Tag: Panggilan Hidup

  • Pentingnya Menemukan Panggilan Hidup

    “Setiap orang itu unik”. Ungkapan ini mungkin terdengar begitu klise. Namun, maknanya tak lekang dimakan zaman. Sayangnya, masih begitu banyak orang di sekitar kita yang mengabaikan fakta itu. Apa buktinya? 
     
    Tak terhitung orang di sekitar kita yang tidak mengetahui panggilan hidupnya. Akibatnya mereka lebih rentan galau, merasa insecure, hingga menganggap diri mereka tak bermakna meskipun dari sisi finansial mungkin jauh lebih baik dibandingkan generasi orang tua mereka. 
     
    Sejatinya Tuhan menganugerahkan setiap individu dengan potensi. Hanya saja, tidak sedikit masyarakat yang tidak mau — lebih tepatnya tidak menyadari pentingnya mengenali kekuatan yang ada pada dirinya. Apa akibatnya? 
     
    Banyak orang yang tidak bahagia dengan hidupnya. Karena mereka belum berhasil memaksimalkan potensi di dalam dirinya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka tidak memahami apa yang benar-benar mereka dan Tuhan inginkan dari hidup mereka. 
     
    Pentingnya Panggilan Hidup 
    Sebagai seorang praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia; saya bersyukur sudah mulai banyak public figure yang menekankan pentingnya passion dalam bekerja. Tak mengherankan berderet buku, pelatihan, lokakarya atau seminar tentang passion telah diterbitkan. Secara bersamaan; kengintahuan generasi muda Indonesia mengenai renjana mereka juga meningkat. 
     
    Sayangnya, passion saja tidaklah cukup agar kita bisa berkarya dengan bahagia dan bermakna. Passion mungkin membuat kita bergairah dalam melakukan tugas demi tugas. Namun tanpa panggilan hidup yang jelas, passion  tidak membuat diri kita bermakna. 
     
    Itulah mengapa dalam berbagai kesempatan, saya mengedukasi pentingnya panggilan hidup. Baik dari buku-buku yang saya terbitkan maupun dari berbagai pelatihan yang saya gelar. 
     
    Apa yang dimaksud dengan panggilan hidup?  Sejujurnya tidak ada definisi baku. Namun, panggilan hidup adalah apa yang menggerakkan diri kita. Ini merupakan pilihan sadar tentang apa, di mana, dan bagaimana kita bisa membuat perbedaan. 
     
    Panggilan hidup merupakan alasan yang sangat kuat dari dalam diri kita. Inilah yang membuat kita benar-benar ingin memberikan manfaat, menolong sesama, menciptakan nilai tambah, dan menyelesaikan masalah. 
     
    Panggilan hidup adalah apa yang paling kita gelisahkan, pedulikan, dan anggap penting. Sehingga, kita benar-benar terdorong untuk menjadi “pahlawan” di dalamnya untuk dunia yang lebih baik. 
     
    Banyak orang meninggal yang masih menyimpan “musik” di dalam dirinya. Dalam metafora ini, musik merupakan panggilan dari jiwa kita. Itulah identitas diri kita yang otentik. 
     
    Ketika kita menemukan “musik”, hidup akan sungguh-sungguh memancarkan energi baru. Karena ruh musik kita begitu kuat, kita hampir tidak mampu menahan diri untuk mengikuti iramanya. Itulah yang mendorong kita untuk turut “menari” guna memenuhi apa yang diinginkan oleh Tuhan dan dunia dari kita. 
     
    Hanya diri kita sendiri yang bisa mendengarkan “panggilan musik” dari jiwa kita. Itu mengapa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan kita untuk menemukan, menyadari, dan menjalani panggilan hidup. 
     
    Jurus Menyadari Panggilan Hidup 
    Di sepanjang tahun 2016, saya mengambil  Sabbatical selama setahun penuh. Secara sengaja saya menikmati waktu jeda untuk mengetahui apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Berbagai aktivitas pun saya nikmati. Mulai dari mengelilingi beberapa pulau Indonesia, mencoba berbagai hal baru, meminta bantuan ke psikolog, mengikuti berbagai asesmen bakat dan kepribadian, hingga mewawancarai ribuan orang Indonesia yang telah menemukan panggilan hidupnya. 
     
    Salah satu “buah” dari Sabbatical adalah terbitnya buku The Calling: Rahasia Menyadari Apa yang Benar-Benar Anda dan Tuhan Inginkan. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kita untuk menyadari panggilan hidup. 
     
    Pertama, mencoba banyak hal baru.  Dengan mencoba banyak hal baru membuat pengalaman kita berwarna. Kita akan memahami apa saja aktivitas yang membuat kita bahagia maupun apa saja pekerjaan yang membuat kita berharga. Kelak, kita akan memutuskan untuk fokus pada satu atau dua bidang yang kita anggap membahagiakan ketika dilakukan, bermanfaat untuk orang banyak, mensejahterakan secara finansial, dan sesuai dengan minat dan bakat kita. 
     
    Kedua, menemukan masalah untuk dipecahkan. Mengapa banyak orang yang sukses secara duniawi tidak bahagia hidupnya? Karena orientasi bekerjanya adalah untuk keuntungan pribadi. Berangkat dari situ, kita bisa mengubah pola pikir kita tentang berkarya. Cobalah untuk menyelesaikan masalah di sekitar kita. Semakin besar values yang kita persembahkan, semakin besar pula peluang kita untuk “merasa” bermakna. Dalam konteks ini kunci kesuksesan kita bukan semata-mata diukur dari cuan yang diraup, namun seberapa banyak orang yang merasa terbantu oleh kehadiran kita. 
     
    Ketiga, menemukan sosok panutan. Kebanyakan diri kita kemungkinan besar memiliki role model  yang menginspirasi. Itulah orang-orang yang ingin kita ikuti jejaknya. Bukan berarti meniru mentah-mentah dengan rekam jejak kariernya, akan tetapi setidaknya mengikuti pola yang telah terbukti membawa mereka pada titik keberhasilan.  Dewasa ini kita begitu mudah menghubungi Cofounder perusahaan rintisan, C-level, Self-Employee, pebisnis maupun profesional berprestasi melalui LinkedIn. Tak ada salahnya kita menghubungi orang-orang yang kita anggap panutan kita di platform tersebut untuk bertukar pikiran, berkolaborasi atau menjadikan mereka mentor. 
     
    Keempat, menyadari potensi diri. Masing-masing dari diri kita memiliki kepribadian, minat, bakat, kekuatan dan perjalanan hidup yang unik. Oleh karena itu, kita perlu memahami “modal” tersebut agar apapun bidang yang ingin kita tekuni sesuai panggilan hidup. Kabar baiknya dewasa ini ada begitu banyak platform berbayar maupun gratisan yang membantu kita menemukan “harta karun” nan bersemayam di dalam diri kita. 
     
    Kelima, menjadi versi terbaik diri sendiri. Salah satu kesalahan terbesar kita adalah membanding-bandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain. Untuk menyadari panggilan hidup kita perlu menjadi versi terbaik diri sendiri. Yang perlu kita bandingkan adalah pencapaian diri kita hari ini dengan kemarin. Jika kita telah mencapai progress, itu artinya kita telah melewati proses. Karena sesungguhnya sukses itu adalah perjalanan — bukan tujuan akhir. 
     
