Stories

  • Pentingnya Parenting yang Pas: Anak Sukses, Tapi Juga Bahagia!

    Halo, para orang tua keren dan calon orang tua masa depan! Pernah nggak sih kita mikir, apa tujuan utama kita dalam mendidik anak? Kalau cuma bikin mereka “sukses”, rasanya kurang lengkap. Anak sukses tapi stres, kerja mulu, atau nggak punya inner peace itu nggak banget, kan? Nah, kuncinya adalah pola asuh atau parenting yang nggak cuma fokus bikin anak jadi juara dunia, tapi juga bikin mereka bahagia secara lahir batin.

    Sukses dan Bahagia: Bisa Banget, Kok!

    Menurut psikolog Carol Dweck dalam bukunya Mindset: The New Psychology of Success, mindset orang tua memengaruhi banget perkembangan anak. Kalau kita terus nge-push mereka buat jadi yang “terbaik” tanpa peduli proses dan kebahagiaan mereka, anak bakal tumbuh dengan fixed mindset. Akibatnya, mereka jadi takut gagal, selalu insecure, dan kurang menikmati hidup. Sebaliknya, kalau kita ngajarin mereka untuk menghargai usaha, nikmatin proses, dan belajar dari kesalahan, mereka bakal punya growth mindset. Inilah yang bikin mereka nggak cuma sukses secara akademis atau karier, tapi juga bahagia.

    Parenting = Investasi Jangka Panjang

    Menurut penelitian dari Harvard Center on the Developing Child, pengalaman masa kecil itu bikin pondasi perkembangan otak. Kalau pola asuh kita bikin anak merasa aman, diterima, dan dihargai, mereka bakal tumbuh dengan rasa percaya diri dan punya kemampuan mengelola emosi yang baik. Tapi kalau kita terlalu keras, nggak peka, atau overprotektif? Uh-oh, anak bisa tumbuh dengan masalah kepercayaan diri dan kesulitan bersosialisasi.

    Pola Asuh Zaman Now: Bukan Sekadar “Yang Penting Mereka Nurut”

    Dr. Shefali Tsabary, penulis The Conscious Parent, bilang kalau orang tua seringkali ngejar mimpi mereka lewat anak. “Ayo les ini, les itu, biar nanti jadi dokter!” Padahal, setiap anak punya jalan hidupnya sendiri. Tugas kita adalah jadi mentor, bukan bos. Parenting yang sadar (atau conscious parenting) ngajarin kita buat lebih peka sama emosi anak, mendukung mereka jadi diri sendiri, sambil tetap ngarahin mereka biar nggak salah jalan.

    Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?

    1. Kenali Anak, Jangan Samakan Mereka Sama Diri Kita
      Anak itu unik. Apa yang bikin kita bahagia belum tentu bikin mereka happy. Dengarkan mereka, kenali minatnya, dan dukung apa yang bikin mereka semangat.
    2. Ajari Mereka Cara Berjuang, Bukan Cuma Menang
      Jangan fokus ke hasil aja, misalnya nilai 100 atau piala lomba. Ajari mereka buat belajar dari kegagalan dan nikmati perjalanan hidup.
    3. Jangan Cuma Jadi Orang Tua, Tapi Juga Teman
      Anak butuh merasa didengar dan dimengerti. Kalau mereka tahu kita selalu ada buat mereka, mereka bakal lebih terbuka dan merasa aman.
    4. Latih Emosi Anak
      Menurut Dr. John Gottman, penulis Raising an Emotionally Intelligent Child, cara kita merespons emosi anak itu penting banget. Bantu mereka memahami dan mengelola emosi, misalnya dengan bilang, “Mama tahu kamu lagi sedih karena mainannya rusak. Yuk kita cari solusi bareng-bareng!”

    Akhir Kata

    Parenting itu nggak ada yang sempurna. Tapi kalau kita berusaha ngasih yang terbaik dengan hati, anak kita pasti bisa tumbuh jadi orang yang sukses dan bahagia. Ingat, tujuan kita adalah membesarkan anak yang nggak cuma hebat di luar, tapi juga damai di dalam. Karena hidup itu nggak cuma soal berprestasi, tapi juga menikmati.

    So, yuk jadi orang tua keren yang nggak cuma nge-push anak buat sukses, tapi juga buat bahagia! Baca buku Super, Child Happy Child: Pola Asuh Mendidik Anak Bahagia dan Sukses untuk belajar langsung dari bagaimana para orang tua hebat di seluruh dunia.


  • Strategi Memanfaatkan LinkedIn untuk Mengembangkan Bisnis

    Di sebuah kafe coworking space, dua rekan pengusaha sedang berbincang.

    Reza: “Gimana, bisnis konsultasimu? Lancar nggak akhir-akhir ini?”

    Dinda: “Lumayan, sih. Tapi aku lagi nyari cara biar bisa dapet klien lebih banyak. Pemasaran di Instagram cukup bagus, tapi kayaknya kurang cocok buat klien B2B.”

