Tag: Makna Hidup

  • Sabbatical: Seni Menemukan Makna Hidup Dalam Jeda

    Jeda ialah kemewahan yang sepertinya sulit dicapai oleh manusia modern. Sebuah masyarakat yang identik dengan kejar-mengejar  kekayaan, kekuasaan, dan ketenaran. Sebuah sistem sosial yang memuja-muja kesibukan, kecepatan, dan kompetisi di segala lini.

    Di Indonesia, jeda sepertinya masih dipandang tabu. Berhenti sejenak dari rutinitas nampaknya dianggap aib. Cuti agak panjang seringkali jadi bahan omongan. Karena katanya sukses identik dengan “bergerak”. Laksana mesin-mesin di pabrik.

    Namun, manusia bukanlah robot. Itu mengapa di  negara-negara Barat para lulusan SMA banyak yang “menunda perkuliahan” (Gap Year). Mereka menikmati satu tahun penuh untuk mencari apa yang benar-benar diinginkan dalam hidup sebelum masuk ke jenjang perguruan tinggi.   Begitupun dengan kaum profesional. Lumrah saja mereka mengambil cuti yang berkisar dua bulan hingga setahun (Career Break). Biasanya diisi dengan traveling, volunteering, menekuni hobi, mencoba hal-hal baru, atau sekedar kontemplasi.

    Buku ini menuturkan kisah nyata penulis mengambil Sabbatical. Suatu fase yang dimanfaatkan untuk mencari jati diri. Suatu masa yang diisi untuk menemukan apa  yang disebut dengan kebahagiaan. Suatu periode yang membawanya mewawancarai lebih dari 1200 orang dari semua strata sosial untuk menceritakan apa makna hidup. Dari pengamen sampai presiden. Dari bhiksu sampai jenderal. Dari penyanyi sampai profesor.

    Disajikan dengan gaya bertutur tanpa menggurui, buku ini mengajak pembaca melihat kehidupan dari sisi lain. Berhenti sejenak dari kesibukan untuk menemukenali diri sendiri (self-discovery), mencari tahu apa yang paling dianggap penting dalam hidup, dan mendatangkan kebahagiaan tanpa syarat. Lebih dari itu, memoar ini menyadarkan pentingnya mencari jati diri sebelum mematok goal yang lekat dengan be, do, dan have.

     

    Apa Yang Dibahas Dalam Buku Ini?

    • Mengedukasi pentingnya mengambil Sabbatical yang belum jamak dilakukan oleh masyarakat Indonesia
    • Menyadarkan para pelajar dan mahasiswa mengapa mengambil Gap Year penting sebelum menentukan jurusan dan profesi
    • Menuturkan manfaat Career Break dari perspektif individu dan profesional
    • Memaknai keberhasilan dan kebahagiaan dari beragam sudut pandang
    • Mengulas “seni mencari jati diri” melalui berderet metafora sederhana
    • Menemukenali minat, bakat, kekuatan, potensi, passion dan panggilan hidup
    • Mengajak pembaca mempertanyakan tujuan hidup

     

    Keunggulan Naskah

    • Belum ada satupun buku asli Indonesia yang membahas Sabbatical, Gap Year, atau Career Break. Sehingga, buku ini menjadi rujukan utama bagi siapa saja yang ingin mengambil “masa jeda” dalam hidupnya.
    • Menawarkan “intisari” penulis selama lebih dari setahun menikmati masa jeda.
    • Menguraikan pemaknaan hidup lebih dari 1200 orang di 50 kota dan 10 negara yang penulis temui selama masa jeda. Dari beragam latar belakang mulai dari Presiden, Menteri, Bupati, anggota DPR, Jenderal, dokter, pengacara, pemuka agama, artis, jurnalis, bankir, praktisi SDM, motivator, pembawa acara berita, PR, agen asuransi, petani, dosen, pelaut, programmer, pengusaha, dll.
    • Mengajak pembaca mempertanyakan tujuan hidup dengan metafora sederhana. Suatu hal yang sejatinya dibutuhkan oleh setiap orang tapi terabaikan.
    • Membantu pembaca memaknai kembali apa yang benar-benar diinginkan, dicari, diperjuangkan, dan dianggap penting dalam
    • Memberikan perspektif lain dalam memandang keberhasilan, kebahagiaan, kekuasaan, kekayaan, dan ketenaran.
    • Menyadarkan pentingnya menjaga keseimbangan hidup dari aspek spiritual, finansial, emosional, intelektual, keluarga, sosial, karir dan kesehatan.