    Keenam, mengikuti life values. Setiap orang tentu memiliki nilai-nilai hidup yang menjadi “pegangan”.  Oleh karena itu, tak ada salahnya kita menjadikan nilai-nilai inti diri kita sebagai pedoman untuk menyadari dan menjalani panggilan hidup.  Apa yang kita anggap penting dalam hidup? Apa yang ingin kita perjuangkan dalam hidup? Dua pertanyaan sederhana ini bisa menjadi “pancingan” untuk mengikuti apa yang benar-benar kita inginkan di sisa hidup kita. 
     
    Ketujuh, menikmati proses. Salah satu fenomena generasi muda dewasa ini adalah ingin berlomba-lomba untuk mencapai apa yang dinamakan dengan kesuksesan. Tidak salah memang. Namun, yang sering terlupakan adalah kita lupa dengan proses atau perjalanan dalam upaya menemukan hingga menjalani panggilan hidup. Setiap orang memiliki orbit masing-masing. Asalkan kita terus bergerak, kita tak perlu merisaukan apa yang ada di depan dan tak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Kita hanya perlu menghadapi apapun pengalaman yang ditawarkan hidup se-apa-adanya. 
     
    Masing-masing dari kita memiliki mimpi, ambisi, dan hal-hal yang ingin kita capai dalam hidup ini. Masalahnya adalah, kebanyakan orang tidak mengukir waktu dan ruang untuk memahami tujuan atau panggilan mereka dalam karier mereka. Ratusan juta orang di seluruh dunia merasa tidak puas dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tak terhitung masyarakat Indonesia yang bekerja tidak bahagia dengan pekerjaan mereka saat ini. Bahkan menurut hasil berbagai riset,  25% orang yang merasa yakin bahwa mereka mengetahui panggilan hidupnya. Sisanya mengatakan mereka tidak yakin atau tidak tahu.
     
    Banyak orang begitu terpaku pada harapan kita tentang seperti apa hidup itu seharusnya. Yang lebih miris, tidak sedikit memilih “default” untuk mengikuti jalan yang ditetapkan masyarakat untuk mereka. Kabar baiknya, saat kita memutuskan untuk mengambil tindakan dan menemukan panggilan; menjalani kehidupan impian kita lebih mudah daripada yang kita pikirkan.
     
    Akhir kata, tak ada waktu terlambat untuk menyadari panggilan hidup. Karena setiap orang memiliki “linimasa” masing-masing. Sebagaimana kutipan dari Profesor Seoul National University Rando Kim dalam bukunya Time of Your Life ini.
     
    “Setiap bunga akan mekar ketika saatnya tiba; forsythia, kamelia, dan bunga-bunga lain. Bebungaan itu tahu kapan mereka akan mekar; tidak seperti kebanyakan dari kita yang selalu ingin mendahului yang lain. Apakah kamu merasa tertinggal dari teman-temanmu? Apakah kamu merasa telah menyia-nyiakan waktu sementara teman-temanmu mulai melangkah menuju kesuksesan? Jika kamu berpikir demikian, ingatlah bahwa kamu memiliki masa mekarmu sendiri, begitu juga dengan teman-temanmu. Musimmu belum datang. Namun, ia pasti akan datang ketika kuncupmu terbuka. Mungkin kuncup itu mekar lebih lama dari yang lain, tetapi ketika sampai pada waktunya, kamu akan mekar dengan begitu indah dan menawan seperti bebungaan lain yang telah mekar sebelum dirimu. Jadi, angkatlah kepalamu dan bersiaplah menyambut musimmu. Ingat, kamu begitu menakjubkan!”
     
     
  • Seni Menyadari Panggilan Hidup

    “Setiap orang itu unik”. Ungkapan ini mungkin terdengar begitu klise. Namun, maknanya tak lekang dimakan zaman. Sayangnya, masih begitu banyak orang di sekitar kita yang mengabaikan fakta itu. Apa buktinya? 
     
    Tak terhitung orang di sekitar kita yang tidak mengetahui panggilan hidupnya. Akibatnya mereka lebih rentan galau, merasa insecure, hingga menganggap diri mereka tak bermakna meskipun dari sisi finansial mungkin jauh lebih baik dibandingkan generasi orang tua mereka. 
     
    Sejatinya Tuhan menganugerahkan setiap individu dengan potensi. Hanya saja, tidak sedikit masyarakat yang tidak mau — lebih tepatnya tidak menyadari pentingnya mengenali kekuatan yang ada pada dirinya. Apa akibatnya? 
     
    Banyak orang yang tidak bahagia dengan hidupnya. Karena mereka belum berhasil memaksimalkan potensi di dalam dirinya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka tidak memahami apa yang benar-benar mereka dan Tuhan inginkan dari hidup mereka. 
     
    Pentingnya Panggilan Hidup 
    Sebagai seorang praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia; saya bersyukur sudah mulai banyak public figure yang menekankan pentingnya passion dalam bekerja. Tak mengherankan berderet buku, pelatihan, lokakarya atau seminar tentang passion telah diterbitkan. Secara bersamaan; kengintahuan generasi muda Indonesia mengenai renjana mereka juga meningkat. 
     
    Sayangnya, passion saja tidaklah cukup agar kita bisa berkarya dengan bahagia dan bermakna. Passion mungkin membuat kita bergairah dalam melakukan tugas demi tugas. Namun tanpa panggilan hidup yang jelas, passion  tidak membuat diri kita bermakna. 
     
    Itulah mengapa dalam berbagai kesempatan, saya mengedukasi pentingnya panggilan hidup. Baik dari buku-buku yang saya terbitkan maupun dari berbagai pelatihan yang saya gelar. 
     
    Apa yang dimaksud dengan panggilan hidup?  Sejujurnya tidak ada definisi baku. Namun, panggilan hidup adalah apa yang menggerakkan diri kita. Ini merupakan pilihan sadar tentang apa, di mana, dan bagaimana kita bisa membuat perbedaan. 
     
    Panggilan hidup merupakan alasan yang sangat kuat dari dalam diri kita. Inilah yang membuat kita benar-benar ingin memberikan manfaat, menolong sesama, menciptakan nilai tambah, dan menyelesaikan masalah. 
     
    Panggilan hidup adalah apa yang paling kita gelisahkan, pedulikan, dan anggap penting. Sehingga, kita benar-benar terdorong untuk menjadi “pahlawan” di dalamnya untuk dunia yang lebih baik. 
     
    Banyak orang meninggal yang masih menyimpan “musik” di dalam dirinya. Dalam metafora ini, musik merupakan panggilan dari jiwa kita. Itulah identitas diri kita yang otentik. 
     
    Ketika kita menemukan “musik”, hidup akan sungguh-sungguh memancarkan energi baru. Karena ruh musik kita begitu kuat, kita hampir tidak mampu menahan diri untuk mengikuti iramanya. Itulah yang mendorong kita untuk turut “menari” guna memenuhi apa yang diinginkan oleh Tuhan dan dunia dari kita. 
     
    Hanya diri kita sendiri yang bisa mendengarkan “panggilan musik” dari jiwa kita. Itu mengapa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan kita untuk menemukan, menyadari, dan menjalani panggilan hidup. 
     
    Jurus Menyadari Panggilan Hidup 
    Di sepanjang tahun 2016, saya mengambil  Sabbatical selama setahun penuh. Secara sengaja saya menikmati waktu jeda untuk mengetahui apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Berbagai aktivitas pun saya nikmati. Mulai dari mengelilingi beberapa pulau Indonesia, mencoba berbagai hal baru, meminta bantuan ke psikolog, mengikuti berbagai asesmen bakat dan kepribadian, hingga mewawancarai ribuan orang Indonesia yang telah menemukan panggilan hidupnya. 
     