    Reza: “Kamu udah coba LinkedIn? Aku kemarin pake strategi LinkedIn buat agensiku, dan dalam tiga bulan, aku dapet dua klien besar.”

    Dinda: “LinkedIn? Aku cuma pake buat update karier atau nyari karyawan. Bisa ya, buat marketing?”

    Reza: “Bisa banget. LinkedIn itu tempatnya orang-orang profesional. Kalau kamu main strateginya, bisa langsung target ke decision maker. Mau aku kasih beberapa tips?”

    Dinda: “Boleh dong! Pas banget aku butuh cara baru buat ekspansi.”

    ***

    Di era digital, platform LinkedIn telah berkembang menjadi alat strategis yang tidak hanya mendukung personal branding tetapi juga membuka peluang besar untuk mengembangkan bisnis. Dengan lebih dari 930 juta pengguna di seluruh dunia (Statista, 2024), LinkedIn menjadi ruang interaksi profesional yang ideal untuk memperluas jaringan, membangun otoritas industri, dan menghubungkan bisnis dengan pelanggan potensial.

    Dalam artikel ini, kita akan membahas strategi memanfaatkan LinkedIn untuk pengembangan bisnis, didukung oleh teori, studi kasus, dan insights dari para ahli.


    1. Memahami LinkedIn sebagai Platform Profesional

    Menurut Social Capital Theory yang diutarakan oleh Pierre Bourdieu, hubungan sosial dapat menjadi modal yang memperkuat daya saing. LinkedIn adalah wujud nyata dari teori ini, memungkinkan individu dan bisnis untuk membangun modal sosial melalui jaringan profesional. Dalam konteks bisnis, hal ini diterjemahkan menjadi koneksi yang relevan, peluang kerja sama, dan peningkatan kepercayaan audiens.

    Apa yang Membuat LinkedIn Unik?

    • Platform ini dirancang khusus untuk tujuan profesional, berbeda dengan media sosial lain yang cenderung bersifat pribadi.
    • Algoritma LinkedIn mendukung konten yang memberikan nilai edukatif dan informatif, membuatnya lebih mudah menjangkau audiens yang tepat.

    2. Strategi Optimalisasi LinkedIn untuk Bisnis

    a. Bangun Profil yang Menarik dan Profesional

    Profil perusahaan atau individu di LinkedIn adalah wajah pertama yang dilihat oleh audiens. Pastikan profil Anda memiliki:

    • Foto profil dan sampul berkualitas: Gunakan visual profesional yang mencerminkan brand Anda.
    • Deskripsi yang jelas: Sampaikan value proposition bisnis Anda dengan ringkas dan menarik.
    • Konten berkualitas: Berbagi artikel, posting, dan pembaruan yang relevan dengan industri Anda.

    b. Bangun Otoritas melalui Konten

    Menurut Content Marketing Institute, 78% pembeli B2B menggunakan konten untuk riset sebelum memutuskan pembelian. Di LinkedIn, Anda bisa:

    • Membagikan artikel yang menunjukkan wawasan industri.
    • Mempublikasikan studi kasus atau kesuksesan bisnis Anda.
    • Menggunakan fitur LinkedIn Live untuk webinar atau sesi tanya jawab.

    Studi Kasus:
    Microsoft berhasil membangun kehadiran kuat di LinkedIn dengan membagikan konten edukatif, seperti panduan kerja digital, laporan riset, dan kisah sukses pelanggan mereka. Ini meningkatkan persepsi mereka sebagai pemimpin industri dan mendorong interaksi pelanggan.

    c. Manfaatkan Iklan dan Fitur Analytics

    LinkedIn Ads menawarkan opsi penargetan yang sangat spesifik berdasarkan jabatan, industri, dan lokasi. Dengan LinkedIn Campaign Manager, Anda dapat melacak metrik seperti:

    • Jumlah klik.
    • Interaksi dengan konten.
    • ROI kampanye Anda.

    d. Bangun Hubungan Melalui Networking

    Networking adalah inti dari LinkedIn. Menurut buku Give and Take karya Adam Grant, membangun hubungan profesional yang baik membutuhkan keseimbangan antara memberi dan menerima.

    • Kirim pesan personal saat menambahkan koneksi baru.
    • Bergabunglah dengan grup diskusi yang relevan.
    • Sediakan waktu untuk memberi komentar atau berbagi wawasan di posting orang lain.

    Pelajaran dari Reid Hoffman, Pendiri LinkedIn:
    Dalam bukunya The Startup of You, Hoffman menyebut bahwa LinkedIn dirancang untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan. Strategi “jaringan kuat dan jaringan lemah” memungkinkan bisnis untuk terhubung dengan lebih banyak peluang melalui koneksi tidak langsung.


    3. Studi Kasus: HubSpot dan Suksesnya di LinkedIn

    HubSpot, perusahaan perangkat lunak pemasaran, menggunakan LinkedIn sebagai saluran utama untuk menghasilkan prospek. Strategi mereka meliputi:

    • Membuat konten edukasi tentang pemasaran digital yang relevan untuk audiens mereka.
    • Menggunakan LinkedIn Lead Gen Forms untuk mempermudah pengumpulan data pelanggan.
    • Berkolaborasi dengan karyawan mereka untuk membagikan konten perusahaan, sehingga memperluas jangkauan secara organik.