     

    Apa Kata Mereka?

    “Hidup ini singkat. Itu mengapa sah-sah saja kita terus berpacu dengan waktu untuk mencapai target demi target. Namun kita sering lupa bahwa goal yang kita anggap bisa membuat bahagia tersebut ternyata hanya sementara. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk menjalani kemewahan yang tak bisa dibeli dengan Rupiah: Sabbatical. Saya rekomendasikan buku ini bagi siapa saja yang ingin serius mengenal dirinya sendiri.”

    Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, M.M., CPHCM

    Guru Besar Manajemen SDM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

     

    “Sederhana tapi berisi. Mencerahkan tapi tidak menggurui. Nampaknya dua kalimat tersebut dapat mewakili memoar buku Mas Agung ini.”

    Muqsith Ahmadi

    Co-Founder & CEO of Authentic Guards Pte Ltd

     

    Career Break harus diakui belum populer di tanah air. Mungkin karena orang Indonesia pada umumnya tidak ingin dilihat do nothing. Bisa jadi karena persepsi  masyarakat kita yang menganggap kesuksesan harus identik dengan sibuk, bergerak, dan berpacu dengan waktu. Saya salut dengan penulis yang berani menyuarakan hal berbeda dari orang kebanyakan. Untuk Anda yang punya “nyali” dan berani menantang hidup, saya rekomendasikan buku ini.  Anda WAJIB membacanya!”

    Vita Harsono

    Grapho-Therapist – Transformational Coach – Healing Practitioner

    Founder of Grapho Solution

     

    Intro-spectare yang lazim diucapkan orang menjadi introspeksi, sesungguhnya sebuah proses spiritual penuh makna dan mendalam di mana seseorang bukan saja harus berhenti, tetapi juga menyelami dalamnya samudera jiwa dengan satu tujuan utama mencari jati diri murni, apa dan siapa kita sesungguhnya, dan mau ke mana jiwa dan diri ini akan diarahkan. tulisan Mas Agung ini memberikan banyak pencerahan sekaligus tuntunan bagaimana melakukan perjalanan spiritual untuk mencari dan menemukan ulang arah diri dan jiwa kita. Bravo Mas Agung dan tetaplah mencerahkan…”

    Haris Herdiansyah, M.Si

    Dosen Psikologi, Penulis dan Peneliti Kualitatif

     

    Break kerja setahun, gilaa…! Itu pikiran banyak orang. Namun mengambil jeda sejenak sesungguhnya aktivitas bermanfaat untuk membuat Anda tidak sekedar merilekskan fisik dan hati. Tapi kesempatan berharga memperoleh hal-hal yang takkan anda dapati ketika tetap bekerja dan bekal untuk membuat anda melambung lebih tinggi dalam prestasi. Tidak percaya? Simak memoar ini. Siapa tahu Anda jadi terinspirasi dan tergoda mengikuti jejaknya.”

    Nunki Nilasari

    Konsultan dan Pendiri Subconsious Communication Academy

    (Handwriting, Body Languange, Physiognomy & Intuition)

     

    “Buku apik yang ditulis oleh sahabat Agung Setiyo Wibowo ini mengantarkan kita ke daratan kebahagiaan. Tema Sabbatical, Gap Year atau Career Break yang diangkatnya menurut saya laksana pitstop dalam arena perlombaan kebaikan dalam akhirat (fastabiqul khairat). Siapapun membutuhkannya. Dengan gaya bertutur, kita akan diajak untuk memahami renyahnya kata dan kalimat yang disajikan dalam buku ini. Karena itu, milikilah dan bacalah agar apa yang Anda harapkan dapat terwujud.”

