Tag: Kehidupan

  • Dijalani Aja

    Hidup itu hanya sekali. Ya, hanya sekali, kawan.

    Sayangnya, kita seringkali menyia-nyiakan hidup ini. Entah membuang waktu untuk hal yang tak berfaedah atau terjerembab dalam hal negatif yang merugikan.

    Hidup memang ujian.

    Dikatakan ujian karena jika kita mampu melewati berbagai tantangannya, kita akan “naik kelas” atau “naik derajat”. Sebaliknya, jika kita gagal; kita tentu akan merugi.

    Hidup  itu berwarna. Ada suka, ada duka, Ada tawa, ada lara.

    Seperti pelangi, hidup akan membosankan jika sewarna. Menyadari hal itu, kita semestinya sadar bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini bukanlah kebetulan.

    Tugas kita sejatinya hanyalah menjalani sebaik yang kita bisa. Biarkan Allah yang menilai. Karena toh pada akhirnya, segala hal yang kita lakukan itu ada “harga”-nya. Kita akan menerima rapor kelak.

    Kawan-kawanku semua. Mari jalani hidup ini dengan penuh syukur. Tak usah resah dengan apa yang terjadi esok. Jangan sesali apa yang terjadi kemarin.

    Jalani saja masalah yang kita temui. Nikmati prosesnya. Dan cintai dirimu.

     

    Salam bahagia.

    Agung Setiyo Wibowo

    Jakarta, 27 Juni 2022

     

    Sumber foto: https://unsplash.com/

  • The Pilot Way

    IMG-20210301-WA0011

    Penerbangan mengajarkan kita begitu banyak. Tentang memandang dan memaknai kehidupan.

    Dari proses terbangnya pesawat itu sendiri misalnya. Kita disadarkan bahwa hidup ini adalah perjalanan. Petualangan dari titik A ke titik B. Dari sini kita bisa mengingat siapa diri kita, di mana kita saat ini, dan mau dibawa ke mana hidup ini.

    Penerbangan mengajarkan kita untuk memilih. Mau pergi ke kota mana, dengan maskapai apa, di kelas layanan mana, di jam berapa, dan dengan siapa.

    Dari bandar udara kita disadarkan  bahwa hidup ini hanyalah persinggahan, bukan tujuan akhir.  Tempat tinggal sementara saja, bukan selamanya.

    Dari fisik pesawat, kita diajarkan untuk hidup seimbang. Karena mana mungkin pesawat bisa terbang jika sayapnya hanya satu? Sama halnya dengan burung.

    Dalam hidup, apapun yang tidak seimbang itu mendatangkan kehancuran. Itu mengapa sudah semestinya kita memperhatikan semua aspek dalam bingkai harmoni. Mulai dari spiritual, finansial, sosial, intelektual, mental, kesehatan, keluarga, karir, hingga pengembangan diri.

    Dari pilot, kita diingatkan bahwa kitalah pemegang kendali kehidupan. Karena pilot yang profesional tahu harus bagaimana bersikap ketika cuaca buruk datang, agar semua penumpang selamat sampai tujuan.

    Buku ini mengajak pembaca menyelami makna kepemimpinan dan kehidupan dengan perspektif penerbangan – khususnya pilot. Disajikan dengan gaya bertutur tanpa maksud menggurui, buku ini penuh dengan cerita menggelitik, studi kasus, best practices, dan pembelajaran untuk semua kalangan.

     

    TESTIMONI

    “Buku ini menggambarkan perjalanan panjang sahabatku Cerah yang penuh liku dalam hidup dan meniti karier di beberapa perusahaan setelah impian menjadi seorang pilot di CAE, Oxford Air Training School, UK untuk menjelajah bentangan langit di tujuh benua; kandas dalam perjalanannya tidak menjadi kenyataan.

    Yang menarik dari buku ini adalah adanya prinsip-prinsip dalam penerbangan yang dipakai sebagai referensi untuk meraih keberhasilan dalam hidup yang digambarkannya bagaikan perjalanan seorang pilot dalam merencanakan dan mempersiapkan sebuah penerbangan yang aman, nyaman serta menjadikan keselamatan adalah prioritas utama. Tidak lain adalah penerbangan yang berfokus pada proses ketaatan pada Standard Operating Procedure (SOP) dan segala regulasi yang ada agar keselamatan pesawat yang berada pada genggaman kemudinya dipastikan berjalan dengan baik  mulai dari lepas landas menjelajah di birunya langit hingga mendarat dengan mulus dan selamat mencapai tujuan.

