Stories

  • Pentingnya Genuity di LinkedIn: Jalan Menuju Trust dan Kesuksesan

    Andi: “Eh, aku lihat kamu sering aktif di LinkedIn ya sekarang? Postingan kamu juga makin berani cerita pengalaman pribadi. Nggak takut dianggap pamer?”

    Budi: “Awalnya sih iya, takut. Tapi aku sadar, justru dengan genuine, aku jadi lebih connect sama orang-orang. Responsnya beda, mereka lebih engaged. Ternyata, jadi diri sendiri itu justru bikin trust meningkat.”

    Pentingnya Genuity di LinkedIn: Jalan Menuju Trust dan Kesuksesan

    Di era digital ini, LinkedIn bukan cuma tempat mencari kerja atau menulis CV online. Platform ini sudah berubah menjadi ekosistem profesional yang dinamis, di mana kita bisa membangun personal branding, jaringan profesional, bahkan memasarkan bisnis. Tapi, sering kali kita melihat postingan yang terasa “palsu” atau terlalu mengarah ke self-promotion. Padahal, kunci untuk menarik perhatian dan mendapatkan kepercayaan adalah satu hal sederhana: genuity.

    Apa Itu Genuity?

    Genuity atau keaslian adalah kemampuan untuk tampil apa adanya, menunjukkan sisi personal yang jujur, dan tidak berpura-pura di media sosial. Ini bukan berarti kita harus membuka semua masalah pribadi atau kelemahan kita, tapi lebih pada bagaimana kita bisa menunjukkan sisi manusiawi kita, tanpa berusaha menjadi orang lain.

    Mengapa Genuity Penting di LinkedIn?

    1. Membangun Koneksi Emosional

      Orang lebih cenderung tertarik dan merasa dekat dengan cerita yang nyata, bukan yang dibuat-buat. Menurut teori Social Penetration dari Altman dan Taylor, hubungan antar manusia berkembang dari komunikasi yang bersifat permukaan menuju komunikasi yang lebih dalam dan personal. Ketika kita berbagi cerita nyata atau pengalaman pribadi, itu seperti membuka lapisan-lapisan diri kita kepada audiens. Ini membantu membangun hubungan yang lebih otentik dan dalam.

    2. Meningkatkan Trust

      Kepercayaan adalah fondasi dari semua hubungan profesional yang sukses. Menurut The Trust Equation dari Charles Green, trust dibangun melalui keandalan (reliability), kredibilitas (credibility), keintiman (intimacy), dan orientasi diri yang rendah (self-orientation). Dengan menjadi genuine di LinkedIn, kita menunjukkan keandalan dan kredibilitas kita sebagai individu yang dapat dipercaya, serta menciptakan kedekatan emosional. Orang akan lebih mudah percaya pada seseorang yang jujur tentang kegagalan, pelajaran hidup, dan tantangan yang mereka hadapi.

    3. Melejitkan Karier dan Bisnis

      LinkedIn bukan cuma tentang siapa yang paling pintar atau paling hebat, tapi siapa yang paling bisa terhubung dengan audiensnya. Orang yang tampil genuine cenderung mendapatkan lebih banyak engagement, karena postingannya lebih relatable. Misalnya, seorang leader yang berbagi tentang kegagalannya dalam memimpin proyek besar lebih mudah disukai daripada yang hanya menunjukkan keberhasilan tanpa konteks kesulitan. Kesan ini dapat membuka peluang baru, mulai dari koneksi bisnis, tawaran kerja, hingga kolaborasi.

    Bagaimana Cara Menjadi Genuine di LinkedIn?

    1. Berbagi Pengalaman Pribadi yang Relatable

      Cerita yang kita bagi tidak perlu selalu spektakuler atau penuh prestasi. Hal-hal kecil, seperti pengalaman menghadapi kegagalan atau tantangan di pekerjaan, bisa menjadi cerita yang sangat powerful. Orang-orang lebih suka melihat sisi manusiawi dan kerentanan kita, bukan hanya kesempurnaan yang kita tampilkan.

