Lucunya hidup, ya. Kita semua diajarin sejak kecil buat “jangan kebanyakan mimpi, nanti sakit kalau jatuh.” Kedengarannya bijak, padahal sering kali nasihat itu bikin kita mengecilkan diri sendiri bahkan sebelum bertanding. Ironis banget, kan? Kita yang katanya manusia paling sempurna, malah sering jadi penonton dari mimpi kita sendiri.
Saya juga pernah ada di fase itu—ngerasa nggak cukup pintar, nggak cukup keren, atau nggak cukup siap. Kayak ada suara kecil di kepala yang bilang, “Udah lah, realistis aja.” Vulnerability banget kalau diingat, karena sebenarnya itu cuma alasan biar nggak kecewa kalau gagal. Padahal yang lebih nyakitin justru hidup dengan standar rendah yang kita pasang sendiri.
Kalau boleh jujur, pikiran kecil itu ibarat kandang tak kasat mata. Kita jalan-jalan di dalamnya, nyaman karena aman, tapi nggak sadar itu bukan dunia sebenarnya. Begitu ketemu buku The Magic of Thinking Big karya David Joseph Schwartz, saya kayak nemu kunci buat keluar dari kandang itu.
Pikiran Itu Kayak Cermin Dua Arah
Schwartz ngajarin sesuatu yang sederhana tapi ngena: cara kita berpikir menentukan sebesar apa hidup kita. Kalau kita berpikir kecil, hasilnya kecil. Kalau berani berpikir besar, peluang terbuka lebar.
Bayangin pikiran itu kayak cermin dua arah di mall. Dari luar, orang cuma lihat permukaan. Tapi dari dalam, kalau kita jeli, kita bisa lihat lebih jauh. Sayangnya, banyak dari kita berdiri di sisi yang salah. Kita lihat diri sendiri cuma dari refleksi kecil yang sempit, bukan dari potensi luas di balik cermin itu.
Kenapa Ini Penting?
Mari kita tarik ke dunia kerja. Pernah nggak kamu lihat orang yang jago banget tapi kariernya gitu-gitu aja? Sering bukan karena skill kurang, tapi karena mindset-nya stuck. Mereka mikir, “Ah, gue kan cuma staff, nggak mungkin kasih ide ke bos.” Atau, “Mimpi punya bisnis sendiri? Gue siapa, modal aja nggak ada.”
Padahal, Schwartz bilang, banyak hambatan itu cuma imajinasi negatif. Kita bikin monster di kepala, lalu percaya monster itu nyata.
Contoh konkretnya? Saya punya temen yang kerja di start-up. Awalnya dia selalu minder kalau meeting, karena merasa junior. Suatu hari, dia nekat pitching ide produk baru. Semua orang bengong—bukan karena idenya jelek, tapi karena selama ini nggak ada yang mikir sejauh itu. Idenya dipakai, kariernya naik, dan sekarang dia jadi manager. Apa yang berubah? Bukan IQ, bukan gelar, tapi cara dia berpikir.
Atau lihat dunia musik. Banyak musisi indie yang awalnya cuma main di kafe kecil, tapi mereka berani mikir besar: bikin album, bikin konser, bahkan kolaborasi dengan brand gede. Yang bikin mereka naik bukan sekadar bakat, tapi keberanian untuk percaya bahwa “gue layak main di panggung lebih besar.”
Small Thinking Itu Kayak Wi-Fi Lemot
Biar gampang, saya kasih metafora yang relate ke hidup Gen Z: small thinking itu kayak Wi-Fi lemot. Sinyalnya ada, tapi kalau koneksi lemah, apa pun yang kita coba buka jadi muter-muter aja. Frustrasi, kan?
Sebaliknya, big thinking itu kayak upgrade ke fiber optic. Tiba-tiba pintu peluang kebuka cepat, ide ngalir lancar, dan dunia terasa lebih luas. Bukan berarti semua otomatis gampang, tapi setidaknya akses ke kemungkinan jadi jauh lebih besar.