    Bagi pembaca yang suka tantangan dan ingin api semangat juangnya terus menyala dalam dirinya, saya sarankan untuk membaca buku ini.

    Terimakasih Cerah, terimakasih sahabat. Jadilah penerang membangun generasi penerus, generasi perubahan yang akan membawa bangsa ini ke peradaban yang lebih maju dan menjadi bangsa yang jauh lebih terhormat.”

    Capt Suhasril Samad

    Vice President Operation, PT Garuda Indonesia Tbk (2005 -2015)

    Buku menarik dan mudah dicerna yang disajikan dalam bahasa yang enak dan renyah.  Ditulis oleh dua orang dari dua generasi yang berbeda; buku ini cocok dibaca oleh Baby Boomers, Gen X, milenial maupun Gen Z. Terlebih isinya dituliskan dalam alur penerbangan ala pilot, sarat dengan kisah perjuangan dengan kata-kata bijak nan filosofis yang dapat membangkitkan motivasi untuk berani keluar dari zona nyaman guna meraih kehidupan yang lebih baik demi membahagiakan ibu satu-satunya yang dimiliki penulis sejak kecil.

    Buku ini berisi pengalaman penulis sebagai profesional yang meniti karier dari bawah dan pindah-pindah perusahaan yang membawa dirinya piawai sebagai motivator dann senior dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin maju, suka tantangan demi karier, masa depan dan kesejahteraan lebih baik.”

    Sahat Sianipar

    CEO MSA Kargo

    Mau menjadi pemimpin yang kuat? Anda bisa belajar dari buku The Pilot Way ini, karena memberikan pemahaman mulai dari apa itu kepemimpinan dan juga ada tools untuk melakukan muhasabah (self- reflection) dan juga dasar manajemen berdasarkan way of thinking seorang pilot yang mementingkan keselamatan  tidak jauh berbeda dengan bidang yang saya geluti yaitu satelit.

    Tonda Priyanto

    Direktur Utama PT Telkom Satelit Indonesia

    “Sanggup memimpin diri sendiri adalah salah satu syarat seorang pemimpin yang baik, kemudian ia sanggup memotivasi bawahan untuk memunculkan performa terbaiknya. Apabila terwujud, itu adalah keberhasilannya dan keberhasilan timnya. Seperti kopi dalam latte, susu tidak akan menghapus rasa kopi tetapi justru memunculkan rasa kopi dan menimbulkan cita rasa baru. Buku ini adalah panduannya.”

    Fonda Rafael

    Master Trainer Public Speaking, Hypnotheraphy Instructor, Author, Personal Life Improvement Coach, & Motivator

    Penumpang tidak akan bisa mencapai destinasinya dengan aman dan nyaman tanpa kepemimpinan pilot yang didukung kerja sama solid dari co-pilot, pramugari, hingga air traffic controller. Demikian juga kita, yang nyata-nyata adalah penumpang dalam kehidupan kita. Sesederhana itulah pesan buku ini.”

    Michael Adryanto

    Praktisi Manajemen SDM

    Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Peribahasa ini sepertinya tepat untuk menggambarkan manfaat Anda ketika membaca buku ini. Anda bisa belajar kepemimpinan dalam konteks pribadi, pentingnya kerja tim dalam membangun imperium bisnis, dan tentunya makna perjalanan hidup.

    Hevy Febriyansyah

    General Manager Wira Angkasa Aviation Training Center

    “Menakjubkan! Penulis mampu menceritakan rumitnya konsep kepemimpinan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua kalangan.”

    Jimmy Susanto, CSMT.NLP, ACC

    100 Best Global Coaching Leaders Award Winner

    “Mau menjadi pemimpin? Anda bisa belajar dari mana saja. Termasuk dari The Pilot Way ini.”

    Captain Dharmadi

    CEO Flybest Flight Academy

    “Setiap orang laksana pilot untuk perjalanan hidupnya sendiri. Setiap pemimpin bisnis ibarat pilot yang menentukan berputarnya roda organisasi. Dua hal ini saya anggap paling mewakili pesan dari lahirnya buku ini.”

    Yohanes Grady Irawan

    First Officer Garuda Indonesia

    The Pilot Way is awesome! Destinasi kita adalah tujuan hidup kita.  Baik sebagai pilot untuk diri kita sendiri, keluarga, maupun orang lain.  Pilihan cara (strategi), dan implementasi mencapai destinasi sangatlah menentukan pencapaian hasil akhir (sampai ke tujuan destinasi). Be focused and different we will reach our destination!