    2. Hindari Bahasa yang Terlalu Formal dan ‘Pamer’

      Cobalah menulis dengan bahasa yang natural dan santai, seperti kamu berbicara dengan teman. Saat orang merasa kita berbicara dari hati, mereka akan lebih mudah merasakan koneksi. Ingat, LinkedIn adalah platform profesional, tapi itu bukan berarti kita harus selalu formal dan kaku.

    3. Tunjukkan Nilai yang Kamu Percayai

      Jangan takut untuk membagikan opini atau pandangan yang mungkin kontroversial, selama itu sesuai dengan nilai-nilai yang kamu anut. Orang yang genuine tidak takut untuk berbagi perspektif yang jujur, dan ini justru dapat menarik mereka yang memiliki pandangan serupa untuk terhubung dengan kita.

    4. Interaksi dengan Niat Baik

      Genuity tidak hanya soal postingan kita, tapi juga bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Saat kita memberikan komentar, pastikan itu dari hati, bukan sekadar basa-basi atau berharap gain sesuatu. Niat yang tulus akan terasa, dan orang lain akan lebih menghargai dan menghormati kita.

    Contoh Nyata: Kisah Sukses dari Genuity

    Contoh paling nyata adalah kisah Agus Mulyadi, seorang penulis dan editor yang sering membagikan pengalaman hidupnya secara jujur di LinkedIn. Dengan gaya bercerita yang ringan, humoris, dan apa adanya, Agus berhasil mendapatkan ribuan pengikut dan engagement yang sangat tinggi. Postingan-postingannya yang sederhana namun genuine membuat banyak orang merasa relate dan akhirnya mengikuti konten-kontennya. Dari sini, Agus mendapatkan banyak tawaran kerja sama dan proyek penulisan, memperlihatkan bagaimana menjadi asli bisa membuka banyak pintu.

    Kesimpulan

    Di dunia yang penuh dengan kesan pencitraan dan kepalsuan, menjadi genuine adalah sebuah kelebihan. Ketika kita bisa menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, kita tidak hanya membangun personal branding yang kuat tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih bermakna dan saling percaya. Jika kamu ingin melejitkan karier atau bisnis melalui LinkedIn, mulailah dengan menjadi asli, tunjukkan sisi manusiawi, dan biarkan audiens melihat siapa dirimu yang sebenarnya.

    Jadi, sudah siap untuk lebih genuine di LinkedIn? Mulailah dari sekarang, bagikan cerita, pelajaran, dan pengalamanmu tanpa takut dihakimi. Remember, the real you is what people want to connect with!


  • Kenapa Storytelling di LinkedIn Bisa Bikin Karier Makin Moncer?

    Kita pasti sering dengar percakapan kayak gini:

    A: “Bro, gue udah sering banget update di LinkedIn, tapi kayaknya engagement-nya gitu-gitu aja deh. Kurang greget!”

    B: “Lu udah coba cerita sesuatu yang relate ke audiens lu belum? Coba pake storytelling. Orang tuh lebih suka baca cerita daripada cuma lihat fakta kering.”

    Jadi, gimana sih caranya bikin LinkedIn kita lebih hidup dan berwarna? Jawabannya ada di storytelling. Kita bukan cuma ngomongin soal menulis panjang lebar, tapi bagaimana mengemas pengalaman, insight, atau pesan penting dalam bentuk cerita yang menyentuh hati dan pikiran audiens kita. Yuk, kita bahas lebih dalam soal pentingnya storytelling di LinkedIn dan kenapa ini bisa jadi game changer buat karier atau bisnis kita.

    1. Storytelling Membangun Koneksi Emosional

    Pernah nggak sih kita lebih ingat cerita yang disampaikan oleh orang daripada deretan data dan angka? Itu karena cerita memicu emosi kita. Menurut teori Emotional Branding dari Marc Gobe, emosi memainkan peran penting dalam membangun hubungan antara brand (atau personal brand) dengan audiens. Orang cenderung mempercayai dan terhubung dengan cerita yang menyentuh hati mereka, karena cerita bisa menciptakan ikatan emosional.

