Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa banyak naskah yang bagus justru kandas di meja editor Gramedia?
Sementara buku-buku yang Anda anggap “biasa saja” bisa melesat, terpampang rapi di rak toko buku terbesar di Indonesia?
Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa banyak naskah yang bagus justru kandas di meja editor Gramedia?
Sementara buku-buku yang Anda anggap “biasa saja” bisa melesat, terpampang rapi di rak toko buku terbesar di Indonesia?
Pernahkah Anda Membayangkan Menulis Buku, Tapi Tidak Punya Waktu?
Bayangkan Anda seorang pejabat publik dengan jadwal padat, seorang pengusaha yang sibuk membangun kerajaan bisnis, atau seorang artis yang setiap harinya dikejar deadline syuting dan panggung. Waktu Anda habis untuk bekerja, berkarya, memimpin, dan mengambil keputusan penting.
Jujur aja, gue pernah ngerasa kayak hidup ini dikelilingi orang yang “nggak nyambung.”
Lo juga pernah ngalamin nggak?
Pernah nggak lo mikir, kenapa ada orang yang punya segalanya tapi tetap nggak bahagia, sementara ada orang yang kelihatannya biasa-biasa aja tapi hidupnya ringan, adem, kayak selalu puas dengan apa yang ada?
Pernahkah Anda merasa ide di kepala berputar begitu cepat, tapi ketika hendak dituangkan ke dalam tulisan, tiba-tiba semua buyar?
Atau, Anda sebenarnya punya pengalaman luar biasa—sebagai pengusaha, pejabat publik, atau influencer—namun sulit menemukan waktu untuk menuliskannya agar bisa menginspirasi orang banyak?
Pernahkah Anda terpikir untuk menulis buku, artikel opini di media nasional, atau sekadar membangun jejak digital melalui tulisan yang berpengaruh… tetapi selalu tertunda?
Jika itu yang Anda alami, percayalah—Anda tidak sendirian. Banyak sekali decision maker dan public figure di negeri ini—mulai dari artis, pejabat negara, anggota DPR, menteri, pengusaha, hingga influencer—menghadapi tantangan serupa. Mereka memiliki gagasan besar, pengalaman berharga, serta sudut pandang mendalam, tetapi kesulitan menyajikannya dalam bentuk tulisan yang mengalir, kuat, dan menginspirasi.
Biasanya, pada titik ini muncul pemikiran: “Sepertinya saya butuh ghostwriter.”