Apa yang Saya Pelajari dari The Magic of Thinking Big
Ada beberapa hal praktis yang bikin saya mikir ulang tentang cara hidup dan karier:
-
Excusitis, the failure disease.
Kita jago bikin alasan: “Gue nggak punya waktu,” “Gue bukan orang pintar,” “Gue nggak kenal siapa-siapa.” Padahal alasan itu kayak virus yang bikin mimpi layu. Schwartz ngajarin, stop cari pembenaran—mulai cari cara. -
Believe you can move forward, and you will.
Pikiran kita kayak remote control. Kalau kita pencet tombol “bisa”, badan kita ikut bergerak ke arah itu. Kalau kita pencet tombol “nggak bisa”, ya mandek di situ-situ aja. -
Visualize success.
Orang sering ngebayangin kegagalan lebih banyak daripada keberhasilan. Padahal energi yang sama bisa dipakai buat bikin “film sukses” di kepala. Dan anehnya, tubuh kita sering bergerak sesuai film yang kita putar. -
Think progress, not perfection.
Berpikir besar bukan berarti harus langsung sempurna. Yang penting terus bergerak maju. Kayak main game RPG—level up itu sedikit-sedikit, bukan sekali jadi.
Relevansi Buat Karier dan Kehidupan
Nah, kalau kita tarik ke kehidupan sehari-hari, apa sih dampaknya?
-
Dalam karier: Berani apply kerjaan yang kelihatan “ketinggian” justru bisa jadi jalan rezeki. Berani ambil proyek baru bikin kita belajar skill yang selama ini kita kira mustahil.
-
Dalam bisnis: Banyak UMKM tumbuh gede karena pemiliknya berani mikir di luar kelaziman. Dari jualan online kecil-kecilan jadi brand nasional. Semua berawal dari keberanian berpikir, “Kenapa nggak gue coba?”
-
Dalam hidup pribadi: Bahkan soal hubungan. Kalau kita percaya diri buat nyatakan perasaan atau set boundaries, hidup jadi lebih sehat. Pikiran besar = kualitas hidup lebih besar.
Gue Pun Masih Belajar
Jujur, gue juga masih sering kejebak small thinking. Kadang suka mikir, “Siapa gue nulis opini di LinkedIn? Emang ada yang baca?” Tapi tiap kali ada satu orang yang bilang, “Tulisan lo ngena banget,” gue sadar: ini bukan soal gue besar atau kecil, tapi soal gue berani mikir lebih luas dari ketakutan gue sendiri.
Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakuin?
Kalau mau nerapin The Magic of Thinking Big, mungkin bisa mulai dari tiga hal ini:
-
Ubah dialog batin. Dari “gue nggak bisa” jadi “gimana caranya gue bisa?”
-
Kelilingi diri dengan orang yang mikir besar. Energi mereka nular, serius.
-
Ambil langkah kecil ke arah besar. Bikin proyek kecil, tulis ide, speak up di meeting. Itu latihan otot mental buat mikir lebih besar.
Big Thinking = Big Living
Hidup itu terlalu singkat buat main aman terus. Kalau cuma blend in, kita bakal habis begitu aja tanpa jejak. Tapi kalau berani stand out, inspire, dan bikin legacy, kita punya alasan kuat buat bangun tiap pagi.
The Magic of Thinking Big ngajarin saya bahwa pikiran itu bukan cuma isi kepala, tapi kompas yang ngarahin hidup. Jadi kalau kompasnya kecil, ya hidup kita muter-muter di situ aja. Tapi kalau kompasnya besar, kita bisa menjelajah dunia yang jauh lebih luas.
***
Nah, bagaimana dengan diri lo? Sudah dapet banyak manfaat dari LinkedIn belum? Sudah tahu cara main LinkedIn yang efektif? Sudah paham jurus jitu dapet kerjaan tanpa melamar, dapet klien tanpa pitching, dapet orderan tanpa jualan, dapet investor tanpa proposal, atau dapet mitra bisnis tanpa menawarkan diri? Ikutin solusi gue ini:
Leave a Reply