    Di LinkedIn, storytelling memungkinkan kita untuk berbicara tentang pengalaman pribadi, tantangan, dan keberhasilan yang relatable bagi audiens. Misalnya, ketika kita berbagi cerita tentang bagaimana kita berhasil bangkit dari kegagalan saat memulai bisnis pertama, orang akan merasa terinspirasi dan lebih percaya karena mereka melihat sisi human di balik profil profesional kita.

    2. Menyampaikan Pesan dengan Cara yang Menarik

    Kebanyakan orang nggak suka membaca postingan yang terlalu formal atau terlalu teknis. Storytelling membantu kita menyampaikan pesan dengan cara yang lebih menarik dan mudah dicerna. Dengan cerita, kita bisa mengubah fakta dan informasi kering menjadi sesuatu yang lebih hidup dan memikat.

    Menurut teori Dual Coding dari Allan Paivio, otak kita lebih mudah mengingat informasi yang disampaikan melalui cerita karena menggabungkan verbal (kata-kata) dan visual (gambar dalam pikiran kita) secara bersamaan. Jadi, ketika kita menceritakan kisah tentang pengalaman kerja atau proyek yang sukses, audiens kita nggak cuma mendengar kata-kata, tapi juga bisa membayangkan situasi tersebut di kepala mereka.

    3. Meningkatkan Trust dan Kredibilitas

    Ketika kita menceritakan pengalaman pribadi di LinkedIn, kita sedang membuka diri dan menunjukkan kerentanan kita. Hal ini justru bisa meningkatkan trust dari audiens. Orang lebih percaya pada seseorang yang berani jujur tentang tantangan dan kesalahan yang pernah mereka hadapi, dibandingkan dengan seseorang yang hanya menampilkan kesempurnaan.

    Menurut teori Authentic Leadership, orang cenderung mengikuti dan mempercayai pemimpin yang autentik, yaitu mereka yang jujur dan terbuka dalam berbagi cerita, bahkan tentang kegagalan. Di LinkedIn, storytelling bisa menjadi cara kita menunjukkan keaslian diri, yang pada gilirannya membantu membangun kepercayaan dari jaringan kita.

    4. Membantu Memperkuat Personal Branding

    Storytelling juga merupakan bagian penting dari personal branding. Bayangkan jika kita selalu berbagi cerita tentang bagaimana kita memimpin tim dengan penuh empati atau bagaimana kita membantu perusahaan mengatasi krisis dengan strategi out-of-the-box. Orang akan mulai mengasosiasikan kita dengan nilai-nilai dan keahlian tersebut.

    Menurut teori Narrative Transportation, saat kita membaca cerita yang menarik, kita akan “terbawa” masuk ke dalam cerita itu dan merasa seperti mengalami sendiri kejadian tersebut. Dengan membagikan cerita yang inspiratif dan edukatif di LinkedIn, kita bisa “mengangkut” audiens kita ke dalam dunia kita, membuat mereka lebih memahami dan mengingat siapa kita dan apa yang kita perjuangkan.

    5. Memperbesar Peluang Interaksi dan Engagement

    Di LinkedIn, algoritma bekerja dengan melihat seberapa besar engagement yang kita dapatkan dari postingan kita. Dan, tahukah kamu? Postingan yang mengandung storytelling biasanya mendapatkan engagement lebih tinggi. Kenapa? Karena orang merasa terhubung dan lebih terdorong untuk berkomentar atau berbagi pengalaman mereka sendiri setelah membaca cerita yang relatable.

    Misalnya, kita membagikan cerita tentang tantangan saat pertama kali pindah kerja ke industri yang berbeda. Orang yang membaca bisa merasa, “Wah, gue pernah ngalamin hal yang sama!” dan akhirnya mereka akan berkomentar, berbagi pengalaman, atau bahkan terinspirasi untuk terhubung dengan kita.