    Salah satu “buah” dari Sabbatical adalah terbitnya buku The Calling: Rahasia Menyadari Apa yang Benar-Benar Anda dan Tuhan Inginkan. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kita untuk menyadari panggilan hidup. 
     
    Pertama, mencoba banyak hal baru.  Dengan mencoba banyak hal baru membuat pengalaman kita berwarna. Kita akan memahami apa saja aktivitas yang membuat kita bahagia maupun apa saja pekerjaan yang membuat kita berharga. Kelak, kita akan memutuskan untuk fokus pada satu atau dua bidang yang kita anggap membahagiakan ketika dilakukan, bermanfaat untuk orang banyak, mensejahterakan secara finansial, dan sesuai dengan minat dan bakat kita. 
     
    Kedua, menemukan masalah untuk dipecahkan. Mengapa banyak orang yang sukses secara duniawi tidak bahagia hidupnya? Karena orientasi bekerjanya adalah untuk keuntungan pribadi. Berangkat dari situ, kita bisa mengubah pola pikir kita tentang berkarya. Cobalah untuk menyelesaikan masalah di sekitar kita. Semakin besar values yang kita persembahkan, semakin besar pula peluang kita untuk “merasa” bermakna. Dalam konteks ini kunci kesuksesan kita bukan semata-mata diukur dari cuan yang diraup, namun seberapa banyak orang yang merasa terbantu oleh kehadiran kita. 
     
    Ketiga, menemukan sosok panutan. Kebanyakan diri kita kemungkinan besar memiliki role model  yang menginspirasi. Itulah orang-orang yang ingin kita ikuti jejaknya. Bukan berarti meniru mentah-mentah dengan rekam jejak kariernya, akan tetapi setidaknya mengikuti pola yang telah terbukti membawa mereka pada titik keberhasilan.  Dewasa ini kita begitu mudah menghubungi Cofounder perusahaan rintisan, C-level, Self-Employee, pebisnis maupun profesional berprestasi melalui LinkedIn. Tak ada salahnya kita menghubungi orang-orang yang kita anggap panutan kita di platform tersebut untuk bertukar pikiran, berkolaborasi atau menjadikan mereka mentor. 
     
    Keempat, menyadari potensi diri. Masing-masing dari diri kita memiliki kepribadian, minat, bakat, kekuatan dan perjalanan hidup yang unik. Oleh karena itu, kita perlu memahami “modal” tersebut agar apapun bidang yang ingin kita tekuni sesuai panggilan hidup. Kabar baiknya dewasa ini ada begitu banyak platform berbayar maupun gratisan yang membantu kita menemukan “harta karun” nan bersemayam di dalam diri kita. 
     
    Kelima, menjadi versi terbaik diri sendiri. Salah satu kesalahan terbesar kita adalah membanding-bandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain. Untuk menyadari panggilan hidup kita perlu menjadi versi terbaik diri sendiri. Yang perlu kita bandingkan adalah pencapaian diri kita hari ini dengan kemarin. Jika kita telah mencapai progress, itu artinya kita telah melewati proses. Karena sesungguhnya sukses itu adalah perjalanan — bukan tujuan akhir. 
     
    Keenam, mengikuti life values. Setiap orang tentu memiliki nilai-nilai hidup yang menjadi “pegangan”.  Oleh karena itu, tak ada salahnya kita menjadikan nilai-nilai inti diri kita sebagai pedoman untuk menyadari dan menjalani panggilan hidup.  Apa yang kita anggap penting dalam hidup? Apa yang ingin kita perjuangkan dalam hidup? Dua pertanyaan sederhana ini bisa menjadi “pancingan” untuk mengikuti apa yang benar-benar kita inginkan di sisa hidup kita. 
     
    Ketujuh, menikmati proses. Salah satu fenomena generasi muda dewasa ini adalah ingin berlomba-lomba untuk mencapai apa yang dinamakan dengan kesuksesan. Tidak salah memang. Namun, yang sering terlupakan adalah kita lupa dengan proses atau perjalanan dalam upaya menemukan hingga menjalani panggilan hidup. Setiap orang memiliki orbit masing-masing. Asalkan kita terus bergerak, kita tak perlu merisaukan apa yang ada di depan dan tak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Kita hanya perlu menghadapi apapun pengalaman yang ditawarkan hidup se-apa-adanya. 
     
    Masing-masing dari kita memiliki mimpi, ambisi, dan hal-hal yang ingin kita capai dalam hidup ini. Masalahnya adalah, kebanyakan orang tidak mengukir waktu dan ruang untuk memahami tujuan atau panggilan mereka dalam karier mereka. Ratusan juta orang di seluruh dunia merasa tidak puas dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tak terhitung masyarakat Indonesia yang bekerja tidak bahagia dengan pekerjaan mereka saat ini. Bahkan menurut hasil berbagai riset,  25% orang yang merasa yakin bahwa mereka mengetahui panggilan hidupnya. Sisanya mengatakan mereka tidak yakin atau tidak tahu.
     
    Banyak orang begitu terpaku pada harapan kita tentang seperti apa hidup itu seharusnya. Yang lebih miris, tidak sedikit memilih “default” untuk mengikuti jalan yang ditetapkan masyarakat untuk mereka. Kabar baiknya, saat kita memutuskan untuk mengambil tindakan dan menemukan panggilan; menjalani kehidupan impian kita lebih mudah daripada yang kita pikirkan.
     
    Akhir kata, tak ada waktu terlambat untuk menyadari panggilan hidup. Karena setiap orang memiliki “linimasa” masing-masing. Sebagaimana kutipan dari Profesor Seoul National University Rando Kim dalam bukunya Time of Your Life ini.
     
    “Setiap bunga akan mekar ketika saatnya tiba; forsythia, kamelia, dan bunga-bunga lain. Bebungaan itu tahu kapan mereka akan mekar; tidak seperti kebanyakan dari kita yang selalu ingin mendahului yang lain. Apakah kamu merasa tertinggal dari teman-temanmu? Apakah kamu merasa telah menyia-nyiakan waktu sementara teman-temanmu mulai melangkah menuju kesuksesan? Jika kamu berpikir demikian, ingatlah bahwa kamu memiliki masa mekarmu sendiri, begitu juga dengan teman-temanmu. Musimmu belum datang. Namun, ia pasti akan datang ketika kuncupmu terbuka. Mungkin kuncup itu mekar lebih lama dari yang lain, tetapi ketika sampai pada waktunya, kamu akan mekar dengan begitu indah dan menawan seperti bebungaan lain yang telah mekar sebelum dirimu. Jadi, angkatlah kepalamu dan bersiaplah menyambut musimmu. Ingat, kamu begitu menakjubkan!”
     
     
  • Segera Terbit: CALLING

    Panggilan hidup ialah apa yang menggerakkan diri Anda. Ini merupakan pilihan sadar tentang apa, di mana, dan bagaimana Anda bisa membuat perbedaan.

      Panggilan hidup merupakan alasan yang sangat kuat dari dalam diri. Inilah yang membuat Anda benar-benar ingin memberikan manfaat, menolong sesama, menciptakan nilai tambah, dan menyelesaikan masalah.

      Panggilan hidup adalah apa  yang paling Anda gelisahkan, pedulikan, dan anggap penting. Sehingga, Anda benar-benar terdorong untuk menjadi “pahlawan” di dalamnya untuk dunia yang lebih baik.

    Banyak orang meninggal yang masih menyimpan “musik” di dalam dirinya. Dalam metafora ini, musik merupakan panggilan dari jiwa Anda. Identitas diri Anda yang otentik.

