinggal mengikuti “skenario” dari Sang Sutradara Kehidupan.

    Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita. Orang-orang yang kita temui, masalah-masalah yang menguji iman kita, kesempatan-kesempatan yang kelak akan datang tiba-tiba, atau kejadian-kejadian yang membuat kita kaget.

    Manusia hanya bisa menjalani takdir-Nya. Itu bukan berarti pasif atau pasrah. Kita boleh membuat gol atau target yang memotivasi. Namun, kita tidak sepenuhnya mengendalikan hasilnya.

    Kita hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin yang kita bisa. Sisanya biarkan Tuhan yang berkuasa.

    Takdirmu. Takdirku.

    Sawangan, 22 Maret 2024

  • Misteri Itu Bernama Takdir

    Takdir?

    Satu kata ini begitu klise jika kita ulas. Tapi toh memang begitu adanya. Tak lekang di makan waktu.
    Yang bukan menjadi takdir kita, segigih apapun kita kejar, takkan tercapai. Yang menjadi takdir kita, tiba-tiba datang tak terduga.
    Namun, hidup bukan untuk menunggu atau pasrah. Karena segala “investasi” ikhtiar kita adalah jihad yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
    Takdir memang misteri. Namun, sudah menjadi keniscayaan bagi kita untuk memberikan yang terbaik sebisa kita.
    Agung Setiyo Wibowo
    Depok, 23 Juli 2021
  • Suratan Takdir yang Terlupakan

    Bahagia. Siapa sih yang tak ingin bahagia? Saya rasa semua orang mendambakannya. Dari presiden hingga pemulung, pedagang hingga jenderal, atau penyanyi hingga pemuka agama.
    Sadar atau tidak sadar, segala hal yang kita lakukan saat ini untuk mencapai apa yang menurut kita bisa mendatangkan kebahagiaan. Entah bekerja, beribadah, olahraga, berbelanja, jalan-jalan, menolong sesama, membaca atau sekedar istirahat di malam hari.
    Sayangnya, kita senantiasa sibuk untuk mengejar kebahagiaan dari luar diri. Entah uang, jabatan, ketenaran, atau apapun itu namaya.  Sebaliknya, kita sering lupa bahwa yang kita cari selama ini sesungguhnya sudah ada di dalam diri.
    Contohnya sederhana.  Mengapa kegalauan melanda jiwa kita semua? Bukankah segala sesuatu telah tertulis dalam suratan takdir?
    Kita seringkali mencemaskan apa yang belum terjadi. Gelisah dengan stabilitas penghasilan, perangai pasangan, masa depan anak, komentar orang lain tentang kita, hingga hal-hal negatif yang sesungguhnya bisa terjadi. Yang lebih membuat runyam, kita senantiasa membandingkan apa yang dicapai oleh orang lain dengan prestasi diri sendiri.
    Suratan takdir sungguh nyata adanya. Bukankah kita pernah tiba-tiba mendapatkan sesuatu meskipun kita tidak mengharap? Sebaliknya, bukankah kita seringkali tidak mendapatkan apa yang kita inginkan meski telah mati-matian berupaya untuk mendapatkannya?
    Jika segala sesuatu telah dituliskan oleh Dewata, mengapa harus galau?
    Jika segala sesuatu telah digariskan oleh Tuhan dalam rencana besarnya, mengapa kita mesti gundah?
    Jika kunci kebahagiaan sudah ada pada diri kita masing-masing, mengapa jiwa kita tidak kunjung menyadarinya?
    Mungkin, kita baru akan merasa ketika hayat berada pada detik-detik terakhir dikandung raga. Entahlah.
    Agung Setiyo Wibowo
    Mega Kuningan, 3 September 2019