    Tips Praktis untuk Storytelling di LinkedIn

    • Mulai dengan Hook yang Kuat: Buka cerita dengan pertanyaan atau pernyataan yang bikin orang penasaran. Misalnya, “Pernah nggak sih, lu merasa kerja keras tapi nggak dihargai? Gue juga pernah.”
    • Gunakan Struktur Cerita: Pakai struktur dasar cerita: Awal (introduction), Masalah (conflict), Solusi (resolution), dan Kesimpulan (conclusion).
    • Tambah Elemen Emosional: Ceritakan bagaimana perasaan kita saat menghadapi situasi tersebut. Emosi adalah kunci untuk membuat cerita lebih hidup dan terasa nyata.
    • Ajak Audiens Berpikir atau Beraksi: Tutup cerita dengan pertanyaan atau ajakan diskusi yang mengundang orang untuk berbagi pandangan mereka.

    Kesimpulan: Bercerita Adalah Cara Kita Terhubung

    Di era digital ini, LinkedIn adalah ruang publik kita untuk berbagi pengalaman dan insight. Bukan hanya tentang seberapa keren jabatan kita atau prestasi apa yang sudah kita capai, tapi juga tentang bagaimana kita sampai ke titik itu, apa yang kita pelajari dari kegagalan, dan nilai-nilai apa yang kita pegang teguh. Melalui storytelling, kita bisa menunjukkan sisi humanis dari diri kita, membangun hubungan yang lebih dekat, dan akhirnya meningkatkan trust serta membuka peluang karier dan bisnis yang lebih luas.

    Jadi, tunggu apa lagi? Ayo mulai berlatih storytelling di LinkedIn dan lihat bagaimana cerita kita bisa menginspirasi, membangun trust, dan melejitkan karier atau bisnis kita! ✍️


  • Mengapa Akun LinkedIn yang Menarik Itu Penting?

    Rina: “Eh, kamu pernah cek LinkedIn-ku nggak? Aku lagi rajin update nih!”

    Dika: “Wah, LinkedIn? Aku jarang banget buka. Emang penting ya punya akun LinkedIn yang menarik?”

    Rina: “Duh, penting banget, Dika! Kamu tahu nggak, banyak peluang karier dan bisnis yang bisa kita dapat dari sana. Akun LinkedIn itu kayak CV kita di dunia maya, tapi jauh lebih powerful!”

    Mengapa Akun LinkedIn yang Menarik Itu Penting?

    Di era digital seperti sekarang, LinkedIn sudah menjadi lebih dari sekadar platform untuk mencari kerja. LinkedIn adalah jembatan untuk membangun hubungan profesional, mendapatkan kepercayaan, dan bahkan mengembangkan bisnis. Bagi para profesional, LinkedIn bukan hanya tempat untuk menampilkan pengalaman kerja dan keterampilan, tetapi juga untuk membangun personal branding.

    Menurut studi dari LinkedIn Talent Solutions, sekitar 72% perekrut menggunakan LinkedIn untuk mencari kandidat potensial. Artinya, kalau akun LinkedIn kita hanya sekadar ada, tanpa konten yang menarik, kita bisa kehilangan banyak peluang emas!

    1. Membangun Personal Branding yang Kuat

    Personal branding adalah bagaimana kita dikenal di dunia profesional. Apakah kita ingin dikenal sebagai ahli pemasaran digitalpakar manajemen proyek, atau wirausahawan sukses? Di LinkedIn, kita bisa memposisikan diri kita dengan jelas.

    Menurut Jeff Bezos, pendiri Amazon, “Personal brand is what people say about you when you’re not in the room.” Di LinkedIn, profil kita adalah “room” tersebut. Saat orang lain melihat profil kita, mereka bisa mendapatkan gambaran siapa kita, apa yang kita lakukan, dan bagaimana kita bisa memberi nilai tambah.

    Tips Personal Branding di LinkedIn:

    • Buat headline yang jelas dan mencerminkan diri kita.
    • Sertakan foto profil profesional—foto ini akan memberikan kesan pertama yang menentukan.
    • Buat summary yang singkat namun menarik, sertakan pengalaman, keahlian, dan minat kita.
    • Bagikan konten yang relevan dengan bidang kita.

    2. Meningkatkan Trust Melalui Aktivitas di LinkedIn

    LinkedIn memberikan kesempatan untuk menunjukkan kepakaran kita melalui postingan, artikel, dan interaksi dengan konten orang lain. Ketika kita aktif membagikan insight, berkomentar pada postingan profesional lain, atau memberikan rekomendasi pada rekan, kita sedang membangun citra sebagai orang yang terpercaya dan berpengetahuan di bidangnya.