    Ketika Anda menemukan musik – apa yang membuat Anda bergerak – hidup sungguh-sungguh memancarkan energi baru. Karena ruh musik Anda begitu kuat, Anda hampir tidak mampu menahan diri untuk mengikuti iramanya. Lantaran itulah yang mendorong Anda untuk turut “menari”. Untuk memenuhi apa yang diinginkan oleh Tuhan dan dunia dari Anda.

    Hanya diri Anda sendirilah yang bisa mendengarkan “panggilan musik” dari jiwa Anda. Itu mengapa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan Anda untuk menemukan, menyadari, dan menjalani panggilan hidup Anda.

    Buku ini memandu Anda untuk mencari tahu apa yang benar-benar Anda inginkan di dalam hidup. Sebuah panggilan hakiki yang memancarkan cara Anda mengekspresikan jati diri. Panggilan untuk memenuhi apa yang Tuhan dan dunia inginkan dari Anda.

     

    The Calling

    Apa Yang Perlu Anda Tahu? 

    Sebagai informasi, buku ini merupakan salah satu “buah” dari refleksi panjang saya selama setahun penuh dalam jeda (tidak bekerja) dalam misi SabbaticalSebuah periode yang saya manfaatkan untuk berpetualang di beberapa pulau dan kota Indonesia. Sebuah masa yang saya manfaatkan untuk mengenali jati diri sekaligus melakukan riset independen.

     

    Ya, saya mewawancarai lebih dari 1200 responden yang tersebar di 40 kota lapis pertama dan kedua  di  tanah air. Belum termasuk para diaspora Indonesia yang tersebar di New York, Kuala Lumpur, Penang, Singapura, Bangkok, Amsterdam, London, Jeddah, Sydney, New Delhi, Tokyo,  Hong Kong, hingga Bandar Seri Begawan. Profesi (dan jabatan) mereka beragam mulai dari mantan Menteri, anggota DPR, motivator, humas, akuntan, pemuka agama, perencana keuangan, agen asuransi, akuntan, pengacara, penerjemah, arsitek, pegawai negeri sipil, konsultan, dokter, insinyur, bankir, guru, dosen, diplomat, wartawan, peneliti, penyunting, pekerja lepas, seniman, penulis, inovator, juru bicara presiden, musisi, perawat, psikolog, polisi, tentara, pembawa acara berita, pengusaha, pedagang, pelatih, peneliti, petani, hingga buruh.

     

    Saya mencari tahu bagaimana manusia-manusia Indonesia memandang hidup. Mulai dari kapan mereka menemukan “panggilan”, apa yang mereka cari dalam hidup, apa  yang paling penting dalam hidup mereka, bagaimana mereka memandang keberhasilan, bagaimana mereka mengartikan kebahagiaan, hingga mengapa mereka bekerja. Pada akhirnya, saya bisa memetakan panduan untuk membantu sesama untuk mengenali apa yang benar-benar inginkan, gelisahkan, dan pedulikan dalam hidup sekaligus apa yang benar-benar menggerakkan dan paling penting untuk diperjuangkan. Sebuah titik di mana apa yang Tuhan inginkan selaras dengan dorongan dari dalam diri mereka.

     

     

    Apa Kata Mereka? 

    “Semoga buku ini membantu kita semua untuk menemukan panggilan yang sesuai Passion. Seperti saya yang memang sangat kuat dengan Passion for Knowledge dan dituangkan dalam kegiatan mengajar di berbagai kesempatan. Mudah-mudahan Passion ini juga menjadi ‘bahan bakar’ bagi kita semua dalam menghadapi tantangan zaman NOW!”

    Hermawan Kartajaya
    Founder & Executive Chairman MarkPlus, Inc.

     

    “Tidak ada yang semua serba kebetulan di dunia ini. Begitu pula dengan kehadiran Anda di muka bumi ini. Anda diutus Sang Maha Pencipta dengan misi tertentu: mensyi’arkan nilai-nilai kemanusiaan, menebarkan keluhuran budi, menyebarkan rahmat & salam untuk semesta alam. Buku ini adalah sahabat terbaik yang menemani Anda untuk mengenali jati diri.”

    Priyo Budi Santoso

    Wakil Ketua DPR-RI 2009-2014

    Chief & Founder of Pridem Center

    Owner Edensor Wellness Center

     

    “Apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup? Agaknya buku ini bisa memandu Anda untuk menjawab pertanyaan penting yang seringkali terlupakan. Baca buku ini, perjuangkan mimpi Anda dan berkaryalah bagi negara kita tercinta. Indonesia, Pasti Bisa!”

    Miss Merry Riana
    Entrepreneur, Influencer, Educator
    Tokoh Inspirasi Buku & Film ‘MERRY RIANA: Mimpi Sejuta Dolar’
    TV Host ‘I’m Possible’ on Metro TV
    Radio Host ‘The Merry Riana Show’ on Sonora Network

     

    “Setiap orang terlahir unik.  Tapi, yang pasti setiap orang yang normal mendambakan kehidupan yang sukses dan bahagia.  Buku ini memandu Anda untuk mencari tahu apa itu makna hidup sukses dan bahagia yang hakiki, dan bagaimana cara menggapainya.  Saya yakin buku ini bisa menjadi sahabat terbaik Anda untuk mengenali jati diri dan memotivasi kehidupan Anda.”

    Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

    Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB

    Menteri Kelautan dan Perikanan-RI (2001 – 2004)

     

    “Orientasi orang bekerja ada tiga yaitu job orientation work (berfokus pada material), career orientation work (berfokus pada kemajuan dalam bekerja), dan calling orientation work (fokus pada tujuan yang lebih besar). Apabila kita memiliki calling orientation work, maka dua orientasi lainnya akan didapatkan juga. Itulah positive meaning  sesungguhnya karena tidak banyak orang yang dapat mencapainya.

    Melalui buku ini pembaca akan mendapatkan banyak inspirasi bagaimana menemukan jalan tersebut. Sehingga hidup kita lebih berarti, secara psikis menjadi lebih banyak didominasi emosi positif, flow dan secara fisik memiliki vitalitasBukankah menyenangkan? Jadi, membaca buku ini menjadi penting.”

     Dr. Nurlaila Effendy, M.Si

    Ketua Umum Asosiasi Psikologi Positif Indonesia

    Konsultan Corporate Culture  Performance Management System

    Dosen Psikologi Industri & Organisasi

     

    “Setiap orang terlahir unik. Kendati demikian, kita sama-sama diciptakan Tuhan untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Buku ini bisa dijadikan panduan praktis untuk Anda mencari tahu dan dapat memahami apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup dan bagaimana cara mewujudkannya.”

    Siddharta Moersjid

    CEO Emergenetics International – Indonesia

     

    “Bacalah, resapi dalam-dalam, dan praktikkan sesegera mungkin!”

    Rama “Abah Rama” Royani

    Founder Talents Mapping

     

    “Buku ini, insya Allah menjawab beberapa rasa penasaran atau pertanyaan yang sering muncul. Khususnya, “Apa yang Anda cari?”, “Apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup?”, dan “Apa yang membuat Anda bahagia?”.  Semoga buku karya Mas Agung ini bisa membantu. Buku yang kaya akan makna sebagai hasil diskusi dengan banyak pihak.”

    Ari Wijaya

    VP of Property Management & General Affairs PT. Elnusa, Tbk.

