Pencitraan. Bosankah kamu mendengarnya? Seberapa penting di matamu?
Di era digital ini nampaknya setiap individu tak mau kalah dengan merek produk/jasa. Mereka berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan kesan atau persepsi baik dari orang lain.
Apalagi, saat ini ada banyak jenis media sosial yang siap memenuhi nafsu pencitraan. Dari Instagram, Facebook, Twitter, YouTube, Linkedin dan seterusnya.
Prinsipnya sama. Jika merek produk/jasa digaungkan agar makin banyak orang membeli, pencitraan pribadi dikumandangkan agar makin banyak orang memakai produk/jasa kita. Setidaknya publik menyadari betapa keren, hebat, cantik, ganteng, pintar, eksis, kaya, berkuasa, atau terpandangnya kita.
Di abad ini, agaknya sulit menemukan orang yang otentik. Orang-orang yang bersikap apa adanya.
Semua orang bertopeng. Semua tindakan tak lebih dari kedok. Semua ada maunya. Salahkah?
Tidak dong. Tinggal niatnya bagaimana. Hanya si fulan dan Tuhan yang tahu. Karena kita hanya bisa menilai dari apa yang terekam oleh panca indera.
Jadi, seberapa besar upayamu untuk pencitraan? Masihkah kamu bersikap apa adanya?
Agung Setiyo Wibowo
Jakarta, 18 Februari 2020