    Hasilnya? HubSpot berhasil meningkatkan prospek B2B mereka hingga 45% hanya dalam satu tahun.


    4. Tips Praktis untuk Memulai

    • Gunakan Visual yang Menarik: Postingan dengan gambar atau video memiliki tingkat interaksi hingga 98% lebih tinggi.
    • Konsisten Membagikan Konten: Jadwalkan posting secara rutin untuk membangun kehadiran yang kuat.
    • Libatkan Tim Anda: Dorong karyawan untuk membagikan konten perusahaan, sehingga meningkatkan kredibilitas bisnis.
    • Manfaatkan Fitur Premium: LinkedIn Sales Navigator dapat membantu Anda menargetkan pelanggan potensial secara lebih spesifik.

    Kesimpulan

    LinkedIn adalah platform yang sangat potensial untuk mengembangkan bisnis, terutama dalam konteks B2B. Dengan membangun profil yang menarik, memanfaatkan konten berkualitas, dan memperluas jaringan, bisnis Anda dapat menjangkau audiens yang relevan dan membangun kepercayaan.

    Seperti yang dikatakan oleh Reid Hoffman, “Hubungan adalah modal yang paling berharga dalam dunia bisnis.” LinkedIn memberi Anda kesempatan untuk membangun modal tersebut dan menggunakannya untuk mendorong pertumbuhan bisnis Anda.

    Jika Anda belum memanfaatkan LinkedIn secara maksimal, inilah saat yang tepat untuk memulainya. Dengan strategi yang tepat, Anda tidak hanya memperluas jaringan, tetapi juga menciptakan peluang bisnis yang lebih besar.


  • LinkedIn untuk Pencari Kerja

    Teman A: “Eh, kamu udah denger belum? Teman kita si Joni baru dapet kerja di startup keren! Gila, padahal dia baru lulus!”

    Teman B: “Iya, gue juga denger. Gimana ya, kok bisa sih? Padahal banyak yang nyari kerja, masih sibuk ngelamar sana-sini!”

    Teman A: “Nah, itu dia! Mungkin Joni punya strategi jitu. Kita mesti belajar dari dia!”

    Halo, Sobat Pencari Kerja!

    Wududuh, kadang berburu kerja itu kayak main game, ya? Banyak rintangan, level-level yang harus dilalui, dan kadang kamu merasa stuck. Tapi tenang aja, di artikel ini, gue bakal kasih kamu 5 strategi jitu buat jadi pencari kerja yang lebih efektif.

    1. Bangun Brand Diri yang Kuat

    Pertama-tama, guys, penting banget buat kamu membangun personal branding. Di era digital kayak sekarang, profil medsos kamu bisa jadi pintu masuk yang nentuin masa depan kariermu. Coba deh update LinkedIn kamu, share accomplishment, dan ikut diskusi di grup profesional. Menurut survei dari LinkedIn, 85% dari perekrut mencari kandidat melalui profil online mereka. Jadi, pastikan kamu mencerminkan diri kamu dengan baik!

    2. Networking, Networking, Networking!

    Jangan remehkan kekuatan relasi! Melibatkan diri dalam komunitas atau acara, baik online maupun offline, bisa ngebuka banyak peluang. Kayak yang terjadi pada Lisa, yang dapet tawaran kerja dari hasil networking di event seminar. Dia ngobrol sama orang penting, dan voila, kesempatan kerja pun datang!

    3. Skill yang Sesuai dengan Kebutuhan Pasar

    Yup, di dunia kerja, skill itu kayak currency. Kembangkan skill-skill yang dibutuhkan industri. Misalnya, kalau kamu mau kerja di bidang digital marketing, pelajarin SEO, Google Analytics, dan social media marketing. Menurut LinkedIn’s 2023 Emerging Jobs Report, permintaan untuk digital marketing specialists meningkat 34% tahun ini. Jadi, jangan ketinggalan, ya!

    4. Berkreasi dengan CV dan Surat Lamaran

    CV kamu adalah tiket menuju interview pertama. Jaman sekarang, kamu bisa bikin CV yang unik dan menarik. Gunakan template yang eye-catching, tapi tetap profesional. Tampilkan pengalaman dan keahlian yang sesuai dengan posisi yang dilamar. Dan, jangan lupa, rancang surat lamaran kamu dengan cara yang personal, seolah kamu lagi ngobrol sama si perekrut.

    5. Tes Gelombang Pertama: Interview

    Oke, kamu sudah lolos ke tahap interview, selamat! Nah, di sini kamu harus jadi diri sendiri, tapi tetap tunjukkan profesionalisme. Siapkan jawaban untuk pertanyaan umum dan beberapa pertanyaan pintar tentang perusahaan. Di sini, penting banget untuk riset tentang perusahaan yang kamu lamar. Misalnya, mintalah waktu untuk bertanya tentang budaya perusahaan saat interview, ini menunjukkan kamu serius dan tertarik.