    Penulis buku “Cost Killer” dan “KEY”

     

    “Apabila Anda merasakan pekerjaan adalah beban dan Anda tidak menemukan ‘jiwa’ di dalamnya, maka inilah saatnya Anda menemukan ‘musik dalam diri Anda’ yang menggairahkan untuk merasakan petualangan dan passion yang membuat Anda merasa unstoppable.  Saya melarang Anda membaca buku ini, karena kalau Anda membacanya dan menjadi unstoppable, itulah risiko dan bahayanya. Sekali lagi jangan baca buku ini. BERBAHAYA!”

    Yoseph Anastasius Didik Cahyanto

    Komisioner Independen PT. Bumi Resources, Tbk.

     

    “Banyak orang yang hidup dalam kepura-puraan, kepalsuan, kebingungan, kegelisahan dan ketidakbenaran yang seolah-olah tak berkesudahan. Alhasil, yang mereka peroleh tidak lebih dari kesenangan sesaat – bukan kedamaian hati dan kebahagiaan hakiki. Buku ini sangat tepat untuk menemani Anda untuk melakukan perjalanan dalam diri sendiri. Pada akhirnya, Anda akan mampu menyadari apa yang benar-benar Anda pedulikan dan perjuangkan di dunia.”

    Andi MS

    Vice President Director PT Tang Mas

     

    “Saya sangat mengapresiasi penulisan buku ini karya saudaraku Agung Wibowo yang syarat makna dan penuh muatan filosofis yang langsung menembus ke dalam jantung kehidupan. Sebuah karya hasil kontemplasi diri dengan penjelajahan sepanjang garis batas negeri ini, tentu akan menghasilkan karya yang luar biasa.

    Banyak orang yang terjebak pada cara sehingga tersesat di tujuan. Maksudnya keinginan setiap orang itu pasti sama yaitu ingin hidup bahagia. Persoalannya seringkali kebahagiaan itu disimplikasi secara salah oleh manusia, lalu dimanifestasikan dalam wujud materi. Seolah – olah kalau ingin bahagia itu harus banyak uang dulu, dan kalau ingin banyak uang ya tentu harus punya jabatan tinggi. Sebelum punya jabatan tinggi ya harus mengikuti berbagai tingkat pendidikan yang harus dilalui. Inilah algoritma berpikir kebanyakan orang.

    Jika begitu algoritma berpikirnya, maka akan banyak yang salah cara sehingga pasti tujuannya tersesat. Bahagia yang dituju, tapi kegersangan hati yang ia peroleh. Kenapa? Karena sejak awal seperti itu seringkali salah untuk menuju tujuannya. Mental yang dibangun adalah mental kompetisi, bukan mental kolaborasi. Saling menjatuhkan dianggap sebagai bagian dari konsekuensi kalau ingin menang, bukan bahu-membahu untuk mencapai sukses bersama.

    Buku ini mengulas filosofis kehidupan secara mendalam. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan saya bangga semoga banyak orang yang memperoleh manfaat dari penulisan buku ini. Selamat Mas Agung, semoga sukses selalu.”

    Dede Farhan Aulawi

    Komisioner Komisi Kepolisian Nasional 2016-2020

     

    “Baca buku ini segera jika Anda ingin menemukan apa yang selama ini Anda cari. Baca dan terapkan buku sahabat saya Agung Setiyo Wibowo.”

    Tom MC Ifle

    Founder & CEO Top Coach Indonesia

    Best Selling Author Go start up, Profit is King dan Big Brain Big Money

     

    “Hidup dan pekerjaan akan menjadi menyenangkan bahkan membahagiakan jika sesuai dengan penggilan hidup Anda yang unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Namun untuk menemukan apa panggilan hidup Anda tidaklah mudah. Buku Mas Agung Setiyo Wibowo ini dapat membantu dan memandu Anda bagaimana menemukan panggilan hidup Anda yang sejati, bahkan Anda dapat menemukan jati diri Anda yang sesungguhnya. Buku yang lengkap dan hebat. Bacalah dan temukan panggilan hidup sejati Anda, jadikan seluruh kehidupan Anda menyenangkan dan membahagiakan.”

    Ery Prasetyawan

    Pembelajar Kehidupan

     

    “Berdasarkan pengalaman kami berinteraksi dengan dunia Kerja baik sebagai profesional maupun konsultan, saya menemukan banyak orang yang terlihat sukses bekerja dan berkarir. Tapi sayangnya tidak banyak dari mereka yang tulus dan jujur menjalani panggilan hidupnya. Akibatnya, jiwa mereka kering dan hampa meski kekayaan, ketenaran, kekuasaan, dan kenikmatan duniawi telah diperolehnya. Buku ini mengajak kita semua untuk menemukan kembali apa yang dinamakan dengan tujuan hidup, sehingga kita mampu ‘hidup kembali’ meraih prestasi karir dan kehidupan.”

    Jazak Yus Afriansyah

    Author, Coach, Trainer

    Founder and Principal of Manuver Corp

    www.manuvercorp.com

     

    “Banyak orang yang nampak sukses bekerja dan berkarir. Tapi tidak banyak yang benar-benar menjalani panggilan hidupnya. Akibatnya, jiwa mereka kering meski kekayaan, ketenaran, kekuasaan, dan kenikmatan duniawi telah diperolehnya. Buku ini mengajak kita semua untuk mempertanyakan kembali apa yang dinamakan dengan tujuan hidup.”

    Marulam Sitohang

    Executive Coach

     

     

    “Buku ini akan menjelaskan kepada Anda bagaimana sebuah proses menemukan identitas diri yang tepat dan sesuai dengan apa yang Anda inginkan dalam hidup. Mulai dalam penemuan nilai-nilai diri dan keyakinan yang ditemukan dalam sebuah proses pengalaman hidup yang akan menimbulkan motivasi kuat untuk Anda meraih sukses. Kenali siapa diri Anda dan apa yang Anda inginkan dalam hidup dengan membaca tuntas buku ini.”

    Margetty Herwin

    Executive & Business Coach

     

                “Dalam Al-Qur’an surat Al ‘Alaq ayat 1 (satu) berbunyi : Iqra’ yang berarti ‘bacalah!’ menjadi kunci ilmu pengetahuan bagi manusia di bumi. Iqra’ adalah kata pertama yang diturunkan Allah SWT kepada manusia, Nabi Muhammad SAW (570-632 M) di Kota Mekkah. Beliau menerima firman Allah SWT di Gua Hira untuk pertama kalinya setelah Allah SWT berhenti ‘berbicara’ dengan hamba-Nya Nabi Isa AS ±6 SM s.d. ±30 SM. Jadi ada rentang waktu ±600 tahun kemudian Allah SAW mau berbicara kembali dengan hamba-Nya, manusia. Pada saat itu, Allah SWT  memilih Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

    Iqra’ hingga saat ini telah menghasilkan kemajuan di berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di muka Bumi. Iqra’ berlaku lintas agama, budaya, logika, dialektika, dan peradaban ummat manusia kemarin, hari ini, dan nanti hingga akhir zaman. Iqra’ telah berhasil meningkatkan harkat dan martabat umat manusia, semula tulang, jantung, paru, liver, usus, lambung, limpa, pangkreas, empedu, ginjal, hingga alat kelamin, hanya dibungkus dengan daging dan kulitnya. Saat itu, mereka mendiami gua-gua dan pohon-pohon besar di berbagai sudut bumi guna menghindari serangan binatang buas yang mematikan. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, umat manusia mulai membungkus dan menghiasi badan mereka dengan tekstil dan lain sebagainya. Pendek kata, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan hidup jasmaniah dan rohaniah umat manusia. Ini kita sebut sebagai tingkat pencapaian peradaban umat manusia tertinggi yang paling kharismatik. Realitas sosial ini menjadi berkah sekaligus menolak  menjadi kutukan bagi umat manusia.