    Dr. Adi Nurmahdi, MBA

    Director of Inovation, Alumni & International Cooperation

    Universitas Mercu Buana (UMB), Jakarta

  • Kelereng-Kelereng Kehidupan

    Pada tahun 2016, saya mengambil Sabbatical. Sebuah keputusan tidak populer dalam perspektif masyarakat Indonesia kekinian. Sebuah pilihan yang memungkinkan saya bertemu dengan ribuan orang dalam misi mencari “diri yang hilang”.

    Sabbatical memang masih asing di negeri ini. Di Barat program ini awalnya hanya dikenal di kalangan akademisi. Mereka meninggalkan rutinitas akademik dalam kurun waktu tertentu demi kepentingan riset, menulis ilmiah atau kegiatan lain dengan tetap mendapatkan benefit dari institusinya mengabdi.

    Dalam perkembangannya, Sabbatical tidak lagi menjadi “monopoli” kaum akademia. Di ranah korporasi, perusahaan yang membolehkan karyawannya untuk mengambil Sabbatical Leave semakin banyak. Mereka diizinkan untuk cuti dari satu bulan hingga beberapa tahun dengan dibayar maupun tidak.

    Kata Sabbatical sendiri berasal dari bahasa Ibrani “Shabbat” yang berarti istirahat, cuti, atau berhenti sementara dari pekerjaan. Dalam perspektif bisnis, Sabbatical identik dengan Career Break. Sebuah fase yang biasanya dimanfaatkan untuk jalan-jalan, menjadi relawan, mengikuti pelatihan, mendalami keahlian tertentu, membesarkan anak, merintis perusahaan, menyembuhkan diri dari penyakit atau pengembangan diri secara umum.

    Inggris merupakan salah satu negara yang masyarakatnya sangat sadar akan pentingnya Sabbatical. Menurut temuan dari berderet lembaga, dalam beberapa tahun terakhir sekitar tiga perempat warga Inggris mempertimbangkan untuk mengambil jeda karir (Career Break). Itu mengapa tidak kurang dari 90.000 orang di sana menikmati jeda setiap tahunnya. Sementara itu di Amerika Serikat juga tak kalah menarik untuk ditelaah. Dari hari ke hari makin banyak warga negeri Paman Sam yang menikmati jeda. Meskipun kadang-kadang pengertiannya saling tumpang tindih dengan Gap Year.

    Saya sendiri mengambil Sabbatical di sepanjang tahun 2016. Suatu fase yang saya manfaatkan benar-benar untuk menjadi relawan, mengembangkan hobi, mencoba beberapa profesi baru, dan jalan-jalan. Suatu periode yang mempertemukan saya dengan seorang “guru” kehidupan. Sebut saja bernama Khrisna.

    Khrisna mengajarkan saya akan makna hidup. Dalam kaca matanya, kehidupan bisa diibaratkan dengan (kumpulan) kelereng dalam gelas.

    Menurut Khrisna, kelereng dianalogikan bulan. Anggap saja rata-rata angka harapan hidup kita 70 tahun. Itu artinya, jumlah kelereng kehidupan kita ialah 70 x 12 + 840. Selanjutnya, semua kelereng yang kita miliki tersebut dimasukkan dalam gelas.

    Setiap tahun kita merayakan hari kelahiran. Itu artinya kita kehilangan 12 kelereng di dalam gelas. Semakin bertambah umur, hakekatnya semakin berkuranglah kelereng kita.

    Sekarang sejenak kita bisa menengok kehidupan kehidupan masing-masing. Tinggal tersisa berapakah jumlah kelereng dalam gelas kita? Kita memang tidak tahu secara pasti. Namun paling tidak kita bisa lebih menghargai detik demi detik, dalam mengarungi samudera kehidupan.

    Sabbatical mungkin bukan pilihan bijak bagi sebagian orang. Namun tidak sedikit saudara kita di luar sana, yang menemukan makna kehidupan di perjalanannya.

    Mengambil Sabbatical atau tidak ialah pilihan. Namun yang pasti, saya jadi teringat salah satu pesan mengesankan dari mendiang pendiri Apple Steve Jobs yang menegaskan bahwa. “Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan ‘hidup dalam kehidupan orang lain’. Jangan terjebak oleh dogma – yaitu hidup dengan hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan suara opini orang lain menenggelamkan suara hati Anda sendiri. Hal yang terpenting, beranilah untuk mengikuti hati dan intuisi Anda”.

     

    *) Artikel ini pertama kali dimuat di Intipesan, 7 Maret 2018