    Studi Kasus:

    Untuk nguatkan poin-poin di atas, kita bisa lihat kisah sukses dari Sarah (bukan nama sebenarnya), seorang fresh graduate yang sukses dapet pekerjaan impiannya. Dia menggunakan LinkedIn dengan aktif untuk networking dan ikut berbagai webinar. Sarah juga meng-upgrade skill-nya dengan mengikuti kursus online yang relevan. Akhirnya, dia berhasil melamar di sebuah perusahaan ternama dengan CV yang menarik dan berhasil melewati interview hanya dalam waktu 3 minggu!


    Kesimpulan:

    Jadi, untuk kamu yang lagi cari kerja, jangan menyerah! Gunakan strategi-strategi di atas, bangun networking, dan pastikan kamu siap menghadapi dunia kerja dengan percaya diri. Lihat Joni dan Sarah sebagai inspirasi kamu. Ingat, kerja keras dan kesabaran bakal mengantarkan kamu ke posisi yang kamu impikan. Semangat ya!

    #PencariKerja #KarierImpian #Networking #SkillDevelopment #GenZ #Milenial

     


  • Konsistensi Posting di LinkedIn

    Dina: “Kok kayaknya akun LinkedIn kamu aktif banget sekarang, ya? Posting terus, kayaknya selalu ada aja yang seru buat dibahas. Tapi jujur, aku heran deh, gimana kamu bisa konsisten kayak gitu? Aku tuh sering banget mulai, tapi ya udah, stuck lagi.”

    Rico: “Awalnya aku juga sering stuck, Dina. Tapi setelah aku coba konsisten posting, engagement naik, network makin berkembang, dan mulai banyak yang notice. Ternyata konsistensi itu kunci banget buat bangun trust dan personal branding di LinkedIn. Malah, dari sana aku dapat beberapa project baru juga!”

    Konsistensi Posting di LinkedIn: Kunci Membangun Hubungan, Trust, dan Kesuksesan Karier

    Di dunia profesional, LinkedIn adalah salah satu platform terbaik buat kita membangun personal brand dan menjalin networking. Tapi satu hal yang sering banget dilupakan atau diabaikan oleh banyak orang adalah konsistensi. Mereka mungkin hanya posting sesekali saat ada momen penting, lalu hilang begitu saja tanpa jejak. Padahal, dengan konsisten posting, kita bisa membangun hubungan yang lebih baik, memperkuat trust, dan akhirnya membuka peluang baru dalam karier maupun bisnis.

    Mengapa Konsistensi Posting di LinkedIn Itu Penting?

    1. Meningkatkan Visibility dan Awareness

      Dalam teori Rule of Seven yang dipakai di dunia marketing, disebutkan bahwa orang perlu melihat atau berinteraksi dengan brand sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya memutuskan untuk engage atau bertindak. Hal yang sama berlaku di LinkedIn. Kalau kita hanya posting sekali dua kali dalam sebulan, audiens mungkin tidak akan cukup sering melihat konten kita sehingga sulit bagi mereka untuk mengingat siapa kita dan apa yang kita tawarkan. Dengan konsistensi, kita bisa memastikan bahwa nama kita tetap ada di radar audiens.

    2. Membangun Trust dan Kredibilitas

      Konsistensi adalah salah satu kunci membangun trust. Menurut teori Consistency Principle dari Robert Cialdini, orang cenderung lebih percaya pada individu atau brand yang konsisten dalam perkataan dan tindakan mereka. Ketika kita konsisten berbagi insight, tips, atau pengalaman, orang akan melihat kita sebagai seseorang yang dedicated dan serius dalam bidang yang kita geluti. Ini membantu membangun kredibilitas dan kepercayaan di mata audiens.

    3. Menguatkan Personal Branding

      Dalam membangun personal brand, penting untuk menunjukkan eksistensi dan keahlian kita secara teratur. Dengan konsisten posting, kita bisa membagikan pandangan, opini, dan pengalaman yang menunjukkan siapa diri kita dan apa yang kita perjuangkan. Seiring waktu, orang akan mengenali kita sebagai seseorang yang memiliki wawasan mendalam di bidang tertentu. Menurut Jeff Bezos, “Your brand is what people say about you when you’re not in the room.” Jadi, dengan konsisten posting, kita membantu membentuk persepsi yang positif tentang diri kita di mata audiens.

    4. Mendapatkan Engagement dan Memperluas Network

      Algoritma LinkedIn sangat mengutamakan engagement. Konten yang lebih sering dibagikan dan dikomentari akan mendapatkan visibilitas lebih tinggi. Ketika kita konsisten, peluang untuk mendapatkan engagement seperti likes, comments, dan shares juga meningkat. Dari engagement inilah kita bisa memperluas jaringan dan bahkan membuka peluang kolaborasi atau proyek baru.

    Bagaimana Cara Memulai Konsistensi Posting di LinkedIn?