    Karena itu Iqra’ membimbing ummat manusia untuk hijrah dari ‘alam kegelapan’ ke ‘alam terang benderang’ guna mencegah kerusakan di muka bumi ini. Manusia yang memiliki kemampuan Iqra’ yang tinggi, mereka bisa menjadi suluh bagi semua umat manusia di muka bumi –terutama melalui karya tulis sebagai tanda manusia bermanfaat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik pada tataran regionalisme, maupun pada tataran globalisme yang ditandai oleh kemajuan ilmu dan teknologi industri transportasi, industri teknologi telekomunikasi, industri teknologi kesehatan, dan industri teknologi pertahanan, serta industri teknologi pangan. Capaian ini telah dipelopori oleh bangsa Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan Finlandia serta lainnya.

    Buku berjudul Calling: Bekerja Dengan Jiwa, Berkarya Dengan Makna; juga tak bisa lepas dari rujukan Iqra’ dari Allah SWT yang, untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW di atas. Buku ini membawa misi ajakan kepada generasi kini untuk aktif membaca  fenomena sosial dan fenomena alam untuk ditulis kemudian disebarluaskan kepada masyarakat umat manusia; setidaknya di Indonesia dalam rangka mencapai makna kehidupan yang sejalan dengan ajaran Allah SWT dan ajaran agama yang dianutnya agar hidupnya bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, umat, dan negara Kesatuan Republik Indonesia yang Pancasilais, yang dilatari oleh filsafat Bhinneka Tunggal Ika. Pada mana di dalamnya dikuatkan oleh kohesi sosial Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA). Jadi SARA adalah berkah bagi bangsa Indonesia dan bukan teror bagi kehidupan sosial di Indonesia. Masih ragukah? Iqra’ atau bacalah!”

    M.D. La Ode, S.IP; M.Si

    Dosen Universitas Pertahanan Indonesia dan Direktur Eksekutif CISS

     

    “Sebuah perjalanan pencarian diri yang tidak semua orang berani untuk melakukannya –berhenti dari semua aktifitas dan memulai pencarian. Semua itu hanya untuk menjawab pertanyaan ‘siapa saya? Buat apa saya ada di dunia ini?’ dan…. Mas Agung Setiyo Wibowo berhasil menemukan jawaban pertanyaan tersebut untuk dirinya dan sudah menemukan jawabannya, sekaligus menemukan #versiTERBAIK-nya. Dalam buku ini kita akan dapat mengetahui proses pencariannya, bagaimana dia melakukan dan mewujudkannya. Ini adalah buku referensi yang bagus bila kita ingin mempersingkat waktu dan cara dalam pencarian jati diri kita.“

    Aviantara Budi Prasetyo

    Career OPTIMIZER Coach │ www.aviantara.com

     

    “Kebanyakan dari kita tidak menjiwai apa yang kita lakukan. Bahkan tidak benar-benar menjiwai hidup kita.

    Karena sudah terlalu sering kita abaikan ‘kompas sanubari’ dan sudah terlalu lama kita tutup rapat ‘jendela mental’ dari berbagai rancangan terindah Tuhan atas hidup kita, lewat berbagai berkat dalam keseharian maupun berbagai cobaan atas jalan hidup kita.

    Jati diri kita yang paling hakiki seringkali kita temukan dalam keheningan malam, khusyuknya perenungan, dan syahdunya kesendirian kita bersama alam semesta.

    Dalam setiap momen pencarian jati diri itu, pastikanlah kita ada bersama orang yang tepat dan juga buku yang tepat; yaitu buku ini…”

    Peter Febian

    Personal Branding Evangelist & Social Impact Practitioner

     

    “Buku ini mengingatkan saya ke masa lalu. Masa ketika saya hanya ikut dalam barisan domba, seakan-akan hanya jalur domba tersebut yang tersedia. Masa ketika hanya mengejar uang dan jabatan, karena begitulah dunia dalam perspektif kaca mata kuda yang dulu saya pakai. Kalau saja buku ini sudah ada dari dulu, mungkin saya lebih cepat menemukan ‘Panggilan’ saya. Saat ini saya lebih bahagia dan yang terpenting, lebih hidup.”

    Aditiyo Indrasanto 

    Founder & Lead Consultant Career Guide Indonesia

     

    “Sarat dengan wawasan spiritual, kisah nyata para tokoh nasional maupun internasional, dan ditaburi dengan berderet panduan yang tidak menggurui; buku ini akan membantu Anda menemukan panggilan Anda, suara Anda dan siapa tahu, bahkan diri sejati Anda.”

    Ridwan Mukri, S.Psi

    Penulis Buku Best Seller FAST: Personality for Success

    Direktur Eksekutif PT. Aida Tourindo Wisata

     

     

    “Apa yang benar-benar menggerakkan diri Anda? Apa motivasi terkuat Anda dalam berkarya? Jika Anda sudah tahu jawabannya, selamat! Jika belum, buku ini patut dipertimbangkan untuk dibaca dengan seksama. Selamat menikmati prosesnya!”

    Erbe Sentanu

    Pendiri Katahati Institute

    Penulis Buku Best Seller Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati

     

    “Pekerjaan (job) dan panggilan (calling) memang berbeda bagaikan bumi dan langit. Berbahagialah mereka yang dapat mendengar panggilan Tuhan dalam hidupnya dan hidup menurut panggilan-Nya. Buku karya Agung Setiyo Wibowo ini adalah salah satu buku yang menarik untuk dibaca dan dilakukan, bila Anda ingin mencari panggilan dalam hidup Anda, dan menikmati hidup sesuai rencana-Nya!”

    Coach Yohanes G. Pauly

    World’s Top Certified Business Coach

    Founder, CEO & Master Coach of Gratyo.com

    GRATYO World’s Leading Practical Business Coaching

     

     

    “Buku Calling karangan Saudara Agung Setiyo Wibowo merupakan buku yang sangat menarik dan di bidang penelitian bisa disebut sebagai Novelty (keterbaruan). Ditulis berdasarkan wawancara dengan 1.200 responden yang datang dari berbagai negara dan beragam profesi. Substansi buku ini penting sekali bagi orang yang ingin mengevaluasi dirinya dan melakukan kontemplasi, agar bisa memperoleh ‘pencerahan. Karena hidup kita harus bisa bermanfaat bukan hanya untuk diri kita dan orang-orang terdekat kita, tetapi juga bagi sebanyak mungkin sesama manusia.”

    Sukrisno Agoes

    Dosen dan Praktisi Audit

     

    “Buat saya, buku ini menarik karena mempertegas panggilan hidup saya untuk berjuang di bidang sumber daya manusia khususnya lapangan kerja dan pengembangan karir. Teruntuk itu terima kasih atas karyanya yang selalu mencerahkan Mas Agung.”

    Anggoman Wahyutomo

    Managing Director TGN Recruitment Indonesia

     

     

    “Another masterpiece from Agung Setiyo Wibowo. Another book to read. Brilliant….and I was inspired with this Book.”

    Yasier Utama

    CEO PT. Inti Perubahan Diri

     

    “Buku ini akan membantu Anda untuk menemukan apa sebenarnya tujuan hidup Anda. Dalam kehidupan selalu memiliki pilihan, dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing. Apapun pilihan Anda,  ‘panggilan’ yang kuat akan memandu Anda kepada tujuan hidup yang Anda inginkan. Maka temukenalilah panggilan yang sebenarnya. Sehingga, seluruh alam semesta akan mendukung apa yang Anda inginkan. Selamat membaca dan menikmati cerita perjalanan dari orang-orang yang menemukan panggilannya.”