    Abdul Muin Badrun SE, ME

    Passion for Improving Life Trainer dan Founder www.akubisaberbuatbaik.com

     

    “Original!!! Inilah buku pertama tentang “sabbatical” yang ditulis oleh penulis Indonesia. Penuh hikmah dan pengalaman. Karya “riset bertutur” yang cair dan mendalam. Teman ideal bagi Anda yang tengah menggali makna hidup di rimba peradaban modern.”

    Guru Kepribadian, Inventor PRiADI Psychological Fingerprints (P2F)

     

    Career Break harus diakui belum populer di tanah air. Mungkin karena orang Indonesia pada umumnya tidak ingin dilihat do nothing. Bisa jadi karena persepsi masyarakat kita yang menganggap kesuksesan harus identic dengan sibuk, bergerak, dan berpacu dengan waktu. Saya salut dengan penulis yang berani menyuarakan hal berbeda dari orang kebanyakan.”

    Guruh Taufan, M.Kom

    Trainer dan Penulis Buku Statement Analysis

     

    “Sebuah buku yang syarat dengan inspirasi fresh, ringan, applicable dan sangat masuk akal sehingga  mudah dicerna. Sebuah ‘Kitab Suci’, khususnya untuk kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai pegangan dasar. Baca, pahami, gali dan lakukan. Buku yang syarat ide. Pak Agung mampu menceritakan dalam bahasa sehari-hari yang sangat lugas dan simple.”

    Alfa Maulana, MBA., CEC

    Sales & Leadership Professional Trainer

     

    “Buku ini memberikan perspektif yang berbeda tentang Sabbatical Leave. ‘Kekosongan’ selama periode sabbatical bisa memberi pencerahan, inspirasi, kreativitas dan penemuan yang belum terbayangkan sebelumnya.”

    Rudy Efendy, CPCC, ACC, NLP, CWM, CHRM

    Executive Coach, Facilitator & Trainer

     

    Jangan engkau mendayung perahumu terus-menerus tetapi berhentilah sejenak untuk melihat arah. Itu kata bijak yang sangat sesuai menggambarkan buku ini. Pelita bagi kita semua yang larut dengan berderet aktivitas. Ambilah jeda itu … dan buku ini sangat saya rekomendasikan untuk Anda.”

    Nur Fannie Prasetyo, MBA, ACC

    Life, Business & Corporate Coach

    Learning Development Consultant  & Corporate Trainer

     

     

    Mau Pesan?

    Gampang! Hubungi +62 819- 0861-2832 (Krishna).

  • Apa Pelajaran Selama Masa Sabbatical?

    Sepanjang 2016 hidup saya bak drama. Betapa tidak. Rutinitas 9-5 tiada. Tiada bos, tiada bawahan. Yang ada hanyalah menjadi anak bolang. Seorang yang dengan sadar memilih untuk jeda sejenak dari hiruk-pikuk kejar-mengejar target hidup.

    Itulah Sabbatical. Satu pengalaman yang mungkin tidak terulang dua kali. Satu episode perjalanan yang sarat dengan hikmah.

    Lantas, apa yang kamu dapat Mas Agung? Bukannya kamu buang-buang waktu dan uang saja? Nggak sayang tuh tidak bekerja selama setahun?

    Heiiii, hidup memang butuh uang. Tapi bukan berarti semua aktivitas kita bisa dinilai dengan uang toh?

    Oke deh. Kali ini saya beberkan apa saja sih yang saya pelajari selama masa jeda. Yuk mareee …..

     

    Baca juga: Mau Jalani Sabbatical? Pikir-Pikir Dulu Deh . . .  *** Apa Yang Saya Lakukan Selama Masa Sabbatical?