    1. Tentukan Niche dan Topik yang Relevan

      Sebelum mulai konsisten posting, penting untuk menentukan niche atau topik yang ingin kita fokuskan. Apakah kita ingin berbagi tentang leadership, digital marketing, teknologi, atau topik lainnya? Dengan fokus pada satu atau beberapa topik, kita bisa membangun audiens yang tertarik pada hal yang sama dan lebih mudah untuk engage.

    2. Buat Jadwal Posting

      Salah satu cara untuk menjaga konsistensi adalah dengan membuat jadwal posting. Misalnya, kita bisa memutuskan untuk posting dua kali seminggu, setiap Selasa dan Kamis. Dengan memiliki jadwal, kita akan lebih mudah untuk mengatur waktu dan merencanakan konten yang akan dibagikan.

    3. Gunakan Format yang Beragam

      Nggak harus selalu berupa artikel panjang atau tulisan serius. Kita bisa variasikan dengan berbagai format, seperti infografis, video pendek, polling, atau bahkan cerita singkat dari pengalaman pribadi. Yang penting, kontennya tetap relevan dan memberikan nilai tambah bagi audiens.

    4. Evaluasi dan Adaptasi

      Konsistensi bukan berarti kita nggak perlu melakukan evaluasi. Justru, kita harus rutin mengevaluasi performa postingan kita. Lihat jenis konten apa yang mendapatkan engagement paling tinggi, topik apa yang paling diminati, dan feedback apa yang diberikan oleh audiens. Dari situ, kita bisa menyesuaikan strategi dan konten kita ke depannya.

    Contoh Nyata: Sukses dengan Konsistensi di LinkedIn

    Salah satu contoh nyata adalah Agung Setiawan, seorang konsultan keuangan yang awalnya tidak terlalu aktif di LinkedIn. Setelah ia memutuskan untuk konsisten posting setiap minggu tentang tips keuangan dan investasi, engagement di profilnya meningkat drastis. Dari yang awalnya hanya beberapa likes, kini setiap postingannya bisa mendapatkan ratusan likes dan puluhan komentar. Lebih dari itu, Agung juga mendapatkan beberapa klien baru dan bahkan diundang sebagai pembicara di beberapa seminar online. Konsistensi membuatnya dikenal sebagai expert di bidangnya dan membuka berbagai peluang baru.

    Kesimpulan

    Konsistensi adalah fondasi dalam membangun kehadiran yang kuat di LinkedIn. Dengan konsisten posting, kita tidak hanya meningkatkan visibilitas dan engagement, tetapi juga membangun trust dan kredibilitas yang bisa mengarah pada peluang karier maupun bisnis yang lebih besar. Ingat, membangun personal brand dan network itu bukan sesuatu yang instan, tapi dengan konsistensi, kita bisa mencapai hasil yang luar biasa dalam jangka panjang.

    Jadi, jangan ragu untuk mulai konsisten posting di LinkedIn dari sekarang. Buat jadwal, pilih topik yang relevan, dan mulai berbagi insight atau pengalamanmu. Siapa tahu, peluang besar berikutnya datang dari tulisanmu di LinkedIn. Selamat mencoba dan semoga sukses!


  • Agar Generasi Tanpa Ayah Tidak Semakin Parah

    “Tahu nggak bro, ternyata si X itu hanya punya ibu loh. Gak jelas bokapnya siapa dan di mana. Kemarin doi baru curhat ke aku.”
    “Papaku ada tapi seperti tiada. Ia berangkat kerja sebelum aku bangun, dan baru balik kerja setelah aku tidur. Dia nggak pernah ada di hidupku. Tak pernah mengantarku sekolah, tak pernah menanyakan kabarku, boro-boro peduli dengan diriku. Dia ada secara fisik, tapi tidak secara emosional.”
    “Oh pantes dia suka mabuk-mabukan, pake narkoba, dan terjerumus seks bebas; ternyata dari kecil ayahnya meninggalkan ibunya. Arah hidupnya nggak jelas. Dia kehilangan figur ayah sejak dini.”

    Apakah pernyataan seperti di atas tidak asing di telinga Anda?
    Atau mungkin begitu dekat dengan kehidupan Anda selama ini?

    Harus kita akui atau tidak, generasi tanpa ayah (fatherless) ada di sekitar kita. Mereka bukan semata-mata anak yatim yang ditinggak ayahnya wafat. Namun yang lebih sering banyak terjadi adalah para anak yang ditinggal ayahnya karena cerai, atau bahkan masih tinggal serumah dengan ayahnya tapi sama sekali tidak diperhatikan.

    Tidak adanya ayah dalam kehidupan anak-anak mereka bukanlah hal yang aneh. David Blankenhorn (1995), penulis Fatherless America, pernah menulis bahwa Amerika Serikat menjadi masyarakat yang semakin tidak memiliki ayah. Satu generasi yang lalu, seorang anak Amerika dapat berharap untuk tumbuh bersama ayahnya. Saat ini, seorang anak Amerika dapat berharap untuk tidak melakukannya. Kenyataan tersebut tidaklah berlebihan mengingat menurut sebuah studi Biro Sensus AS tahun 2019, hampir 16 juta anak-sekitar 21% – hanya tinggal dengan ibu tunggal, dibandingkan dengan 8% pada tahun 1960.