    M Kurnia Siregar, PCC

    Executive Coach

    Co-Founder Loop Institute of Coaching

    www.loop-indonesia.com

     

    The Calling

    Berapa Harganya? 

    Rp 72.000, 00 (belum termasuk ongkos kirim). Beli 10 gratis 1.

     

    Mau Pesan?

    Segera isi formulir pemesanan di sini atau bit.ly/POCalling

     

    Mau Informasi Lebih Lanjut?

    Hubungi +62 812-9382-6120 (Miss Atu)

  • Memaknai Panggilan Hidup  

     

                    Untuk apa Anda hidup?

    Mengapa Anda melakukan apa yang Anda lakukan sekarang?

    Apakah Anda menikmati apa yang Anda lakukan sekarang?

    Mengapa Anda bekerja?

    Bagaimana Anda memaknai pekerjaan?

    Apa nilai yang dapat Anda berikan kepada sesama?

    Jika hari ini merupakan hari terakhir Anda, apa yang ingin Anda lakukan?

    Apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup?

    Apa yang diharapkan orang lain dari Anda?

    Di manakah Anda ingin menjadi “pahlawan”?

    Jika kelak Anda wafat, Anda ingin dikenal sebagai sosok yang seperti apa?

    Di atas ialah contoh pertanyaan yang saya ajukan kepada diri sendiri. Juga kepada siapa saja yang saya temui dalam riset panggilan hidup masyarakat Indonesia.

    Mengapa saya menjalankan penelitian tersebut? Karena saya pernah mengalami “krisis” ketika saya tidak tahu apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup. Lantaran saya pernah “kehilangan rasa” ketika melakukan apa yang saya lakukan. Mengingat saya pernah tidak bahagia dalam bekerja.

    Sejatinya apa sih panggilan hidup itu? Tidak ada definisi tunggal yang diamini oleh semua kalangan. Namun, jika boleh saya ringkas, panggilan hidup merupakan “alasan” keberadaan Anda di dunia. Maksudnya?

    Jika dikaitkan dengan pekerjaan, panggilan hidup berkaitan erat dengan misi. Artinya, Anda didorong oleh jiwa Anda sendiri untuk turut membantu permasalahan di sekitar dengan kemampuan yang Anda miliki.

    Misalnya saja nih. Anda merasa gelisah mengingat angka pengangguran yang begitu tinggi. Panggilan hidup Anda mungkin ingin turut membuka lapangan kerja, oleh sebab itu Anda menjadi pengusaha. Contoh lainnya ketika Anda merasa trenyuh melihat buruknya manajemen bisnis di level UMKM, panggilan hidup Anda tidak menutup kemungkinan menjadi konsultan atau penasehat para pelaku UMKM.

    Intinya, panggilan hidup berkaitan erat dengan “DNA” Anda. Ia sejalan dengan suara nurani. Berbanding lurus dengan apa yang diinginkan oleh jiwa Anda. Yang lebih penting, panggilan hidup bersifat personal sekaligus berorientasi spiritual. Maksudnya apa?

    Panggilan hidup bukan tentang diri sendiri. Akan tetapi untuk orang lain, bagi sesama. Sebisa mungkin kehadiran Anda bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain. Sehingga, apa yang Anda lakukan memang “linear” dengan yang Tuhan inginkan.

    Jadi, sudahkah Anda menemukan panggilan hidup Anda?

     

    Kebagusan, 15 Oktober 2018

  • Memaknai Panggilan Hidup

     

    Dalam dua tahun terakhir saya meneliti tentang apa yang membuat saya paling bergairah. Suatu hal yang membuat saya bertanya-tanya, penasaran, dan larut dalam kenikmatan prosesnya. Riset tersebut bertajuk The Calling Journey.

                Sejauh ini, saya telah mewawancarai lebih dari 1200 orang dari beragam latar belakang. Dari menteri hingga jenderal, dari profesor hingga seniman, dari dokter hingga pemuka agama, dari pengacara hingga anggota DPR, dari ilmuwan hingga motivator, dari karyawan hingga  pengusaha, dan seterusnya.

    Saya mencari tahu apa yang benar-benar mereka inginkan dalam hidup hingga apa yang menjadikan mereka bahagia. Saya menggali sangat dalam apa yang paling mereka cari selama di dunia hingga apa yang menjadikan mereka bisa sukses. Saya penasaran dengan titik balik hingga apa yang menjadikan mereka bermakna dalam bekerja.

    Setelah saya analisis dengan seksama, apa yang dituturkan oleh ribuan orang tersebut bermuara pada benang merah yang sama. Tidak lain ialah panggilan hidup.

    Memang tidak ada definisi baku yang diamini oleh semua pihak untuk memaknai panggilan hidup. Namun, saya sendiri menilainya sebagai sebuah power dari dalam diri setiap individu untuk bekerja sesuai dengan “panggilan” Tuhan.

    Lantas, panggilan seperti apa yang dimaksud? Yang pasti panggilan itu tak perlu dicari-cari. Hanya perlu disadari.

    Kemudian, siapa yang memanggil? Jelas saja, sang pemanggil ialah Tuhan – pencipta kita. Ia mengundang seluruh umat manusia agar bisa berkarya sesuai dengan kemauan-Nya.

    Lalu, bagaimana jika kita belum mengenali panggilan hidup diri sendiri? Tenang saja. Mungkin kita perlu berhenti sejenak. Barangkali kita hanya perlu jujur dengan diri sendiri. Bisa jadi, kita cuma butuh belajar bersabar mengenalinya.

    Tidak semua orang menyadari pentingnya panggilan hidup. Namun hampir setiap dari diri kita mengejar setengah mati apa  yang dinamakan dengan kebahagiaan dan kesuksesan. Padahal jika kita mau jujur, panggilan hidup merupakan akar dari apa yang kita perjuangkan habis-habisan selama ini. Setinggi apapun mimpinya. Sebesar apapun targetnya. Siapapun orangnya.

    Di luar sana banyak orang mengira bahwa panggilan hidup haruslah sesuatu yang luar  biasa. Misalnya saja melakukan hal-hal spektakuler seperti halnya Bunda Theresa, Martin Luther King, atau Mahatma Gandhi.

    Kita sering kali terlupa bahwa setiap individu memiliki kepribadian, passion, keterampilan, hobi, minat, bakat, kekuatan, dan mimpi yang unik. Oleh karena itu, jelas saja kurang arif jika membanding-bandingkan panggilan hidup diri sendiri dengan orang lain.

    Setelah saya renungkan lagi, kunci untuk menemukan panggilan hidup ternyata sederhana saja. Ia sepadan dengan apa yang betul-betul membuat kita gelisah. Ia sebanding dengan masalah apa yang benar-benar ingin kita pecahkan – setidaknya sekali seumur hidup.

    Ingin membantu menciptakan lapangan pekerjaan? Panggilan kita berarti sebagai pengusaha. Mau mengangkat derajat pendidikan? Panggilan hidup kita berarti sebagai dosen atau guru. Berhasrat memperbaiki negeri ini secara langsung dari sistemnya? Panggilan hidup kita berarti sebagai politisi.

    Perjalanan setiap orang dalam mengenai panggilan hidup beragam. Yang pasti, ia akan datang ketika kita telah mengenali diri sendiri. Yang jelas, ia akan muncul ketika kita telah menyadari apa yang benar-benar kita bisa berikan untuk dunia lebih baik.