    Bayangkan ada dua profil: satu profil hanya mencantumkan pengalaman kerja tanpa aktivitas, dan profil lain yang aktif berbagi konten, memberikan opini yang insightful, dan ikut berdiskusi. Kira-kira, mana yang akan lebih menarik bagi seorang perekrut atau calon klien? Tentu yang aktif dan memberikan nilai lebih, bukan?

    Teori Social Proof dari Robert Cialdini mendukung hal ini. Social proof mengatakan bahwa orang lebih cenderung percaya pada seseorang atau sesuatu yang didukung atau disukai oleh banyak orang. Di LinkedIn, social proof bisa berupa banyaknya likes, komentar, atau rekomendasi yang kita dapatkan di profil kita.

    3. Melejitkan Karier dan Bisnis dengan Networking

    LinkedIn adalah tempatnya para decision makers berkumpul. Mulai dari CEO, manajer HR, hingga founder startup—semuanya ada di sini. Menurut data, sekitar 61 juta pengguna LinkedIn adalah pemimpin senior, dan 40 juta lainnya adalah pembuat keputusan.

    Kalau kita ingin mengembangkan karier atau bisnis, membangun jaringan yang kuat di LinkedIn adalah kunci. Dengan terhubung dengan orang-orang yang relevan di industri kita, kita bisa mendapatkan:

    • Kesempatan kerja baru melalui perekrut yang aktif mencari kandidat.
    • Peluang bisnis dengan terhubung pada calon klien atau mitra potensial.
    • Kolaborasi proyek yang dapat meningkatkan portofolio dan pengalaman kita.

    Strategi Meningkatkan Jaringan di LinkedIn:

    1. Kirimkan undangan koneksi dengan pesan personal yang jelas. Hindari mengirim undangan tanpa memberikan alasan mengapa kita ingin terhubung.
    2. Berinteraksi dengan konten yang relevan. Sering berkomentar pada postingan orang lain akan membuat nama kita lebih terlihat.
    3. Bagikan konten yang berharga. Bisa berupa artikel, postingan pendek, atau insight dari pengalaman kita sendiri.
    4. Minta rekomendasi dari rekan kerja atau atasan. Rekomendasi ini dapat meningkatkan kredibilitas kita di mata orang lain.

    4. Pentingnya Konsistensi dan Engagement

    Membangun profil LinkedIn yang menarik bukan pekerjaan sekali jadi. Kita harus konsisten dalam memperbarui informasi, berbagi konten yang bermanfaat, dan berinteraksi dengan koneksi kita. Ini membantu algoritma LinkedIn untuk lebih sering menampilkan profil kita kepada orang lain.

    Semakin sering kita muncul di feed, semakin besar peluang kita untuk diperhatikan oleh orang-orang penting. Ingat, LinkedIn itu bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tapi juga untuk membangun hubungan yang bisa berdampak jangka panjang bagi karier dan bisnis kita.

    Kesimpulan

    LinkedIn adalah alat yang sangat powerful jika kita menggunakannya dengan benar. Membuat akun yang menarik di LinkedIn akan membantu kita:

    • Membangun personal branding yang kuat.
    • Mendapatkan trust dari orang lain di industri kita.
    • Meningkatkan peluang karier dan mengembangkan bisnis.

    Jadi, daripada cuma buka LinkedIn sebulan sekali atau bahkan setahun sekali, yuk, mulai sekarang aktifkan profil kita, kembangkan jaringan, dan tunjukkan siapa kita sebenarnya. Ingat, LinkedIn adalah investasi jangka panjang untuk karier dan bisnis kita. Mulailah dengan langkah kecil—update profil dan bagikan insight kita—dan lihat bagaimana peluang besar akan datang tanpa kita duga!


  • Story Telling untuk Memaksimalkan LinkedIn

    A: “Eh, bro, kemarin aku interview kerja, udah jawab semua pertanyaannya, tapi kok belum dipanggil-panggil juga ya?”