    Sayangnya, saya tidak menemukan data serupa di Indonesia. Saya belum pernah mendapatkan data komprehensif yang memetakan seberapa tinggi persentase anak-anak Indonesia yang hidup tanpa ayahn mereka, baik secara fisik maupun emosional. Hanya saja beberapa tahun lalu negara kita pernah dijuluki sebagai salah satu Fatherless Country terburuk di dunia meskipun bukti pendukungnya (data) masih banyak yang meragukan.

    Kendati belum (atau tidak pernah) ada survei ketidakhadiran ayah secara nasional yang diselenggarakan oleh negara, saat ini kita begitu  mudah mendapati anak-anak yang hidup tanpa figur ayahnya. Entah karena ayah bercerai dengan ibu yang menyebabkan akses komunikasi anak terhadap ayah tertutup, maupun anak-anak yang diacuhkan oleh ayahnya dengan dalih kesibukan kerja.

    Dampak Ketidakhadiran Ayah Pada Anak
    Generasi tanpa ayah sejatinya adalah isu yang begitu besar. Pasalnya, akar dari hampir segala masalah sosial entah itu pemerkosaan, pelecehan seksual, “penyimpangan” orientasi seksual, penyalahgunaan narkoba, bunuh diri, kemiskinan, dan berderet bentuk kriminalitas adalah keluarga.

    Sebagai contoh, menurut data Biro Sensus AS anak-anak di rumah tanpa ayah hampir empat kali lebih mungkin menjadi miskin. Pada tahun 2011, 12 persen anak-anak dalam keluarga pasangan suami istri hidup dalam kemiskinan, dibandingkan dengan 44 persen anak-anak dalam keluarga ibu saja.

    Sementara itu, menurut temuan Edward Kruk, 71% kasus putus sekolah menengah adalah yatim piatu. Mereka memiliki lebih banyak masalah secara akademis, mendapat nilai buruk pada tes membaca, matematika, dan keterampilan berpikir. Anak-anak dari rumah yang tidak memiliki ayah lebih mungkin bolos sekolah, lebih mungkin dikeluarkan dari sekolah, lebih mungkin meninggalkan sekolah pada usia 16 tahun, dan lebih kecil kemungkinannya untuk mencapai kualifikasi akademik dan profesional di masa dewasa.

    Sebuah penelitian yang menggunakan sampel 1.409 remaja (851 perempuan dan 558 laki – laki) berusia 11-18 tahun, menyelidiki korelasi antara ketidakhadiran ayah dan aktivitas seksual yang dilaporkan sendiri. Hasilnya mengungkapkan bahwa remaja yang tinggal di rumah tanpa kehadiran ayah lebih cenderung melaporkan aktif secara seksual dibandingkan dengan remaja yang tinggal bersama ayah mereka. Penelitian tersebut pernah dipublikasikan pada National Library of Medicine, Amerika Serikat.

    Adapun temuan penelitian Jennifer Rainey sebagaimana yang dirilis webmd.com menyebutkan bahwa anak-anak dari rumah orang tua tunggal lebih dari dua kali lebih mungkin untuk bunuh diri.

    Mendapati fakta-fakta di atas, bagaimana dengan respons Anda?
    Percayakah Anda dengan dampak negatif dari anak-anak yang tidak memiliki figur ayah dalam hidupnya?

    Peran Ayah yang Sesungguhnya
    Tumbuh kembang anak sudah semestinya bukan semata-mata tanggung jawab ibu. Karena sejatinya seorang ayah adalah kepala keluarga yang memikul beban lebih besar.

    Sudah semestinya ayah untuk tidak hanya fokus mencari nafkah tapi melupakan aspek-aspek lain. Karena sesungguhnya, ada begitu banyak peran yang dapat dimainkannya sesuai tahap-tahap perkembangan anak.

    Jadi, ayah yang ideal adalah ayah yang dapat memainkan beberapa peran sebagai berikut.

    Peran pertama adalah pencari nafkah. Ayah adalah tulang punggung keluarga. Meskipun kini banyak perempuan yang juga membantu perekonomian keluarga dengan sama-sama bekerja, namun ayahlah yang paling berperan dalam stabilitas perekonomian keluarga.

    Sudah menjadi rahasia umum bahwa ayah paling bertanggung jawab dengan masa depan keluarganya, khususnya anak-anaknya. Sayangnya, selama ini tidak sedikit para ayah di tanah air yang hanya memainkan peran ini.

    Peran kedua, ayah adalah pelindung. Ayah yang hebat membantu memastikan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka. Ayahlah yang memastikan keamanan anak-anaknya dari marabahaya. Ayahlah yang berperan mewujudkan lingkungan yang aman, nyaman dan layak untuk tumbung kembang anaknya.

