Pernahkah kita bertanya, bagaimana sebuah profesi yang relatif baru seperti kreator konten bisa berkembang pesat dalam waktu yang singkat? Di tengah maraknya platform digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok, para kreator konten tidak hanya mampu menghasilkan karya, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan berkontribusi terhadap perekonomian digital.
Baru-baru ini telah dibentuk Asosiasi Kreator Konten Indonesia (AKKI) yang diharapkan menjadi “rumah” bagi para kreator konten guna membangun ekosistem yang profesional, beretika, dan berdampak positif bagi masyarakat, sekaligus mendukung pembangunan nasional. Menurut Dewan Pendiri AKKI, Adrian Zakhary, Indonesia saat ini memiliki sekitar 17 juta kreator yang berpeluang memberikan kontribusi besar di berbagai sektor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan kebangsaan.
AKKI memiliki visi untuk menjadi penghubung antara kreator konten dengan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, platform digital, mitra bisnis, dan masyarakat. Di samping itu, AKKI juga berperan sebagai advokat yang memperjuangkan regulasi yang mendukung serta membangun ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan.
Proliferasi Profesi Kreator Konten di Indonesia
Sejak beberapa tahun terakhir, profesi kreator konten di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan. Mulai dari individu yang memanfaatkan platform digital untuk berbagi hobi atau pengetahuan, hingga mereka yang telah menjadikan kegiatan ini sebagai sumber pendapatan utama. Laporan yang diterbitkan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company pada 2021 memperkirakan bahwa ekonomi digital Indonesia akan mencapai nilai USD 70 miliar pada tahun 2025, dengan sektor konten digital menjadi salah satu pilar utama yang mendorong pertumbuhan tersebut.
Harus kita akui atau tidak, industri kreator konten di Indonesia memang sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Menurut laporan We Are Social 2023, pengguna internet di Indonesia mencapai 212 juta orang, dengan rata-rata waktu online 8 jam per hari. Fenomena ini menciptakan lahan subur bagi kreator konten untuk berkarya dan menghasilkan pendapatan. Profesi yang dahulu dianggap sebagai kegiatan sampingan, kini telah menjadi sumber penghasilan utama bagi banyak orang.
Tidak hanya tentang pendapatan, industri ini juga memainkan peran penting dalam ekonomi kreatif. John Howkins, dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas, menyatakan bahwa ekonomi kreatif berbasis pada ide dan pengetahuan manusia. Kreator konten adalah ujung tombak dari ekonomi ini. Mereka tidak hanya menciptakan konten, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial dan ekonomi
Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) Indonesia, yang bertugas untuk memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor kreatif, semakin menyadari potensi besar yang dimiliki oleh profesi kreator konten. Keberadaan mereka tidak hanya menciptakan peluang ekonomi, tetapi juga memperkaya keragaman budaya dan kreativitas bangsa.
Peluang dan Tantangan: Membina Industri Kreator Konten
Industri kreator konten di Indonesia menawarkan peluang yang sangat besar. Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhannya, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh banyak kreator konten adalah ketidakjelasan terkait perlindungan hukum, terutama terkait dengan hak cipta dan penggunaan data pribadi. Selain itu, banyak kreator yang merasa tidak mendapat perhatian cukup dari lembaga atau asosiasi yang dapat memperjuangkan hak-hak mereka.
Dalam konteks ekonomi kreatif, teori “Creative Economy” yang diperkenalkan oleh John Howkins menyebutkan bahwa ekonomi kreatif adalah pendorong utama bagi penciptaan nilai baru dalam masyarakat. Pemerintah harus dapat merespon hal ini dengan kebijakan yang mendukung ekosistem kreatif yang lebih adil dan inklusif. Tanpa adanya regulasi yang memadai, banyak kreator konten yang rentan terhadap eksploitasi oleh platform digital besar atau perusahaan pihak ketiga yang memanfaatkan karya mereka tanpa memberikan kompensasi yang layak.
Sebagai contoh, teori yang dikemukakan oleh Klaus Solberg Søilen dalam Journal of Business Research menekankan pentingnya keseimbangan antara akses pasar dan perlindungan hak cipta dalam pengembangan ekonomi kreatif. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia perlu mengadopsi kebijakan yang mampu menciptakan perlindungan hukum bagi para kreator, serta menyediakan akses yang lebih besar bagi mereka untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya mereka.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah melihat potensi besar ini. Ekonomi kreatif di Indonesia menyumbang sekitar 7,4% dari PDB pada tahun 2022, dengan kreator konten sebagai salah satu pilar utamanya. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah kecil. Mulai dari masalah hak cipta, monetisasi yang tidak stabil, hingga kurangnya dukungan infrastruktur digital di daerah-daerah.
Harapan AKKI
Asosiasi Kreator Konten Indonesia (AKKI) hadir sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak kreator konten di Indonesia. Sebagai organisasi yang mewakili para kreator, AKKI diharapkan dapat menyediakan platform untuk memperjuangkan kepentingan bersama, mulai dari perlindungan hak cipta hingga pembentukan standar industri yang jelas dan adil. Namun, agar AKKI dapat berfungsi dengan maksimal, peran pemerintah sangat diperlukan.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan regulasi yang jelas mengenai hak cipta, pajak, serta perlindungan data pribadi untuk para kreator konten. Sebagai contoh, masalah pengenaan pajak bagi kreator konten sering kali menjadi salah satu hambatan, karena ketidakpastian mengenai bagaimana penghasilan mereka harus dilaporkan dan dikenakan pajak. Pemerintah juga perlu menyediakan sistem yang transparan dan mudah dipahami untuk para kreator, sehingga mereka dapat beroperasi dengan lebih tenang dan tidak terhambat oleh masalah administratif.