    Hidup Adalah Perjalanan

    Klise sekali bukan? Yes, apa boleh buat. Begitulah kenyataannya. Manusia bisa berencana sekece badai apapun. Tapi toh kita nggak akan tahu persis apa yang benar-benar mengisi setiap episode hidup ini. Yang paling simple deh, bisa nggak lho menentukan kapan waktu lahir dan mati, nikah dan beranak, atau menghindari sakit? Mungkin merencanakan bisa aja ya. Tapi, hasil bukanlah wewenang kita.

    Seperti saya sendiri. 2016 ini harusnya saya sudah berada di negeri orang. Bergumul dengan buku dan jurnal lagi dalam misi Strata Tiga jika dicocokkan dengan rencana 2015.  Kenyataannya, saya justru mengurungkan niat untuk sekolah lagi karena satu dan lain hal. Hanya ikhlas yang menjadi obat untuk bahagia di titik  ini.

     

    Waktu Takkan Pernah Terbeli

    Yes, Tuhan paling adil kalau yang satu ini. Siapapun diberi jatah waktu yang sama. Satu hari ada 24 jam kan? Mana ada orang yang hanya diberi 20 jam atau 12 jam hanya karena Tuhan marah kepada mereka? Ehhehehe.

    Eh beneran deh. Waktu itu mahal sob. Makin banyak urusan, makin tinggi jabatan, makin besar pengaruh; waktu berasa begitu kurang.

    So, buat setiap detik bermakna dalam hidupmu. Apapun rencana, target, dan tujuan hidupmu. Karena waktu yang telah berlalu nggak akan bisa diputar ulang. Lantaran waktu nggak bisa dibeli. Misal gini deh, lho ditakdirkan Tuhan di usia 90 tahun. Sebanyak apapun uang yang kau miliki mana bisa lho membeli 1 atau 5 tahun untuk menunda kematian? Ya kali . . . . .

     

    Hidup Adalah Pilihan

    Setiap saat kita dihadapkan pada pilihan. Entah dari yang remeh temeh seperti mau makan apa, mau rapat jam berapa, atau mau pakai baju apa di pesta. Hingga urusan njlimet sekelas menentukan pekerjaan, rumah, dan jodoh. Kenyataannya, hidup memang serangkaian dari pilihan yang seakan tak berujung.

     

    Tujuan Hidup Itu Kompas

    Hidup ini singkat saudara-saudara. Kita nggak akan pernah tahu di usia berapa Tuhan mencabut nyawa ini. So, kalau mau hidupmu bermakna ya harus tahu tujuan hidup. Jika tidak ada tujuan, hidup kita akan “muter-muter” saja bak benang kusut.

    Misalnya gini deh. Lho sekarang lagi ada di Kota Jakarta. Lagi bingung nih mau balik ke mana. Sampai 1 abad pun lo akan muter-muter di Jakarta jika tak tahu arah pulang. Berbeda ceritanya jika lo udah mantap mau pulang ke Surabaya. Cara menuju ke Kota Pahlawan bisa via udara, darat, dan laut. Lewat darat pun masih bisa memilih dengan mobil pribadi, kereta api, jalan kaki, bus, hingga sepeda motor.

    Jadi, nggak berlebihan kan kalau tujuan hidup itu seperti kompas? Ya penunjuk arah ketika kita tersesat. Ia menjadi cahaya ketika kita berada dalam kegelapan. Ia menjadi energi ketika kita sedang terpuruk. Ia penunjuk jalan yang mengantarkan langkah-langkah kecil kita setiap hari.

     

    Bahagia Itu Sederhana

    Sebenarnya apa sih yang kita cari di dunia ini? Kita rela banget capek macet-macetan di jalan hingga berjam-jam. Di akhir pekan, tak jarang kita masih kejar setoran agar bisa lebih cepat memiliki A, agar bisa mencapai X, agar bisa mencapai G. Kita seringkali menggadaikan waktu-waktu emas bersama keluarga hanya untuk mengejar angan-angan yang seperti tak ada ujungnya. Apa sih yang kita mau sebenarnya?

