Menjadi Kapten untuk Pikiran

Tabik.

Beberapa tahun terakhir mungkin satu kata yang paling membekas di hati saya adalah pikiran. Pasalnya ia menjadi kata kunci sakti, yang menjadi benang merah petualangan intelektual  saya.

Mengapa pikiran bukan yang lain?

Sederhana saja. Pikiran merupakan “otak” sesungguhnya dari manusia. Itu mengapa orang bijak bilang bahwa apa yang kita pikirkan itulah yang akan menjadi kenyataan. Pun dalam kitab suci yang saya yakini dijelaskan bahwa Tuhan mengikuti prasangka hambanya.

Maka tak mengherankan jika nasib seseorang bukan ditentukan oleh bagaimana cara mengelola pikiran. Bukan ditentukan setinggi apa jenjang pendidikan kita, sekaya apa orang tua kita, di kota mana kita tinggal, atau agama apa yang kita imani.

Pikiran memang “mesin” sesungguhnya dari robot berotak yang bernama manusia. Ibarat komputer, di layar tidak akan muncul huruf X jika kita tidak mengetik huruf X. Tidak akan ada piranti lunak Adobe bila kita tidak memasangnya. Akan terus-menerus dihantui oleh virus yang berbahaya jika tak terpasang piranti lunak penangkal virus.

Pikiran benar-benar dahsyat efeknya. Kita bisa dengan leluasa “mengunduh” program hingga menghilangkannya sesuai kemauan. Apa yang kita inginkan benar-benar bisa terwujud. Semua sikap, gerak-gerik, atau perilaku tidak akan pernah ada tanpa adanya pikiran yang menjadi komando.

Banyak orang sukses karena cerdas mengelola pikirannya. Tidak kalah sedikit pula yang terpuruk karena gagal menjadi kapten pikirannya sendiri.

Kalau sudah tahu begitu, apa yang kita ingin lakukan dalam hidup? Apakah kita menggantungkan kebahagiaan kita pada hal-hal yang terjadi di luar diri kita? Apakah kita hanya reaktif meratapi hal-hal yang tidak kita harapkan? Maukah Anda terus mengeluh, mengutuk, dan menyalahkan orang lain jika ada hal-hal yang tidak mengenakkan?

Semua kembali kepada Anda. Karena kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di hadapan kita. Tapi, kita bisa mengendalikan cara kita menyikapinya.

Sekarang “bola” ada di kepala Anda. Apakah ingin menjadi kapten atau budak dari pikiran. Mau jadi pemenang atau pecundang Kehidupan? Mau proaktif atau reaktif? Mau aktif atau pasif? Mau “memimpin” pikiran sendiri atau pasrah mengikuti emosi yang tak  terkendalikan?

Hidup adalah memilih. Tapi, untuk dapat memilih dengan baik, Anda harus tahu siapa diri Anda, untuk apa Anda ada, ke mana Anda ingin pergi, dan mengapa Anda ingin sampai di sana.

 

Artikel ini pertama kali dimuat di Inti Pesan, 21 Agustus 2017 

Share on FacebookShare on Google+Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn

2 thoughts on “Menjadi Kapten untuk Pikiran

  1. proaktif dan reaktif sama sama diperlukan dalam diri kita. Pasrah juga tidak melulu mengarah pada nerimo, tapi ada kalanya memang harus dilakukan pada saat2 tertentu dimana kita di situasi kehabisan pilihan.., ( sekali lagi ini subyektifitas komentator, :D)

Leave a Reply to Agung Setiyo Wibowo Cancel reply