Dari sisi kreator, AKKI diharapkan dapat memberikan dukungan yang lebih nyata, seperti fasilitasi untuk mempertemukan kreator dengan brand atau peluang sponsor, serta pelatihan untuk meningkatkan keterampilan profesional dalam menghasilkan konten yang berkualitas. AKKI harus menjadi penghubung yang memperkuat posisi tawar kreator terhadap platform digital atau perusahaan yang ingin bekerja sama dengan mereka.
Melihat pengalaman dari negara lain, asosiasi kreator konten di luar Indonesia telah terbukti efektif dalam memberikan perlindungan dan meningkatkan profesionalisme para kreator. Sebagai contoh, The Influencer Marketing Association (IMA) di Amerika Serikat telah berhasil menciptakan kode etik yang mengatur hubungan antara kreator dan brand, serta memberikan edukasi terkait pengelolaan pajak dan hak cipta.
Kita dapat belajar dari Korea Selatan yang berhasil membangun industri kreatifnya melalui dukungan pemerintah yang masif. Mereka memiliki Korean Creative Content Agency (KOCCA), yang fokus pada pembangunan ekosistem kreatif, mulai dari pelatihan hingga promosi internasional. Hasilnya, K-Pop dan K-Drama kini mendunia.
Atau lihat Inggris yang memiliki Creative Industries Federation (CIF). Mereka berhasil memetakan potensi ekonomi kreatif dan menciptakan kebijakan yang tepat sasaran. Belakangan CIF bergabung dengan Creative England untuk membentuk organisasi baru bernama Creative UK. Langkah ini dilakukan untuk menggabungkan kekuatan dan sumber daya dari kedua organisasi guna lebih efektif mendukung dan memajukan industri kreatif di Inggris. Creative UK didirikan untuk memperkuat ekosistem kreatif Inggris dengan menyediakan dukungan yang lebih komprehensif bagi para pelaku industri, termasuk pelatihan, promosi internasional, dan advokasi kebijakan yang mendukung. Menurut temuan pakar, industri kreatif di Inggris tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan sektor lainnya. Ini membuktikan bahwa dukungan pemerintah dan asosiasi yang kuat dapat membawa dampak signifikan.
Catatan untuk Pemerintah dan Para Kreator Konten
Untuk mendukung industri kreator konten di Indonesia, ada beberapa langkah penting yang perlu diambil oleh pemerintah. Salah satunya adalah memperkenalkan regulasi yang lebih jelas dan adil. Pemerintah perlu menyusun kebijakan yang lebih tegas mengenai hak cipta, pajak, dan perlindungan data pribadi, sehingga para kreator konten dapat merasa lebih aman dan terlindungi dalam berkarya. Langkah ini tidak hanya akan memberikan rasa aman bagi kreator, tetapi juga mendorong mereka untuk terus berinovasi dan menciptakan konten yang berkualitas.
Selain itu, peningkatan infrastruktur pendidikan dan pelatihan juga menjadi hal yang tak kalah penting. Pemerintah perlu membuka lebih banyak peluang bagi pelatihan dan pendidikan yang berfokus pada ekonomi digital, pemasaran, serta hak cipta. Dengan adanya pelatihan ini, para kreator konten dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang lebih mendalam, yang pada gilirannya akan memperkuat kemampuan mereka dalam bersaing di pasar yang semakin global.
Tak kalah pentingnya adalah kolaborasi yang lebih intens antara pemerintah, sektor swasta, dan asosiasi seperti AKKI. Dengan bekerja sama, pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan mencerminkan kebutuhan nyata para kreator konten. Kolaborasi ini akan memastikan bahwa ekosistem kreatif Indonesia tumbuh dengan baik dan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.
Bagi para kreator konten, penting untuk terus mengembangkan kualitas konten dan personal brand yang kuat. Di samping itu, mereka juga perlu memanfaatkan wadah seperti AKKI untuk mendapatkan dukungan dalam hal legalitas dan akses ke peluang yang lebih luas.
Selain itu, penting untuk tidak hanya berfokus pada jumlah pengikut, tetapi juga pada kualitas dan orisinalitas konten yang mereka hasilkan. Henry Jenkins, dalam bukunya Convergence Culture, menekankan bahwa di era digital ini, kolaborasi dan inovasi adalah kunci utama untuk bertahan dan berkembang. Kreator konten harus terus mengeksplorasi ide-ide baru, tidak takut untuk bekerja sama dengan kreator lainnya, dan terbuka terhadap berbagai platform baru yang bisa meningkatkan jangkauan dan dampak karya mereka. Kolaborasi bukan hanya memperkaya konten, tetapi juga menciptakan peluang untuk menciptakan karya yang lebih beragam dan menarik bagi audiens.
Sebagaimana dikatakan oleh Richard Florida dalam bukunya The Rise of the Creative Class, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, dibutuhkan lingkungan yang mendukung dan menghargai kreativitas serta inovasi. Dengan adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah, asosiasi kreator konten, dan kreator itu sendiri, Indonesia memiliki kesempatan untuk menciptakan ekosistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam mengembangkan ekonomi digital berbasis kreativitas.
Industri kreator konten di Indonesia memiliki masa depan yang cerah, tetapi tidak dapat berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi antara kreator, asosiasi, dan pemerintah. Jika semua pihak dapat bersinergi, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pusat ekonomi kreatif terbesar di Asia. Oleh karena itu, mari dukung AKKI dan kebijakan yang pro-kreator. Karena mendukung kreator konten berarti mendukung masa depan ekonomi kreatif Indonesia.