    Peran ketiga, ayah sebagai guru. Mengajari anak-anak keterampilan hidup yang penting, menanamkan nilai-nilai dan berbagi pengetahuan adalah bagian inti dari menjadi seorang ayah.
    Ayah adalah mentor alami bagi putra-putrinya. Entah dari sesederhana mengajari anak membaca dan naik sepeda, hingga sekompleks dalam mengarahkan jurusan kuliah dan memilih pekerjaan sesuai minat, bakat, kekuatan, dan passion mereka.

    Peran keempat, ayah sebagai panutan atau role model. Anak adalah cermin dari ayahnya. Jika ayah mencontohkan yang baik dalam menjaga kebersihan, kecil kemungkinannya anak-anak mereka kelak akan membuang sampang sembarangan. Bila ayah mencontohkan ketekunan dalam bekerja dan berbisnis, kecil kemungkinan anak-anak mereka untuk menjadi pemalas di kemudian hari.

    Peran kelima, ayah sebagai pengasuh. Meskipun pengasuhan cenderung diasosiasikan dengan ibu, ayah juga dapat memberikan dukungan emosional, kenyamanan, dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Menjadi tersedia secara emosional dan memberikan cinta dan perhatian sangatlah penting.

    Apalagi di “zaman now” seperti sekarang. Anak-anak kita begitu mudah dipengaruhi oleh konten-konten dari televisi dan media sosial atau internet. Jika ayah tidak mengawasi perilaku anak, sudah pasti mereka akan bermasalah di kemudian hari.

    Pendidikan pertama dan paling penting adalah keluarga. Tempat penitipan anak maupun sekolah formal dari TK hingga perguruan tinggi tidak cukup untuk membentuk anak yang sukses dan berkarakter tanpa peran ayah.

    Peran keenam, ayah sebagai teman bermain. Idealnya, ayah bisa menjadi teman bermain terbaik anaknya. Untuk itu, ayah perlu mengenali jenis-jenis permainan apa yang dapat merangsang kecerdasan anaknya.

    Sedari kecil, ayah perlu memberikan berderet jenis permainan yang dapat mengasah kecerdasan majemuk anak. Akan lebih baik jika ayah dapat meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk menemani anak bermain sambil belajar.

    Peran ketujuh, ayah sebagai penegak kedisiplinan. Ayah harus mampu bekerja sama dengan ibu dalam menetapkan batasan dan aturan untuk perilaku anak-anak mereka. Mereka berperan dalam mengajarkan disiplin dan tanggung jawab.

    Ayah perlu tegas dalam memberikan batasan seberapa lama anak bermain ponsel, mengingatkan anak untuk beribadah, hingga seberapa boleh anak bergaul dengan lawan jenis.

    Pada akhirnya, seorang anak yang sukses dan bahagia dibentuk dari kerja sama memainkan peran antara ayah dan ibu. Jika hanya salah satu orang tua yang peran, itu ibarat burung yang hanya memiliki satu sayap. Sehingga, burung itu tidak dapat terbang tinggi di angkasa sebagaimana seharusnya.


  • Pentingnya Kemampuan Menulis di LinkedIn

    Rina: “Eh, kamu kok rajin banget nulis di LinkedIn sekarang? Aku suka, sih, baca postingan kamu. Tapi jujur, aku sering bingung mau nulis apa. Rasanya kayak nggak pede gitu, takut nggak ada yang baca.”

    Ardi: “Iya, awalnya aku juga ngerasa gitu, Rina. Tapi ternyata, konsisten menulis di LinkedIn itu bikin aku makin dikenal. Nggak cuma soal engagement, tapi juga banyak yang mulai kontak aku untuk kolaborasi dan proyek. Ternyata, kemampuan menulis itu powerful banget buat bangun trust dan branding, apalagi di platform profesional kayak LinkedIn.”

    Pentingnya Kemampuan Menulis di LinkedIn: Kunci Membangun Hubungan, Trust, dan Kesuksesan

    Di era digital ini, LinkedIn menjadi salah satu platform yang paling banyak digunakan untuk networking profesional. Bukan cuma tempat cari kerja atau update CV, LinkedIn adalah tempat kita bisa membangun personal branding, menambah koneksi, hingga mempromosikan bisnis. Salah satu cara terbaik untuk mencapai itu semua adalah dengan menulis.

    Banyak orang berpikir, menulis di LinkedIn itu ribet, susah, dan hanya untuk mereka yang “jago nulis”. Padahal, kemampuan menulis itu bisa dipelajari, dan manfaatnya sangat besar bagi karier dan bisnis kita.

    Mengapa Menulis di LinkedIn Penting?

    1. Meningkatkan Personal Branding

      Dalam teori Personal Branding dari Tom Peters, membangun personal brand adalah tentang bagaimana kita memperkenalkan diri dan membedakan diri dari orang lain. Di LinkedIn, menulis secara konsisten adalah cara yang efektif untuk menunjukkan keahlian kita dan memperkuat citra diri. Melalui tulisan, kita bisa membagikan pengetahuan, pengalaman, dan opini kita terhadap tren industri. Ini membantu audiens memahami siapa kita, apa keahlian kita, dan apa yang kita perjuangkan.