    B: “Hmm, coba ingat-ingat lagi, kamu jawabnya gimana? Pakai storytelling nggak?”

    A: “Storytelling? Maksudnya gimana?”

    B: “Nah, mungkin di situ masalahnya! Sekarang tuh nggak cukup cuma jawab ‘bisa’ atau ‘pernah’. HRD mau denger cerita. Gimana kamu bisa solve masalah, gimana impact-nya, mereka mau tau ceritanya, bro!”


    Pentingnya Storytelling di Segala Aspek

    Storytelling bukan cuma buat penulis atau marketer. Saat ini, storytelling is a game changer buat banyak hal, termasuk saat kamu melamar kerja, pitching ke investor, atau bahkan buat personal branding. Kenapa?

    Menurut Donald Miller di bukunya Building a StoryBrand, storytelling adalah cara paling efektif untuk berkomunikasi. Otak kita lebih mudah mengingat cerita daripada fakta-fakta kering. Itulah kenapa saat kamu bisa menyampaikan ide atau pengalaman dalam bentuk cerita, orang akan lebih mudah terhubung, percaya, dan ingat.

     Studi kasus:

    • Melamar kerja: Saat interview, dibanding sekedar bilang “Saya seorang problem solver,” coba ceritakan pengalaman nyata kamu saat menghadapi masalah besar, langkah-langkah yang kamu ambil, dan hasil akhirnya.
    • Mengembangkan bisnis: Konsumen sekarang nggak cuma beli produk, mereka beli cerita di balik produk itu. Misalnya, kenapa kamu bikin bisnis ini? Apa masalah yang ingin kamu selesaikan?
    • Membangun reputasi dan personal branding: Kalau cuma posting pencapaian tanpa cerita di balik usaha dan perjuangannya, mungkin cuma sedikit yang peduli. Tapi kalau kamu ceritakan struggle di balik kesuksesan itu, audiens akan lebih terhubung dan terinspirasi.

    Menurut Brene Brown, “Stories are data with a soul.” Ini artinya cerita bukan cuma sekedar narasi, tapi cara kita memberikan makna dan membangun koneksi emosional dengan orang lain.

     Tips storytelling buat kamu:

    1. Struktur cerita: Mulai dengan setup, masuk ke challenge (konflik), dan tutup dengan resolution (solusi).
    2. Authenticity: Ceritakan kisah nyata, jangan dibuat-buat. Audiens bisa merasakan kejujuran dalam cerita kamu.
    3. Emphasize the impact: Jelaskan impact atau hasil dari cerita kamu, bukan cuma prosesnya aja.

    So, what’s your story? 

    Ayo, beranikan diri untuk berbagi cerita di platform seperti LinkedIn. Kamu nggak pernah tahu cerita siapa yang bisa kamu inspirasi atau pintu mana yang terbuka karena cerita kamu!

    #Storytelling #PersonalBranding #CareerDevelopment #BusinessGrowth #Leadership


  • Buku yang Perlu Anda Tulis

    Saat ini kita berada di abad digital. Era ini menawarkan akses informasi gratis tanpa batas. Kita disuguhkan berbagai konten sesuai dengan yang kita mau.

    Kita bisa mungkin lebih suka konten-konten ringan namun menarik secara audioviual melalui TikTok, Instagram atau YouTube. Bisa jadi, kita lebih suka konten-konten lebih serius yang menawarkan insight mendalam seperti buku.

    Apapun itu, sebagai konsumen kita diberikan pilihan sangat beragam.

    Hadirnya internet harus kita akui tidak mengubah wajah industri perbukuan. Kini industri menghadapi penurunan konsumen yang luar biasa meskipun ada riset lebih lanjut untuk memvalidasi. Di sisi lain, hadirnya berbagai platform media sosial telah lebih banyak menelurkan kreator konten daripada penulis buku. Karena generasi saat ini konon tidak terlalu suka yang serius.

    Bagi Anda yang ingin survive di industri perbukuan, kita perlu memutar otak agar karya yang kita hasilkan tidak sekadar terbit. Kita perlu berupaya ekstra agar buku kita bisa diterima pasar dengan baik.