    Cepat atau lambat, kita harus menemukan apa yang paling bermakna dalam hidup. Sekarang atau belakangan, kita harus mengetahui apa  yang menjadi cetak biru hidup.

    Jadi, apa panggilan hidup Anda? Apa yang sesungguhnya Anda ingin capai dalam hidup? Apa hal yang pantas Anda perjuangkan? Apa yang paling berarti bagi Anda?

     

    *) Artikel ini pertama kali dimuat di Intipesan, 17 Desember 2017 

     

     

     

  • Menemukan “Panggilan” Dalam Bekerja

    Artikel ini sebelumnya dimuat di Inti Pesan, 21 Juni 2017

                 Setiap individidu memiliki motivasi unik dalam bekerja. Sebagian mendambakan kekayaan. Beberapa di antaranya mengejar kekuasaan. Tidak sedikit yang mencari ketenaran. Sebagian lainnya berupaya mereguk keberhasilan yang sifatnya relatif.

    Sebenarnya, mengapa kita bekerja? Apa yang kita cari dalam bekerja? Bagaimana bekerja dapat membantu pencapaian mimpi kita? Tiga pertanyaan mendasar ini meski terdengar begitu klise, masih tetap relevan dalam menganalisis perilaku manusia.

    Karena memiliki hasrat yang bergelora, saya mengambil Sabbatical selama setahun penuh di sepanjang 2016. Satu keputusan yang kurang populer di mata masyarakat tanah air – khususnya generasi Y.  Saya  isi hari demi hari dengan mencoba hal-hal baru, menekuni hobi, membaca, bertemu ribuan orang, jalan-jalan, hingga menjadi relawan selama enam bulan di salah satu pulau terluar yang hanya memakan waktu 2 jam perjalanan via ferry dari Singapura  dan Malaysia.

    Di sela-sela masa kontemplasi yang dikenal dengan Gap Year tersebut, saya menyempatkan diri untuk melakukan riset independen. Saya mencari tahu bagaimana manusia-manusia Indonesia memandang hidup. Mulai dari kapan mereka menemukan “panggilan”, apa yang mereka cari dalam hidup, apa  yang paling penting dalam hidup mereka, bagaimana mereka memandang keberhasilan, bagaimana mereka mengartikan kebahagiaan, hingga mengapa mereka bekerja.

    Secara rinci, saya mewawancarai lebih dari 1100 responden yang tersebar di 40 kota lapis pertama dan kedua  di  tanah air. Belum termasuk para diaspora Indonesia yang tersebar di New York, Kuala Lumpur, Penang, Singapura, Bangkok, Amsterdam, London, Jeddah, Sydney, New Delhi, Tokyo,  Hong Kong, hingga Bandar Seri Begawan. Profesi (dan jabatan) mereka beragam mulai dari mantan Menteri, anggota DPR, motivator, humas, akuntan, pemuka agama, perencana keuangan, konsultan, dokter, insinyur, bankir, guru, dosen, diplomat, wartawan, peneliti, pengacara, seniman, penulis, inovator, juru bicara presiden, pembawa acara berita, pengusaha, petani, hingga buruh.

    Hasil riset yang lebih mendalam akan saya rilis dalam bentuk buku kelak, namun berikut beberapa (ringkasan) temuan menarik yang dapat disimak.

    Pertama, bekerja merupakan salah satu pengejawantahan “panggilan” hidup.  Temuan ini sama sekali tidak mengejutkan saya, mengingat sekurang-kurangnya 8 jam dihabiskan untuk bekerja setiap harinya. Itu mengapa orang yang menganggur dan pensiunan yang tidak beraktivitas cenderung kurang bahagia dalam hidupnya. Karena meski mengharuskan adanya pengorbanan, bekerja menjadi salah satu dorongan untuk menemukan “makna” dalam hidup.

    Kedua, pemaknaan bekerja manusia Indonesia beragam. Sebagian semata-mata bekerja untuk menumpuk bongkahan berlian, memburu habis jabatan tertentu, dan mencari segala cara untuk menjadi pesohor. Namun sebagian besar bekerja sebagai “ladang ibadah”, sarana aktualisasi ilmu, melayani (atau membantu) sesama, memberikan nilai tambah, dan memecahkan masalah orang lain.

    Ketiga, yang paling diinginkan manusia Indonesia ialah kebahagiaan. Meski  makna kebahagiaan relatif, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menempatkannya sebagai salah satu aspek utama dalam menjalani hidup – khususnya dalam bekerja. Kebahagiaan tersebut dapat direguk ketika turut menolong sesama sehingga merasa diri mereka “ada” dan bermanfaat. Dengan kata lain, bekerja merupakan salah satu pertanda eksistensi manusia.

    Keempat, kesuksesan memang penting tapi bukan segalanya. Sukses ialah mendapatkan apa yang kita  inginkan, sedangkan bahagia ialah menginginkan apa yang kita  dapatkan. Karena tidak ada patokan yang disepakati untuk mengukur kesuksesan, takaran satu-satunya (mungkin) ialah syukur. Itu mengapa orang yang paling bahagia ialah orang-orang yang paling pandai bersyukur. Sehingga sama sekali tidak ada hubungannya dengan ukuran yang dapat dinalar seperti keuangan, jabatan, popularitas atau strata pendidikan.

    Kelima, setiap individu memiliki “orbit” masing-masing. Salah satu motivasi terbesar saya mengambil “jeda bekerja” selama setahun penuh (career break) ialah menemukan passion hingga “panggilan” hidup. Yang mengagetkan, jawaban lebih dari 1000 responden penelitian saya begitu berbeda-beda ketika ditanya kapan mereka menemukan renjana dan tujuan hidup. Ada seorang cendekiawan yang menemukannya ketika masih duduk di bangku SMA, ada seorang pengusaha ternama yang mencapainya di usia 35, ada seorang motivator yang mengenali dirinya di usia 30, ada seorang CEO yang mendapatkannya di usia  40, dan ada pula seorang pembicara papan atas yang meyakini panggilan hidupnya di usia 9 tahun. Jadi, bagi saudara-saudara sekalian yang belum menemukan passion-nya, janganlah berkecil  hati. Karena setiap orang memiliki jalan hidup  yang berbeda-beda. Renjana dan panggilan hidup akan ditemukan ketika kita mengenali siapa diri kita dan untuk apa kita ada di dunia. Sehingga, bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan sepanjang hayat.

    Sebagian intisari dari riset di atas, telah saya paparkan dalam buku saya yang telah terbit beberapa waktu lalu berjudul Mantra Kehidupan: Sebuah Refleksi Melewati Fresh Graduate Syndrome & Quarter-Life Crisis. Yang terpenting bagi Anda sekarang tentu saja mencari tahu apa yang benar-benar Anda inginkan dalam hidup, nilai-nilai apa yang paling Anda pegang, apa yang membuat Anda bahagia dalam bekerja, dan menemukan jawaban “mengapa” Anda ada di jagad raya. Semua pertanyaan klise yang bermuara pada pengenalan jati diri kita sebagai manusia.

                Akhir kata, saya jadi teringat pelajaran paling berharga selama setahun menjalani Sabbatical. Bahwa hidup adalah memilih. Tapi untuk dapat memilih dengan baik, Anda harus tahu siapa diri Anda, untuk apa Anda ada, ke mana Anda ingin pergi, dan mengapa Anda ingin sampai di sana. Doa saya untuk Anda adalah agar segera menemukan “panggilan” hidup, sehingga bisa mereguk makna bekerja dan kebahagiaan hakiki. Selamat mudik bagi yang menjalankan, semoga selamat sampai tujuan. Selamat berlebaran.