    2. Membangun Koneksi yang Lebih Kuat

      Menulis di LinkedIn bukan cuma soal “mendapatkan likes” atau “views”, tapi juga membangun hubungan. Saat kita membagikan pengalaman atau insight, kita membuka ruang diskusi dengan audiens yang punya minat yang sama. Menurut teori Reciprocity dari Robert Cialdini, ketika kita berbagi sesuatu yang bermanfaat, orang lain merasa terdorong untuk merespons atau memberikan timbal balik. Menulis konten yang relevan dan bermanfaat bisa memicu interaksi yang lebih mendalam, dan pada akhirnya membantu kita membangun jaringan yang kuat.

    3. Meningkatkan Trust dan Kredibilitas

      Menulis secara konsisten di LinkedIn tentang topik yang kita kuasai bisa membuat orang melihat kita sebagai thought leader atau ahli di bidang tertentu. Menurut teori The Trust Equation dari Charles Green, kepercayaan dibangun melalui kredibilitas (apa yang kita katakan dan tulis), keandalan (konsistensi kita), dan keintiman (seberapa kita bisa connect dengan audiens). Dengan berbagi wawasan, pengalaman, atau pandangan kita, kita menunjukkan bahwa kita memiliki pemahaman yang mendalam dan dapat dipercaya di bidang tersebut.

    4. Melejitkan Karier dan Membuka Peluang Bisnis

      Banyak orang yang memulai menulis di LinkedIn tanpa ekspektasi tinggi, tapi akhirnya mendapatkan peluang karier atau bisnis yang tak terduga. Ketika kita membagikan konten yang bermanfaat dan relevan, kita menarik perhatian bukan hanya dari audiens biasa, tetapi juga dari perekrut, pemilik bisnis, atau calon klien yang mencari seseorang dengan keahlian tertentu. Menulis bisa menjadi “pintu masuk” yang membuka kesempatan baru dalam karier atau bisnis kita.

    Tips Efektif Menulis di LinkedIn

    1. Pahami Audiensmu

      Sebelum mulai menulis, pahami siapa target audiensmu. Apakah mereka profesional muda, pengusaha, atau pekerja di industri tertentu? Mengetahui siapa yang akan membaca tulisan kita membantu kita menentukan topik dan gaya bahasa yang tepat. Cobalah menulis konten yang bisa memberikan nilai tambah bagi mereka, misalnya tips karier, tren industri, atau insight dari pengalaman pribadi.

    2. Gunakan Gaya Bahasa yang Natural dan Relatable

      LinkedIn memang platform profesional, tapi bukan berarti kita harus selalu kaku dan formal. Cobalah menulis dengan gaya yang lebih natural, seolah-olah kamu sedang berbicara dengan teman. Ini membuat tulisan kita lebih mudah dicerna dan lebih enak dibaca. Cerita yang relatable juga lebih disukai karena orang bisa merasa terhubung dengan pengalaman kita.

    3. Berikan Nilai dalam Setiap Tulisan

      Pastikan setiap tulisan yang kamu buat memberikan nilai bagi pembaca. Misalnya, kalau kamu bercerita tentang kegagalan, sertakan pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman itu. Tulisan yang memberikan insight atau tips yang bermanfaat lebih mungkin untuk dibagikan dan mendapatkan engagement yang tinggi.

    4. Konsisten Menulis

      Konsistensi adalah kunci. Mungkin awalnya kamu tidak akan mendapatkan banyak likes atau komentar, tapi jangan menyerah. Seiring waktu, jika kamu konsisten dan kontenmu relevan, audiens akan mulai mengenali dan mengikuti tulisanmu. Konsistensi ini juga menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang dedicated dan serius dalam membangun personal branding.

    Contoh Nyata: Kesuksesan Melalui Menulis di LinkedIn

    Salah satu contoh yang inspiratif adalah Rizky Aditya, seorang marketing strategist yang awalnya hanya berbagi insight tentang digital marketing di LinkedIn. Dengan konsistensi dan fokus pada topik yang ia kuasai, Rizky berhasil mendapatkan ribuan followers. Melalui tulisan-tulisannya, ia membangun reputasi sebagai ahli di bidangnya dan mendapatkan banyak tawaran kerja sama bisnis, bahkan diundang sebagai pembicara di berbagai acara.

    Kesimpulan

    Kemampuan menulis adalah keterampilan yang bisa sangat berharga, terutama di LinkedIn. Dengan menulis secara konsisten dan berkualitas, kita bisa membangun personal branding yang kuat, menjalin hubungan yang lebih baik dengan audiens, dan meningkatkan trust serta kredibilitas di mata profesional lainnya. Menulis di LinkedIn bukan hanya soal berbagi pengetahuan, tetapi juga tentang membangun network, membuka peluang baru, dan melejitkan karier maupun bisnis kita.

    Jadi, apakah kamu sudah siap untuk mulai menulis di LinkedIn? Jangan ragu untuk berbagi cerita, insight, atau pengalamanmu. Ingat, setiap tulisan yang kamu bagikan bisa menjadi langkah kecil menuju kesuksesan besar. Selamat menulis dan sukses selalu!