    Untuk mewujudkan buku yang laris, setidak-tidaknya kita perlu memenuhi tiga aspek. Kita perlu menulis apa yang kita sukai, apa yang kita kuasai, dan apa yang dibutuhkan pasar.

    Dengan menulis apa yang kita sukai, kita mengikuti minat dan passion kita. Ini mendorong kita untuk memberikan yang terbaik karena kita merasa itulah bidang kita. Itulah apa yang membuat kita bekerja layaknya bermain. Ide-ide terbaik kita akan muncul karena tak ada beban.

    Dengan menulis apa yang kita kuasai, kita bisa jauh lebih kredibel di mata pembaca. Karena kita menuliskan apa yang menjadi keahlian. Kita menuliskan apa yang mencerminkan keterampilan, pengetahuan, kepakaran atau profesi kita. Ini membuat proses penulisan juga lebih mudah.

    Dengan menulis apa yang dibutuhkan pasar, buku kita dapat menyuguhkan solusi. Ini membuat kita membuat buku yang mengisi gap. Artinya, kita hanya merancang buku yang menyelesaikan masalah orang banyak. Kita menawarkan nilai tambah, bukan sekadar mengikuti idealisme kita. Sehingga, potensi pembelinya jauh lebih tinggi karena ada permintaan.

    Nah, sebisa mungkin buku-buku yang kita tulis memenuhi 3 unsur itu. Kuncinya, kita perlu rajin mengamati di sekitar. Kita perlu lebih peka. Kita wajib riset secara serius. Karena buku-buku terlaris lahir dari dorongan riset pasar, bukan karena asumsi penulis.

    So, buku apa yang ingin Anda tulis dalam waktu dekat?

     

    Depok, 25 Maret 2024

     

     


  • “Gimana Sih Cara Bikin LinkedIn Lebih dari Sekadar “Akun Nganggur?”

    Kita pasti pernah dengar cerita begini:

    A: “Gue udah bikin LinkedIn, tapi kok nggak ada yang nge-like atau komen, ya?”

    B: “Coba lu aktif dulu deh, jangan cuma update ‘open to work’ doang. Orang tuh pengen liat lu berinteraksi.”

    Nah, sebenarnya LinkedIn bukan sekadar platform buat pajang CV. Kalau kita cuma berharap ada rekruter atau calon klien yang nyasar ke profil kita tanpa kita berbuat apa-apa, itu kayak buka toko tapi lampunya mati dan tirainya ditutup rapat. LinkedIn adalah tempat untuk engage alias terlibat aktif. Yuk kita bahas kenapa engagement ini penting banget dan gimana caranya bisa membawa dampak besar buat karier dan bisnis.

    1. Engagement = Trust

    Pertama-tama, kita sepakat dulu, ya. Dalam dunia bisnis dan karier, kepercayaan adalah mata uang paling berharga. Kita bisa punya produk keren atau CV yang mengesankan, tapi kalau orang nggak percaya, ya, susah buat melangkah lebih jauh.

    Menurut teori Social Proof dari psikolog Robert Cialdini, orang cenderung mempercayai orang lain berdasarkan interaksi sosial dan pengaruh orang-orang di sekitarnya. Di LinkedIn, engagement kita berupa like, comment, dan share adalah bentuk social proof. Ketika kita aktif berkomentar atau berbagi insight yang berharga, audiens kita akan melihat kita sebagai seseorang yang credible dan punya wawasan. Semakin banyak kita engage, semakin banyak orang yang memperhatikan kita dan semakin tinggi trust yang bisa kita bangun.

    2. Interaksi Membangun Relasi

    Coba deh, ingat-ingat, kapan terakhir kali kita benar-benar ngobrol dengan seseorang di LinkedIn yang akhirnya bikin hubungan kerja jadi lebih dekat? Ketika kita engage di LinkedIn, kita sedang membangun human connection. Interaksi ini bisa berbentuk apa saja:

    • Commenting: Nggak cuma komen “Nice post!” ya, tapi kasih pendapat yang bermanfaat atau pertanyaan yang menggali lebih dalam.
    • Sharing: Bagikan postingan yang kita anggap inspiratif atau edukatif, dan tambahkan perspektif kita.
    • Messaging: Setelah berinteraksi melalui komen, lanjutkan diskusi melalui private message untuk membahas hal lebih mendalam.