    Golongan Satu mungkin sekarang berapi-api ingin bebas secara finansial. Karena menurut mereka jika harta sudah mencapai titik tertentu, mereka tinggal ongkang-ongkang kaki, kipas-kipas cantik sambil, berleha-leha di pantai sambil minum bir? Sesederhana itukah? Kayaknya nggak deh. Saya nggak percaya tuh dengan “kebebasan finansial”. Karena setajir apapun orang, nggak ada tuh ceritanya menganggur. Nggak ada tuh kata malas. Yang ada mereka bergerak, apapun yang dikerjakan.

    Sama seperti Bapak saya deh. Di usianya yang sudah mendekati 70, harusnya beliau nggak usah ngoyo. Diam saja di rumah. Tapi faktanya, beliau sebaliknya. Bekerja ialah panggilan hidupnya. Jadi mau bagaimanapun tiap saat harus ada yang dilakukan. Setali tiga uang dengan donor S1 saya. Beliau adalah salah satu dari 30 orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Dengan pencapaian itu, mungkin kita pikir dia hanya menikmati masa tuanya dengan males-malesan di kasur, tidur-tiduran di pantai, atau foya-foya menghabiskan uangnya yang nggak terhitung jumlahnya. Kenyataannya tidak. Justru beliau makin rajin berderma. Menyumbangkan rizkinya untuk amal. Memberi beasiswa, menyantuni kaum miskin, dan memajukan gurita bisnisnya.

    So, omong kosong deh kalau bahagia itu mahal. Karena yang sebenarnya justru sebaliknya. Bahagia begitu sederhana. Nikmati aja apa yang kamu miliki sekarang. Nikmati saja peran kamu sekarang. Nikmati saja perjalanan hidupmu sekarang. Nggak perlu menunggu mencapai ini itu, memiliki ABC, atau menduduki kursi XYZ.

     

    Kunci Sukses

    Yes, setiap orang saya yakin pasti mau sukses. Lihat saja sejak kecil kita sudah bersaing ketat untuk meraih peringkat pertama di kelas. Menjadi yang terbaik! Ketika menjadi karyawan, berjuang mati-matian agar bisa segera naik ke level CEO. Ketika bisnis sendiri, kita berambisi seperti api agar usaha makin menggurita dengan keuntungan tak terbatas.

    Singkat kata, detik demi detik kita seperti dalam perlombaan. Seperti kesetanan dikejar anjing galak di tengah hutan rimba. Ya kali . . .

    Manusiawi memang. Setiap individu menginginkan yang terbaik dalam hidupnya. Entah kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan.

    Masalahnya, apa sih sukses itu? “Makanan” macam apa tuh? Apakah definisi suksesku sama dengan suksesmu? Apa parameter sukses?

    Yes, kunci sukses itu satu teman-teman. Menjadi diri sendiri. Bagi saya, sukses ialah ketika dari waktu ke waktu kita makin menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bermanfaat kepada sesama, lebih menciptakan dampak positif, lebih dapat memberikan nilai tambah. Dan tentunya menjadi seseorang yang dari hari ke hari makin dicintai oleh Tuhan.

    Itu artinya apa? Sukses nggak perlu dibanding-bandingkan dengan orang lain. Nggak ada parameter universalnya. Sukses adalah perjalanan hidup kita itu sendiri. Bagaimanapun alur ceritanya.

     

    Pada akhirnya, Sabbatical merupakan salah satu keputusan terbaik di usia 20an saya ini. Memang ya sih, ia tidak menawarkan materi yang berlimpah. Tidak pula menawarkan gaya hidup yang glamor. Tapi ia mengajarkan makna hidup nan hakiki. Juga menunjukkan kompas hidup  yang tidak bisa ditukar dengan Rupiah.

     

    Agung Setiyo Wibowo

    Bintan, 3 Desember 2016