    Menurut teori Weak Ties dari Mark Granovetter, relasi dengan orang yang tidak terlalu dekat (bukan teman akrab) justru bisa membuka lebih banyak peluang. Di LinkedIn, engagement kita memperluas jaringan ke second degree connections, yang bisa saja menjadi partner bisnis, mentor, atau bahkan calon employer.

    3. Engagement Meningkatkan Visibility

    Di LinkedIn, algoritma bekerja mirip dengan media sosial lain. Semakin aktif kita engage, semakin besar peluang kita muncul di feed orang lain. Jika kita cuma pasif, konten kita hanya akan dilihat oleh segelintir orang. Tapi ketika kita engage — misalnya aktif mengomentari postingan teman atau leader di industri kita — algoritma LinkedIn akan menganggap kita sebagai pengguna aktif yang relevan dan akan memprioritaskan konten kita ke audiens yang lebih luas.

    Kenapa visibility ini penting? Semakin banyak orang yang melihat aktivitas kita, semakin besar peluang mereka untuk mengunjungi profil kita, mengenal kita lebih jauh, dan akhirnya terhubung dengan kita. Di dunia bisnis, ini bisa berarti potensi lead baru atau klien, sementara bagi karier, ini bisa membuka peluang job offer atau kolaborasi profesional.

    4. Melejitkan Personal Branding

    Engagement adalah langkah pertama buat membangun personal branding di LinkedIn. Saat kita konsisten memberikan insight atau ikut diskusi dalam bidang tertentu, orang-orang akan mulai mengenali kita sebagai “ahli” di topik tersebut. Misalnya, kalau kita sering berkomentar tentang topik marketing digital atau teknologi AI, lama-kelamaan kita akan dianggap sebagai seseorang yang punya pengetahuan dan insight mendalam di bidang tersebut.

    Teori Brand Association mengatakan bahwa ketika orang sering melihat nama atau wajah kita terhubung dengan konten berkualitas, mereka akan mengasosiasikan kita dengan nilai-nilai positif dan expertise tertentu. Ini sangat penting dalam dunia profesional karena kita ingin dikenal atas skill dan pengetahuan kita yang relevan.

    5. Engagement Bukan Sekadar Kuantitas, Tapi Kualitas

    Ingat, engagement yang kita lakukan harus punya nilai tambah. Bukan sekadar spam komentar atau share artikel tanpa konteks. Fokus pada kualitas interaksi kita. Coba bagikan cerita pengalaman, opini yang menarik, atau solusi dari masalah yang sedang tren. Orang-orang akan lebih menghargai kita ketika melihat kita berkontribusi pada diskusi dengan cara yang meaningful.

    Menurut teori Reciprocal Altruism, ketika kita memberikan sesuatu yang bermanfaat tanpa mengharapkan balasan langsung, orang lain akan cenderung memberi timbal balik di masa depan. Jadi, kalau kita aktif memberikan insight dan dukungan di postingan orang lain, mereka akan lebih mungkin melakukan hal yang sama di postingan kita.

    Kesimpulan: Bangun Jaringan, Bukan Hanya Koneksi

    Engagement di LinkedIn bukan tentang seberapa banyak kita punya koneksi, tapi seberapa kuat jaringan yang kita bangun. Fokus untuk memberikan nilai, membangun hubungan yang nyata, dan berinteraksi dengan tulus. Mulailah dengan hal-hal sederhana: berikan komentar, bagikan pengalaman, atau sekadar mengucapkan selamat kepada rekan yang mendapat pencapaian baru.

    Di era di mana dunia digital jadi tempat kita berkumpul dan berkembang, engagement adalah kunci untuk membuka peluang yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Jadi, ayo mulai aktif engage dan lihat bagaimana karier dan bisnis kita bisa melejit lebih jauh!

    Selamat mencoba dan semoga sukses membangun jaringan yang kuat di LinkedIn!